Selasa, 27 Januari 2009

Bagaimana Seorang Muslim Memandang Harta Kekayaan?

Oleh Suwarno (Auditor BPK)

Segala puji bagi Allah semata, Tuhan semesta alam, hanya kepada-Nya kami memuji, memohon ampunan dan pertolongan. Kami memohon perlindungan atas kejelekan pada diri kami serta buruknya perbuatan kami. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul-Nya. Semoga keselamatan dan kedamaian tetap tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabat hingga datangnya hari akhir.

Saudaraku yang dimuliakan Allah...
Hari ini ternyata kita masih berada di dunia ini, kita masih diberi kehidupan, kita masih diberi kesempatan untuk menghirup udara Allah. Kita masih diberi kesempatan untuk memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang telah kita lakukan, kita masih diberi kesempatan untuk berbuat lebih banyak lagi kebaikan-kebaikan. Semakin banyak dosa yang telah kita perbuat, sementara itu semakin banyak pula nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Kita masih diberi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup kita, kita memiliki penghasilan hingga kita dapat membeli makanan, pakaian dan sederet kebutuhan hidup lainnya. Kita dapat membiayai pendidikan anak serta berlibur bersama keluarga, semua itu merupakan wujud dari karunia yang Allah berikan kepada kita. Bahkan, mungkin ada diantara kita yang memiliki penghasilan lebih sehingga dapat membeli rumah yang megah, mobil yang indah, dan berbagai barang mewah lainnya. Itu merupakan karunia lebih yang Allah berikan kepada kita. Sudah sepantasnya kita bersyukur kepada-Nya atas semua nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Segala puji bagi Allah Tuhan yang menguasai alam semesta ini.

Sementara itu banyak saudara-saudara kita yang kekurangan, jangankan menyekolahkan anak, untuk makan sehari-hari mereka tidak mampu. Setiap kita berangkat atau pulang kerja kita dapati mereka di jalanan, disela-sela ramainya laju kendaraan. Mereka mengharapkan belas kasihan dari orang yang mau peduli. Dengan melihatnya sudah seharusnya kita semakin bersyukur kepada Allah, kita tidak diciptakan dan dilahirkan untuk berada bersama mereka. Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Saudaraku yang dimuliakan Allah...
Sebagai seorang pegawai, kenaikan penghasilan merupakan suatu hal yang diharapkan. Adanya rencana remunerasi bagi pegawai BPK tentunya menjadi berita yang menggembirakan. Ramai dibicarakan di media masa kalau penghasilan pegawai BPK akan meningkat sampai sekian kali. Samar-samar maupun terang-terangan kadang kita mendengar teman-teman kita membicarakan kenaikan penghasilan ini. Ada yang punya rencana ini, rencana itu dan sebagainya, yang jelas kenaikan penghasilan ini perlu kita syukuri. Salah satu cara mensyukuri nikmat Allah yang satu ini yaitu dengan menggunakannya untuk kepentingan yang baik, hemat dan tidak boros. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda ,
”Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal : usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dia pergunakan.”
Hadits ini merupakan peringatan bagi kita sebagai seorang muslim, agar berhati-hati terhadap harta kekayaan yang kita miliki. Usia, jasmani, ilmu hanya ditanya untuk apa dipergunakan, tetapi harta kekayaan yang kita miliki akan ditanya dari mana dan untuk apa dipergunakan.

Saudaraku...
Seorang muslim hendaknya memperlakukan harta kekayaan sebagaimana syariat Islam mengaturnya. Seorang muslim memandang harta kekayaan sebagaimana Islam memandangnya. Islam mempunyai pandangan yang jelas terhadap harta kekayaan. Pandangan Islam terhadap harta kekayaan antara lain sebagai berikut :
I. Kepemilikan manusia terhadap harta kekayaan bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan Allah, sedangkan pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta ini ialah Allah SWT.
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (mahluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.” (Al baqarah, 2 : 255)
Selayaknya barang titipan, maka harta kekayaan ini pun dapat sewaktu-waktu diambil dari kita. Kita tidak boleh terlalu cinta terhadap harta kekayaan yang kita miliki, sebaliknya harta kekayaan yang Allah titipkan kepada kita hendaknya dijadikan sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya. “ Katakanlah : jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya....” (At Taubah, 9 : 24).
II. Kedudukan harta yang dimiliki oleh manusia pada dasarnya ialah sebagai berikut:
a. Harta sebagai amanah dan kita harus menunaikan amanah tersebut sesuai dengan ketentuan;
b. Harta dijadikan indah oleh Allah SWT sebagai perhiasan hidup dan agar manusia bisa menikmatinya dengan tidak berlebih-lebihan. Allah berfirman, ” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran, 3 :14);
c. Harta sebagai bekal ibadah baik kepada Allah untuk melaksanakan perintah-Nya maupun kepada sesama manusia melalui zakat, infaq, dan sedekah. ” ....dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At Taubah, 9 : 41);
d. Harta merupakan ujian keimanan berkaitan dengan cara mendapatkan, memanfaatkan bahkan cara menempatkan harta dalam perilaku kita sehari-hari. Harta hendaknya tidak melupakan kewajiban kita kepada Allah, sebaliknya dengan harta yang ada kita hendaknya menjadi semakin dekat dengan Allah SWT. Jangan sampai harta menjadi tuhan. Di dalam Surat Al Anfaal ayat 28, Allah SWT berfirman : ” Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al Anfaal, 8 : 28);
e. Harta yang kita miliki tidaklah kekal, tetapi dapat hilang (musnah) tanpa disangka-sangka dan kita duga sebelumnya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Oleh karena itu, kita dilarang terlalu cinta terhadap harta kekayaan yang kita miliki;
f. Harta merupakan penopang kehidupan dan hendaknya dikuasakan kepada orang yang telah mampu (baligh dan dapat mengatur harta bendanya) agar harta benda tersebut dapat dimanfaatkan secara benar, seperti harta warisan anak yatim piatu yang belum dewasa sebaiknya dikuasakan kepada walinya sampai ia dewasa dan mampu mengatur harta kekayaannya sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Surat An Nisaa’ ayat 5;
g. Di dalam harta yang kita miliki terdapat hak orang miskin yang harus kita tunaikan. ” Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz Dzaariyaat, 51 : 19).
III. Harta harus diperoleh melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Dilarang mencari harta kekayaan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama. Rasulullah saw bersabda : ” Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama seperti mujahid di jalan Allah.” (HR Ahmad).
IV. Dilarang mencari harta, berusaha, bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan Allah, melupakan shalat dan zakat, dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok tertentu saja. Firman Allah SWT,
” Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At Takaatsur, 102 : 1-2);
” Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al Munaafiquun, 63 : 9);
Selain ayat-ayat di atas, kita dapat melihat lagi Surat An Nuur, 24 : 37-38, dan Surat Al Hasyr, 59 : 7.
V. Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual beli barang haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran dan timbangan, cara-cara yang batil dan merugikan, suap-menyuap dan korupsi. Sebagai muslim kita harus berhati-hati dalam memperoleh harta kekayaan. Jangan sampai kita terjebak dalam sistem perekonomian modern yang justru lepas dari nilai-nilai Islam, mengandung unsur riba seperti bunga bank, bunga dari investasi lainnya (bukan bagi hasil secara adil), dan transaksi-transaksi ribawi lainnya. Banyak petunjuk di dalam Al Qur’an yang dapat kita jadikan pedoman, antara lain kita dapat membaca pada Surat Al Baqarah, 2 : 188, 273-281, Al Maa’idah, 5 : 38, 90-91, Al Muthaffifiin, 83 : 1-6).

Marilah bersama-sama kita berlindung dan memohon kepada Allah SWT agar kita diberi petunjuk dalam menjalani setiap langkah, tiap detik kehidupan ini semoga tetap berada pada jalan yang benar. Jangan sampai kehidupan dunia yang hanya sebentar ini melalaikan kita dari kematian, dari kehidupan akhirat yang kekal. Mari bersama-sama sekali lagi kita menyimak dan kita renungi ayat Al Qur’an dan syair berikut :
” Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apakah Huthamah itu?. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat di atas mereka. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (Al Humazah, 104 :1-9).

” Demi umurmu! Tak berguna lagi kekayaan bagi seseorang
Jika napasnya telah turun naik di kerongkongan
Dan dada terasa sesak tak tertahankan ” (Abu Bakar ash-Shiddiq)

” Namun jika napas telah turun naik di kerongkongan
Dan bunyi sakarat telah terdengar dengan pelan
Niscaya insaflah engkau bahwa tiadalah engkau saat ini
Melainkan hanya dalam keadaan tertipu.” (Abu al-’Itahiyyah)



Tidak ada komentar: