Rabu, 07 Januari 2009

SPKN SEBAGAI TITIK AWAL MEMBANGUN PEMERIKSAAN BERNILAI TAMBAH

Sumber: Majalah Pemeriksa No. 109

Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, dan kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut BPK menyempurnakan standar audit pemerintahan (SAP) 1995.
SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus menyusun Standar Pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Oleh karena itulah, BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama ‘Standar Pemeriksaan Keuangan Negara’ atau disingkat dengan ‘SPKN’.

Dengan menyadari bahwa SAP 95 telah tidak mukhtahir, maka kondisi kekinian menjadi titik awal yang perlu diidentifikasikan dalam melakukan penyusunan SPKN ini. Kondisi kekinian tersebut yang menjadi pertimbangan adalah (1) Tuntutan akan akuntabilitas yang makin kencang, inilah yang mendorong SPKN mengatur formulasi pelaporan yang lebih familiar dengan para pengguna. Namun ini bukanlah tugas semata-mata SPKN, namun juga harus dibarengi dengan kesediaan para pengguna LHP BPK untuk memahami dan mempelajari SPKN. Untuk itulah SPKN ini akan BPK muat dalam website BPK dan mendapat nomor ISBN agar mudah diakses di berbagai perpustakaan dan toko buku dan secara internal, Mengaktifkan Kolom SPKN di Majalah Pemeriksa dan Buletin Intern BPK adalah hal yang tak kalah pentingnya. Membuka akses inilah yang akan membawa pengembangan terus menerus atas pentingnya pemeriksaan BPK. (2) kronisnya penyalagunaan kewenangan yang merugiakan keuangan negara atau yang biasa dikenal dengan KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Untuk memenuhi kondisi kekinian tersebut, BPK telah melakukan proses penyusunan SPKN sebagaimana diatur dalam UU maupun kelaziman dalam profesi. Hal hal yang dilakukan untuk mengetahui kondisi kekinian di bidang audit dan pengelolaan yang akan diaudit antara lain (1) penjaringan masukan via web site (2) publik hearing; (3) pertemuan konsultasi dengan pemerintah. Penyusunan SPKN ini telah melalui proses sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang maupun dalam kelaziman penyusunan standar profesi. Hal ini tidaklah mudah, oleh karenanya, SPKN ini akan selalu dipantau perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.


KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP TUGAS DAN PERAN BPK
SPKN merupakan patokan bagi pemeriksa. Pemeriksa adalah profesi yang bernaung dibawah organisasi pemeriksa. Organisasi pemeriksa dijalankan oleh manajemen organisasi. Inilah karakter khusus dari suatu organisasi pemeriksa sebagai organisasi profesi yaitu dibangun dengan dualisme jalur. Jalur pertama yang menjalankan peran utama keberadaan organisasi selanjutnya kita sebut sebagai jalur profesi, sedangkan jalur kedua adalah jalur pengerak/ manajemen organisasi yang selanjutnya kita sebut sebagai jalur struktur. Kedua jalur ini jelas berbeda namun tetap saling beririsan sehingga sulit untuk dipisahkan ibarat seperti dua sisi mata uang. Namun, ketika dua jalur ini sudah berbaur dan tidak lagi dapat dibedakan maka organisasi profesi berada pada titik kronis.


Lahirnya SPKN diperuntukkan bagi BPK. BPK merupakan organisasi Profesi. Dengan demikian baik jalur profesi dan jalur struktur yang ada di BPK harus mengacu pada SPKN. Peruntukkan menjadikan SPKN sebagai patokan diantara dua jalur ini jelas sangat berbeda. Bagi jalur profesi, SPKN jelas menjadi patokannya dalam melaksnakan tugas pemeriksaan. Namun bagi jalur struktur, SPKN ini harus dijadikan patokan untuk mengarahkan kegiatannya agar dapat mendukung dan menunjang tugas utama organisasi yaitu pemeriksaan. Dengan demikian, SPKN haruslah menjadi poros dalam gerak sentrifugal yang harus terbentuk dari semua elemen organisasi BPK yang tugas utamanya sebagai pemeriksa keuangan negara.

Gerak sentrifugal yang terbentuk jelas merupakan daya dorong kemajuan organisasi yang luar biasa menuju visi BPK. Hanya dengan arah tujuan yang sama maka visi itu tidak hanya sebagai mimpi. Nafas ini dirasakan dalam substansi SPKN. SPKN menyatakan bahwa penanggung jawab pemeriksaan keuangan adalah pemeriksa yang memilki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional. Dengan demikian, penangung jawab pemeriksa bukanlah pihak yang berada dalam jalur struktur tetapi dalam jalur profesi. Hasil pemeriksaan keuangan yang telah ditandatangani oleh penangung jawab pemeriksaan tersebut tidak dapat didistribuskan apabila tidak masuk ke dalam jalur struktur organisasi. Oleh karenaya yang memiliki peran sebagai penambah nilai atas hasil pemeriksaan adalah apabila dapat didistribuskan kepada pihak yang akan menindaklanjutinya. Itulah peran surat pendistribusian yang diterbitkan oleh pihak jalur struktur. Untuk menerbitkan surat pendistribusian atau surat keluar itu tentunya perlu mekanisme organisasi yang dijalankan untuk tujuan itu. Ini menunjukkan bahwa SPKN harus digunakan oleh semua elemen organisasi BPK sebagaimana dimanatkan oleh Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 tersebut.

KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP TATA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
SPKN terlahir sebagai amanat eksplisit dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagaimana maksud UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Peraturan Perundang-undangan maka SPKN ditetapkan dengan Peraturan BPK yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, SPKN ditetapkan dengan Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007. Peraturan BPK tentang SPKN ini merupakan peraturan BPK perdana pasca reformasi peraturan perundang-undangan yang ada.

Dengan demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Inilah tonggak sejarah dimulainya reformasi terhadap pemeriksaan yang dilakukan BPK setelah 60 tahun pelaksanaan tugas konstitusionalnya. Dengan demikian, diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapat lebih berkualitas yaitu memberikan nilai tambah yang positif bagi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia seluruhnya.


KEDUDUKAN DAN PERAN SPKN TERHADAP STANDAR PROFESI
Lahirnya SPKN menjadi warna sehingga melengkapi standarisasi pelaksnaan tugas profesi yang ada. Selama ini sektor swasta telah lebih maju di bandingkan sektor publik. Dalam pengelolaan keuangan sektor privat (atau lebih banyak swasta yang terlibat) telah dikenal Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan di bidang pemeriksaannya telah dikenal Standar profesional Akuntan Publik (SPAP) yang keduanya telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntans Indonesia (IAI) sebagi organisasi profesi yang ada dan diakui sampai saat ini.

Di sektor publik, dalam pengelolaan keuangan khususnya pemerintahan, pemerintah telah menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nOmor 24 Tahun 2005. oleh karenya dengan ditetapkannya SPKN dengan Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 melengkapi satandar yang ada tersebut. Terhadap penggunaan standar-standar tersebut dapat digambarkan bahwa sektor publik dalam pengelolaan keuangannya menggunakan dualisme standar yaitu SAP digunakan untuk pengelolaan sektor publik di pemerintahan sebagai kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Sedangkan kekayaan negara yang dipisahkan yang dikelola oleh BUMN/ BUMD/ pihak lain tetap menggunakan SAK demi menjaga peran pemerintah untuk langsung berinvestasi dan membentuk iklim ekonomi yang sehat. Namun SPKN tetap digunakan untuk semua keuangan negara baik pemeriksaan atas pengelolaan kekayaan oleh Pemerintah maupun oleh BUMN/ BUMD.

SPKN MERUPAKAN SPAP PLUS
Perbedaan SPKN dengan SPAP adalah terletak pada karakter pemeriksaan BPK. Karakter pemeriksaan BPK tersebut adalah keharusan pemeriksa BPK untuk merancang prosedur pemeriksaan terhadap kepatuhan yang terkait dengan pemeriksaan yang dilakukan an waspada atas penyimpangan lainnya. Pengujian terhadap ‘Kepatuhan atas peraturan perundang-undangan’ merupakan nilai tambah pemeriksaan yang dilakukan BPK RI selama ini. Hal inilah yang membedakan pemeriksaan BPK dengan pemeriksaan KAP. Oleh karenanya, tidak salah kalau kita sebut pemeriksaan BPK RI adalah pemeriksaan Plus atau pemeriksaan bernilai tambah. Namun pemeriksaan atas kepatuhan tersebut harus dipertimbangkan juga bahwa Pemeriksaan atas kepatuhan merupakan bagian dari pemeriksaan utamanya; yaitu pemeriksaan atas Laporan Keuangan. Jadi menurut pendapat kami, pengujian atas kepatuhan tersebut merupakan ‘tambahan’ bukan utama. Sehingga seyogyanya tidak mereduksi atau bahkan mengeliminasi makna output dari pemeriksaan laporan keuangan yang hanya berupa opini. Adalah terlalu riskan jika auditor diharuskan untuk menjadikan hasil pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan, dan perundang-undangan sebagai satu kesatuan dengan opini atas laporan keuangan. Karena tak ada satu auditor pun yang ‘berani’ untuk menyatakan semua yang dilakukan auditee patuh atau tidak patuh pada peraturan perundang-undangan kecuali auditor yang mungkin ‘nekad’. Memang image yang terbentuk saat ini, jika pemeriksaan itu pasti menemukan penyimpangan atas peraturan perundang-undangan mengingat (1) buruknya SPI dan atau moral pelaku; dan (2) jangan menutup mata jika banyak kriteria peraturan perundang-undangan yang digunakan BPK tidak sejalan dengan apa yang dijadikan dasar oleh auditee. Namun kami optimis, pada suatu saat, akan ada auditee yang patuh sehingga tidak ada lagi penyimpangan (bukankah ini adalah cerminan efektivitas audit BPK). Berdasarkan pandangan tersebut maka konsepsi SPKN menghendaki pemeriksa (1) harus merancang prosedur audit untuk menemukan ketidakpatuhan dalam kerangka audit utamanya (artinya seiring dengan sample yang diambil dalam audit laporan keuangan – transaksi di luar sample belum tentu dapat dicover). Hal inilah dimuat dalam PSP tentang Standar Pekerjaan Lapangan Pemeiksaan Keuangan. (2) harus membuat laporan kepatuhan hanya jika ditemukan adanya penyimpangan. Jika tidak ditemukan penyimpangan maka laporan ini tidak dibuat DARIPADA dibuat namun dilaporkan ’tidak ada penyimpangan yang ditemukan’. Inilah pendekatan negatif dari laporan kepatuhan yang menyajikan ketidakpatuhan bukan kepatuhan.

PEMAHAMAN SPKN UNTUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN bukanlah terletak pada kualitas SPKN-nya melainkan terletak pada kesuksesan dalam penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah tugas kita bersama. Untuk impelementasi itulah dibutuhkan pemahan yang utuh dan tidak parsial atas SPKN. Media sederhana yang dapat dilakukan untuk memulai suatu pemahaman terhadap SPKN adalah melalui sosialisais. Namun, kadang kala sosialisais tidak berjalan efektif karena hanya sekedar penyampaian. Untuk itu, perlu dibuat suatu sosialisasi yang dapat membuat pihak memahami makna SPKN tersebut sehingga tahu apa yang akan dilaksnakaan. Sosialisasi tidak hanya diperuntukkann bagi (1) auditor BPK yang bertujuan agar SPKN dapat diaplikasikan dalam pemeriksaan sehingga outputnya seuai SPKN; (2) auditee BPK bertujuan untuk membantu auditee agar dapat membantu dalam memahami hasil pemeriksaan Auditor BPK; (3) akademisi/ profesi/ dan pemerhati bertujuan untuk mendapat masukan dalam pengembangan baik bersifat koreksi maupun bersifat beradaptasi dengan kondisi terkini. Dengan sinergisitas hasil sosialisasi ketiga pihak tersebut secara baik maka kualitas pemeriksaan BPK RI yang bernilai tambah bagi pihak yang diperiksa dapat terwujud. Ingat pemeriksan bernilai tambah ditentukan oleh tiga faktor simultan dari baiknya kualitas (1) hasil pemeriksaan; (2) kemmapuan untuk memahami hasil pemeriksaan; (3) tindak lanjut atas hasil pemeriksan setelah diadaptasikan dengan kondisi.

Selain itu, penerapan atas SPKN kadang memungkinkan terjadi pebedaan interpretasi dalam memahami SPKN. Dari semua perbedaan yang taerjadi maka pendapat atau interpretasi pihak penyusunalah yang harus diunggulkan. Oleh karenanya diterbitkan interpretasi atas SPKN. Terhadap kondisi yang sedang berkembang dan belum diatur dalam SPKN, sambil menunggu perbaikan atau tambahan untuk SPKN, dapat dibuatkan dulu Buletin atas hal ini.

SPKN SEBAGAI BAGIAN DARI KURIKULUM DIKLAT PEMERIKSA KEUANGAN NEGARA
SPKN sebagai poros dalam setiap gerak elemen organisasi BPK harus dapat terimplenetasi. Oleh karenaya pemahanan dan pengembangan yang terus menerus atas nafas SPKN harus selalu dibangun. Pembangunan SDM salah satu tugasnya dilakukan melalui diklat untuk menghasiklan kualitas pekerjaan yang bernilai tambah sebagai tugas dari auditorat, serta reward dengan career plan yang jelas. . Untuk itulah perlu ada sinergi dengan kurikulum diklat yang ada. Sinkronisasi Substansi SPKN dengan Kurikulum Diklat Pegawai BPK dapat dilakukan melalui (1) Penyusunan Modul Aplikasi SPKN; (2) Pengembangan Kurikulum; dan (3) Diklat tentang SPKN. Dan yang lebih penting ada;ah membangun sertifikasi kompetensi pemeriksa keuangan negara.

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SPKN
Pengembangan Infrastruktur SPKN melalui (1) Revisi PMP dan Juknis/ Juklak Pemeriksaan serta; (3) Penyusunan infrastruktur derivatifnya. Pengembangan ini melibatakan banyak pihak. Untuk dapat mengembangkan, semua pihak yang terlibat harus memiliki kasatuan pemahanan atas apa yang akan dikembangkan. Meskipun dari latar belakang dan fungsi yang berbeda, pengembangan ini dilakukan secara tim. Kita tidak lagi dapat berpikir untuk menjadi super star tetapi harus mulai mengarah menjadi super team.

SPKN SEBAGAI BAGIAN STANDAR PROFESIONAL PEMERIKSA KEUANGAN NEGARA
a. Penyelesaian Kode Etik Pemeriksa Keuangan Negara
b. Standar Evaluasi LHP dari Pengawas/ Pemeriksa luar BPK
c. Standar Penetapan dan Penyelesaian TP/ TGR
d. Standar Pemantauan Tindak Lanjut

SPKN DINAMIS
SPKN tidak menginginkan menjadi suatu dogmatis yang tidak berkembang. Namun penggunaan SPKN harus selalu sejalan dengan semangat dan jiwa yang melatar belakangi lahirnya satu per satu paragraf pada pernyataa satandar pemeriksaan (PSP) tersebut. Oleh karenya apabila terjadi perbedaan pendapat atas makna suatu paragraf maka perlu dibuatkan interpretasi atas pernyataan standar tersebut. Inilah tugas komite SPKN.
Terhadap kondisi yang mempengaruhi teknis penerapan SPKN, komite dapat menerbitkan Buletin Teknis (BULTEK). Keberadaan bultek adalah temporer selama belum ditetapkannya pernytaan standar tentang hal tersebut. Atau dengan kata lain, bultek adalah respon segera atas kondisi lapangan atau cikal bakal suatu kelahiran pernyataan standar (PSP).
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN bukanlah terletak pada kualitas SPKN-nya melainkan terletak pada kesuksesan dalam penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah tugas kita bersama.


***





Tidak ada komentar: