Kamis, 22 Januari 2009

Pemeriksaan Perspektif Lingkungan Hidup

Dwi Sabardiana
Kepala Sub Auditorat IV.B.2 (Kementrian Lingkungan Hidup) pada AKN IV

Permasalahan lingkungan hidup menjadi sorotan utama dalam dua dasawarsa terakhir, khususnya di era pembangunan fisik, ekonomi dan sosial. Konsumsi bahan bakar fosil dan eksploitasi sumber daya alam, sebagai komponen operasi dan modal pembangunan, ternyata berdampak pada penurunan kondisi alam. Yaitu terjadi pencemaran udara, kekeringan dan permasalahan penyediaan air bersih, pencemaran air di sungai-sungai besar, kerusakan dan pencemaran pesisir, teracamnya keanekaragaman hayati di hutan lindung, cemaran limbah domestik dan bahan berbahaya dan beracun, kerusakan hutan dan lahan, kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan bencana lingkungan hidup dan alam.

Kemunduran tersebut berdampak besar serta menyita sumber daya pemerintahan, mengurangi produktivitas perekonomian, menghambat penyebaran pendapatan, dan lain-lain. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya mengendalikan dan menanggulangi permasalahan-permasalahan lingkungan melalui pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan ini berarti pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang menjadi upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Namun demikian, dapat terlihat bahwa permasalahan lingkungan terus meningkat. Penegakan hukum (law enforcement) atas pelanggaran lingkungan hidup juga belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, sementara kehidupan sosial masyarakat kita tidak beranjak secara berarti.

Keterkaitan mandat untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara dengan aktivitas Pemerintah sebagai pengelola pembangunan ekonomi nasional dan lingkungan hidup, menjadikan peran BPK sangat penting dalam mengawasi pengelolaan tersebut serta upaya mewujudkan tata kelola lingkungan yang baik (Good Environment Governance). Lembaga/badan pemeriksa dibutuhkan untuk menilai efektivitas program dan menguji kepatuhan terhadap akta perjanjian, peraturan maupun perundang-undangan tentang lingkungan hidup.

Mengingat terminologi “audit lingkungan” adalah internal tools bagi manajemen untuk menilai aspek pengelolaan lingkungan, maka BPK (Tim Pengembangan Pemeriksaan Perspektif Lingkungan Hidup) mengorientasikan pemeriksaannya pada “perspektif lingkungan hidup” sebagai faktor pembeda. Tidak berbeda dengan pemeriksaan lainnya, pemeriksaan perspektif lingkungan BPK mengikuti proses yang telah ditetapkan dalam PMP/Juknis.

Perencanaan

1. Menentukan prioritas
Dalam menentukan objek pemeriksaannya, BPK dapat memanfaatkan berbagai informasi untuk menentukan tingkat risiko dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup mencantumkan beberapa permasalahan yang berpotensi mengganggu kelestarian lingkungan, yaitu: pencemaran air, pencemaran udara di kota-kota besar, pencemaran limbah domestik & sampah, kontaminasi dari B3, kerusakan ekosistem hutan hujan tropika, kerusakan Daerah Aliran Sungai, kerusakan ekosistem danau, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan, pemanasan bumi, penipisan lapisan ozon, bencana lingkungan (banjir dan longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan).
Pengelompokkan masalah bertujuan memudahkan penentuan sasaran dan prioritas sesuai visi dan misi BPK serta kemampuan sumber daya yang tersedia. Contoh pengklasifikasian masalah berdasarkan komponen lingkungan yang terdampak, yaitu air, udara, darat, dan hutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.

Penentuan prioritas tersebut merupakan contoh berdasarkan professional judgement. Auditor dapat mengembangkan metode lain yang relevan dan sesuai dengan kemampuan SDM dan tujuan BPK.

2. Penetapan/pemilihan objek
Model penilaian atau analisis dalam penentuan objek pemeriksaan adalah berbasis risiko. Dengan metode ini auditor berupaya menggambarkan sekumpulan kondisi eksternal yang dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan dan/atau pencapaian tujuan pembangunan nasional. Model Risk-based Audit menekankan pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas sistem pengendalian entitas, khususnya untuk menentukan derajat risiko/dampak penting yang mungkin dapat ditimbulkan terhadap lingkungan dan aktivitas manusia.

Tabel 2.

US GAO telah menerapkan metode yang relatif mirip, dimana setiap tahun disusun suatu prioritas pemeriksaan berdasarkan risiko, yang dikenal dengan “High Risk Series”, yaitu sekumpulan aktivitas kepemerintahan yang memiliki risiko terhadap pemborosan (waste), kecurangan (fraud), penyalahgunaan wewenang (abuse), dan salah kelola (mismanagement).

3. Jenis pemeriksaan
Pemeriksaan perspektif lingkungan dapat diterapkan pada seluruh jenis pemeriksaan-Laporan Keuangan, Kinerja dan PDTT. Berikut beberapa aplikasi dari pemeriksaan perspektif lingkungan. Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan, auditor dapat menilai kecukupan perspektif lingkungan laporan tersebut.
Terkait dengan penilaian kinerja, auditor dapat menilai aspek-aspek pencapaian tujuan suatu sistem pengelolaan limbah B3 ataupun kepatuhan atas semua ketentuan pengelolaan limbah B3. Suatu reviu atau penilaian dapat saja terkait dengan aspek pengelolaan lingkungan hidup yang dijalankan entitas. Contoh aspek penilaian dalam pemeriksaan perspektif lingkungan terlihat pada gambar berikut.

Gambar 1.

4. Proses pemeriksaan
Pemeriksaaan perspektif lingkungan tidak berbeda dengan yang lainnya, sehingga proses dan hal lainnya dapat mengacu pada existing conditions. Analogi proses tersebut telah diadopsi Litbang BPK RI dalam menyusun juknis pemeriksaan terkait pengelolaan lingkungan, misalnya Juknis Pemeriksaan atas Pengendalian Pencemaran Udara dan Juknis Pemeriksaan atas Pengelolaan Limbah RSUD. Berikut tahapan pemeriksaan atas pengendalian pencemaran udara.

Gambar 2.

5. Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan mengarah pada penilaian atas aspek-aspeknya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan oleh entitas yang bersangkutan. Contoh tujuan pemeriksaan perspektif lingkungan dan alasan penetapannya.

Tabel 3.

Ketersediaan dan efektivitas sistem pengendalian, efektivitas koordinasi antar lembaga plat merah, dan pemenuhan kewajiban pengelolaan lingkungan merupakan contoh tujuan yang telah diterapkan selama ini di AKN IV. Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangannya sesuai pengalaman dan masukan pihak lain.

6. Penetapan lingkup dan sasaran pemeriksaan
Auditor menentukan cakupan dan sasaran pemeriksaan berdasarkan tujuan pemeriksaan serta pemahaman atas sistem pengendalian dan kegiatan entitas. Berikut contoh lingkup beberapa pemeriksaan yang telah dilakukan.

Tabel 4.

Bergantung pada kemampuan SDM, penyediaan dana, waktu serta kebijakan Badan, maka beberapa alternatif berikut-berdasarkan tingkatan mekanisme pengelolaan lingkungan di Indonesia dapat menjadi pedoman penentuan tingkatan pemeriksaan.
a) Berdasarkan proses aktivitas tindakan
(1) Tindakan preemtif; tingkat ini berada pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan oleh entitas atau oleh pihak yang lebih tinggi. Contohnya Tata Ruang Wilayah/Nasional dan AMDAL.
(2) Tindakan preventif; bertujuan mencegah dampak dan/atau mengurangi dampak yang berpotensi terjadi pada lingkungan, sehingga jenjang aktivitas adalah pada tingkat pelaksanaan. Contohnya perangkat Baku Mutu Lingkungan dan instrumen fiskal (retribusi limbah).
(3) Tindakan proaktif; kebijakan atau tindakan pendahuluan yang menjadi kerangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan, misalnya penerapan ISO 14001 pada badan usaha atau entitas lainnya.
b) Berdasarkan perangkat manajemen lingkungan
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup disusun berdasarkan probabilitas cakupan terjadinya suatu dampak, yaitu pada (1) Project level; (2) Ecosystem level; (3) National
level; dan (4) Global level. Hubungan keempat jenjang tersebut terlihat berikut.

Gambar 3.

Pada level proyek atau kegiatan, dapat terlihat beberapa perangkat manajemen lingkungan misalnya Eco-labelling, Produksi bersih, AMDAL, UKL/UPL, ISO 14000, dan Audit Lingkungan. Aktivitas tersebut merupakan domain dari para pelaksana kegiatan di lapangan atau perusahaan, sehingga pada umumnya unsur kepatuhan menjadi dominan dalam menentukan tujuan pemeriksan. Dapat terlihat juga bahwa Audit Lingkungan merupakan unsur tingkatan proyek, mengingat audit ini merupakan tindakan yang diambil oleh pelaksana/perusahaan baik secara sukarela ataupun diminta. Faktor terakhir ini yang menjadi pembeda dari Pemeriksaan Perspektif Lingkungan BPK-RI.
Pada level ekosistem, pada umumnya berupa program kegiatan yang bertujuan melestarikan suatu komponen lingkungan secara komprehensif. Dengan demikian karakteristik program biasanya mengacu pada interaksi antar sub-komponen dalam lingkungan hidup. Beberapa contoh program Program Langit Biru, Adipura, Program DAS Kritis, Prokasih, Program Pantai dan Pesisir, Keanekaragaman Hayati, dan lain-lain.
Pada level global atau internasional, instrumen yang ada mengacu pada beberapa konvensi atau perjanjian internasional terkait pengelolaan lingkungan hidup misalnya Protokol Kyoto, Konvensi Bazel, Protokol Montreal, atau Protokol Cartagena. Pada umumnya Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut, sehingga BPK dapat melakukan penilaiannya atas implementasi komitmen Pemerintah terhadap perjanjian-perjanjian tersebut.

7. Penetapan metodologi pemeriksaan
Metodologi pemeriksaan ditentukan berdasarkan kebutuhan auditor untuk menjawab tujuan pemeriksaan. Pada umumnya, metodologi yang biasa dilakukan adalah uji petik (sampling), review dokumen, wawancara dan observasi fisik. Auditor harus dapat menentukan dan merencanakan metodologi pemeriksaan secara benar, cermat dan efektif, karena pada tahapan inilah letak pertaruhan profesionalisme BPK RI.

Tabel 5.

8. Pemilihan perangkat kerja
Perangkat (tools) pemeriksaan merupakan sarana penunjang efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pemeriksaan. Auditor diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas tools yang akan digunakannya. Sebagai contoh, jika menghadapi kegiatan atau entitas yang berkerja dengan highlycomputerized database, maka auditor harus melengkapi dirinya dengan peralatan yang sesuai dengan kegiatan yang akan diaudit, misalnya dengan menerapkan ACL atau IDEA untuk mengolah data pemeriksaan. Dalam pemeriksaan di lingkungan pertambangan umum, auditor Sub IV.B.1 menggunakan GPS (Global Positioning System) sebagai upaya untuk meyakinkan kesesuaian lokasi reklamasi dengan yang tercantum dalam dokumen perencanaan dan laporan pertanggungjawaban. Lebih lanjut Sub Auditorat IV.A.2, dalam pemeriksaannya atas manajemen kehutanan di wilayah NAD, menganalisis data geografis dengan memanfaatkan Geographic Information System (GIS).

9. Bantuan Konsultan
Kegiatan audit tidak terlepas dari analisis yang seringkali bersifat teknis yang sering di luar pengetahuan auditor. Seringkali pula cakupan kegiatan terlampau luas untuk dicakup oleh Tim Audit namun sangat signifikan, sehingga auditor perlu memperoleh datanya. Bantuan pihak lain di luar Tim dapat menjadi pilihan dan diatur oleh BPK RI, dimana mereka akan bekerja untuk dan atas nama BPK RI. Penanggung Jawab audit dapat menerbitkan Surat Tugas tersendiri mengenai penugasan Konsultan, sehingga hasil kegiatan Konsultan menjadi bagian dari hasil kegiatan Tim Audit BPK RI.

Pelaksanaan pemeriksaan

Berikut contoh langkah audit atas pengendalian pencemaran udara yang telah dilaksanakan oleh Perwakilan-perwakilan BPK di Bandung, Medan, Makassar dan Surabaya. Melalui pendekatan PDTT, BPK berupaya menggambarkan kondisi pengendalian pencemaran udara dengan menilai masing-masing komponen pengendalian.

Tabel 6.

Pelaporan

Format dan mekanisme penyampaian laporan pada umumnya mengikuti ketentuan yang berlaku di BPK.

Pada akhirnya, pemenuhan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup melalui keseimbangan pola konsumsi dan investasi diyakini mampu mengalokasikan sumber daya alam pada tingkatan yang sustainable. Pemeriksaan perspektif lingkungan tidak berbeda dengan pemeriksaan lainnya, dimana auditor dihadapkan pada suatu proses logika analisis dan pengungkapan kuantitas dan kualitas pengelolaan lingkungan hidup dalam suatu tatanan pengendalian dan pelaksanaan kebijakan kepemerintahan.
BPK telah menetapkan arah kebijakannya untuk mendalami kebijakan dan masalah publik, serta melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kebijakan Pemerintah serta ketaatan atas aturan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Tantangan tersebut perlu dijawab melalui pemahaman yang holistik dan sistemik, perencanaan kebijakan yang matang, serta implementasi pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesi.


2 komentar:

balikita.blogspot.com mengatakan...

Pemaparan tentang audit lingkungan sangat bagus. Saya seorang mahasiswa fakultas hukum, sedang mencari bahan skripsi, saya berminat membahas tentang keterkaitan audit lingkungan dengan hukum lingkungan.
Jika tidak merepotkan, saya mohon petunjuknya...

Anonim mengatakan...

Pak, tabelnya kok tidak ada?