Kamis, 31 Desember 2009

PERINGATAN HUT IKATAN AKUNTAN INDONESIA (IAI) KE-52: DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (DSAK IAI) - LAUNCHING 19 PRODUK DSAK IAI SEBAGAI KOMITMEN INDON

24-12-2009 10:27
Kategori: Info IAI

Pada tanggal 23 Desember 2009, IAI genap berusia ke-52 tahun. Puncak peringatan hari ulang tahun IAI ini ditandai dengan “Penyerahan 19 Produk Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI” yang baru ditetapkan kepada Dewan Pengurus Nasional (DPN IAI).

Sembilan belas PSAK yang diumumkan kepada publik pada hari peringatan HUT IAI ini juga merupakan tonggak satu tahun pelaksanaan program konvergensi standar akuntansi Indonesia dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) pada tahun 2012 yang telah di-launching saat HUT IAI tahun 2008 lalu.

Sembilan belas produk DSAK, diantaranya adalah 10 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), 5 Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), dan 4 Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).

PSAK yang telah disahkan DSAK IAI adalah:
1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entoitas Asosiasi
7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

ISAK yang telah disahkan DSAK IAI:
1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PPSAK yang telah disahkan DSAK IAI:
1. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
2. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
3. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
4. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

Pengesahan 19 produk DSAK IAI merupakan komitmen Indonesia sebagai salah satu negara G 20, kesepakatan Indonesia dalam G 20 yaitu konvergensi standar akuntansi keuangan di Indonesia dengan International Financial Reporting Standards ( IFRS) tahun 2012.

Konvergensi IFRS
Seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis dalam skala nasional dan internasional, IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012.

Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Ahmadi Hadibroto menyatakan: “Langkah startegis menuju keseragaman “bahasa” dalam Akuntansi dan pelaporan keuangan di sektor privat ini merupakan agenda utama profesi Akuntansi secara global. Terciptanya harmonisasi standar Akuntansi global juga menjadi salah satu tujuan dan komitmen kelompok G-20 dalam meningkatkan kerjasama perekonomian dunia”.

Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusaha an yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.

Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Dalam sambutannya, Rosita Uli Sinaga kembali menekankan bahwa konvergensi IFRS ini adalah tugas berat yang harus dijalani. “Yang lebih penting adalah berapa banyak PSAK yang telah dikeluarkan oleh DSAK, namun bagaimana implementasinya pada perusahaan-perusaha an di Indonesia.” Mengamini kalimat Rosita, Ahmadi Hadibroto, Ketua DPN-IAI dalam sambutannya juga meminta semua stakeholders untuk turut serta dalam proses konvergensi ini denganc ara membuat grup-grup diskusi IFRS dalam instansi masing-masing.

Public Hearing Eksposure Draft PSAK
Rangkaian acara peringatan HUT IAI ini diawali dengan Public Hearing Eksposure Draft PSAK, yaitu:
1. PSAK 19 Aset Tidak Berwujud
2. PSAK 23 Pendapatan
3. PSAK 7 Pengungkapan Pihak-pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
4. ISAK 14 Aset Tidak Berwujud – Biaya Situs Web
Public Hearing dihadiri oleh kurang lebih 160 orang dan diskusi hangat terjadi setelah anggota-anggota DSAK memberikan pemaparan atas exposure draft yang diluncurkan hari ini.

Beberapa pertanyaan terkait mengenai aset tidak berwujud yang perubahannya cukup signifikan dari standar Akuntansi yang sebelumnya. PSAK 19 (revisi 2009) misalnya tidak membatasi umur manfaat aset tidak berwujud maksimal adalah 20 tahun. Pernyataan ini juga membagi umur manfaat aset tidak berwujud menjadi terbatas dan tidak terbatas. Seorang peserta dari perusahaan tambang misalnya menanyakan bagaimana menentukan batasan suatu aset tidak berwujud terbatas atau tidak terbatas, terlebih tidak ada umur manfaat maksimum yang disyaratkan oleh PSAK 19 yang baru.

Rosita Uli Sinaga, ketua DSAK menjelaskan bahwa umur manfaat tidak terbatas bukan berarti tidak terhingga. Suatu aset tidak berwujud dapat diketagorikan umur manfaatnya tidak terbatas apabila tidak diketahui batas waktunya pada saat dikaji, namun mungkin saja di masa depan umurnya menjadi terbatas.

Diskusi juga berlangsung hangat mengenai ED PSAK 7 yang baru dimana transaksi antar BUMN kali ini termasuk sebagai related party transaction, hal yang dikecualikan pada PSAK 7 sebelumnya. Masukan dari beberapa peserta yang berasal dari BUMN mecemaskan apakah peryaratan tersebut tidak akan membuat pengungkapan laporan keuangan BUMN menjadi sangat banyak. Roy Iman Wirahardja, salah satu anggota DSAK menjelaskan bahwa persyaratan mengenai pengungkapan transaksi antar BUMN adalah lebih ringan daripada persyaratan pengungkapan untuk related party transaction dengan entitas lainnya.

Diskusi Merancang Visi IAI 2020
Menjelang pelaksanaan Kongres XI IAI tahun 2010, IAI mempersiapkan serangkaian materi membahas dinamika profesi untuk selanjutnya disusun suatu rekomendasi bagi perbaikan organisasi.

Memanfaatkan momentum Hari Ulang Tahun IAI yang ke-52 pada tanggal 23 Desember 2009 ini, IAI melaksanakan kegiatan Diskusi “Merancang Visi IAI 2020” dengan mengundang para tokoh Akuntan untuk memberi masukan secara aktif.

Panelis yang hadir adalah Prof. Dr. Zaki Baridwan, Ito Warsito, Theodorus Tuanakotta, Prof. Dr. Sidharta Utama, Sudirman Said serta Osman Sitorus, dengan Moderator Prof. Dr. Ainun Na’im serta Drs. Mustofa, anggota Dewan Pengurus Nasional IAI.

Acara ini bertujuan untuk:
1. Mengumpulkan ide dan pemikiran dari seluruh unsur IAI mengenai profesi akuntan sehubungan dengan dinamika profesi serta tantangan yang akan dihadapi di masa datang, baik yang bersifat nasional maupun global.
2. Mengevaluasi secara periodik kinerja dan perjalanan profesi akuntan di Indonesia selama 52 tahun sejak berdirinya IAI.
3. Mengkaji efektifitas dan kehandalan organisasi IAI dengan tujuan untuk menjadikan IAI organisasi yang adaptif dan solid dalam menghadapi berbagai tantangan.
4. Menyusun perspektif baru akan grand strategy IAI yang bermuara pada suatu usulan konstruktif bagi perbaikan IAI.
5. Cetak biru pembangunan organisasi profesi akuntan di Indonesia perlu disusun sehingga IAI dapat berperan memberi benefit optimal bagi seluruh pemangku kepentingan

Untuk menjadi organisasi yang solid dan adaptif dalam menghadapi berbagai tantangan dan dinamika profesi, banyak hal yang diidentifikasi harus diperhatikan IAI sebagai upaya penguatan profesi dan peningkatan perannya di masyarakat, diantaranya terkait dengan sertifikasi, keanggotaan, peningkatan kualitas & kualifikasi profesi akuntansi, Pendidikan profesi akuntansi, dan lain-lain.

IAI juga dapat semakin berperan dalam meingkatkan transparansi dan akuntabilitas, berperan dalam pemberi opini imparsial, memberi pencerahan kepada publik, mitra dalam perumusan kebijakan publik, Sumber rekrutmen kepemimpinan nasional, Menjadi masyarakat sipil yang mandiri dan terorganisir, Penopang mekanisme pasar, Akumulasi “intelectual capital” serta menjadi pengelola sinergi antar kelompok profesi.

IAI menjadi organisasi profesi yang diakui secara internasional dan menjadi pejuang praktik good governance dan mempromosikan sustainable development, Mempertahankan core value profesinya, Menjadi pemimpin dalam mempromosikan praktik good governance, Menegakan Etika profesi kepada seluruh anggota, dan kiprah lainnya dalam meningkatkan perekonomian nasional dan berbagai bidang lainnya.

Diskusi diakhiri dengan penunjukan Badan Pekerja Kongres XI IAI yang beranggotakan Ito Warsito, Prof. Sidharta Utama, Osman Sitorus, Sudirman Said serta Cris Kuntadi, untuk mempersiapkan visi IAI 2020 yang akan dibahas pada Kongres IAI November 2010.

DIRGAHAYU IAI!

IAI : KAMI BANGGA MENJADI BAGIAN DARI KISAS SUKSES ANDA
.



Read More......

Bincang-Bincang Menteri Keuangan RI dengan Ikatan Akuntan Indonesia

Grha Akuntan 29 Des 2009.

Penanganan Bank Century: Pengambilan Keputusan yang Akuntabel & Penilaian Sebuah Bank Berdampak Sistemik

Kategori: Info IAI

Menteri Keuangan RI, Dr. Sri Mulyani Indrawati berkunjung ke Grha Akuntan, Jl. Sindanglaya Menteng pada hari Selasa, 29 Desember 2009 lalu. Secara khusus pertemuan dengan profesi akuntansi dilaksanakan oleh Menteri Keuangan didampingi Sekjen Depkeu Mulia Nasution, Ketua Bapepam & LK A. Fuad Rachmany, Irjen Hekinus Manao, serta jajaran pejabat Depkeu lainnya. Merupakan kehormatan bagi IAI untuk dapat berdiskusi langsung & mendapatkan penjelasan Menteri Keuangan mengenai penanganan Bank Century.

Seperti diketahui, isu mengenai Bank Century (Bank Mutiara) menjadi topik paling hangat dibicarakan dan menjadi berita utama berbagai media masa pada kurun waktu akhir tahun 2009. Berbagai kalangan menyikapi isu ini dari berbagai dimensi, antara lain sosial, ekonomi, hukum dan politik. Pro dan kontra atas kebijakan pemerintah, dalam hal ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menetapkan Bank Century sebagai Bank Berdampak Sistemik, sehingga harus diselamatkan melalui suntikan dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp 6,7 triliun rupiah, belakangan mulai santer terdengar seiring dengan merebaknya isu pengucuran dana bailout Bank century kepada pihak-pihak tertentu yang bernuansa politis.


Menkeu mengajak berbagai kalangan untuk memahami lebih dalam dan utuh mengenai permasalahan penetapan Bank Century sebagai bank gagal dan berdampak sistemik oleh KSSK. Melalui paparan kronologis mekanisme saat pengambilan keputusan, diharapkan publik mendapat pemahaman yang lebih luas, bahwa rentannya kondisi perekonomian dunia dan nasional mengharuskan KSSK untuk mengambil keputusan tersebut demi kepentingan yang jauh lebih besar dan penyelamatan perekonomian nasional.

Pada saat itu, sangat disadari sepenuhnya bahwa keputusan penanganan Bank Century ini berpeluang untuk menimbulkan perdebatan di publik. Namun keguncangan perekonomian akibat krisis ekonomi global yang terjadi di beberapa Negara, terutama Amerika, Eropa, dan Asia, mendorong KSSK untuk mengambil kebijakan yang terbaik meskipun disadari memiliki resiko.

Liputan lengkap bincang-bincang dengan Menkeu ini akan kami muat pada Majalah Akuntan Indonesia edisi akan datang yang akan terbit di awal Januari 2010. Namun untuk segera sharing informasi kepada anggota IAI, maka kami muat beberapa materi terlampir yang dapat dijadikan referensi.

Paparan secara rinci dan lengkap proses pengambilan keputusan tentang Bank Century dimuat dalam beberapa buku yang disusun oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan-Depkeu. Terpapar jelas bahwa prosedur dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku, dilandasi dengan niat baik dan pertimbangan demi keselamatan perekonomian nasional. Keputusan dibuat dengan tranparan, kredibel, proporsional tanpa dilandasi kepentingan individu maupun kelompok tertentu.

Semua informasi yang disusun Tim ini dapat dilihat pada lampiran untuk memberi gambaran dan meluruskan kesimpangsiuran di masyarakat, sehingga publik dapat melakukan penilaiannya sendiri. Dokumen ini menguraikan prinsip-prinsip pengambilan keputusan terhadap Bank Century yang dimulai dengan menguraikan secara ringkas kronologis penganganan Bank Century dan peran BI, KSSK dan LPS dalam pengambilan keputusan tersebut. Dokumen ini juga menyajikan tanggapan atas pertanyaan yang muncul terkait laporan hasil pemeriksaan BPK tentang masalah Bank Century, serta pada bagian akhir, tanggapan berdasarkan fakta terhadap beberapa prasangka yang muncul di masyarakat terkait dengan penanganan bank Century.

Melalui buku ini, KSSK mencoba meyakinkan pembaca bahwa kebijakan yang berujung bailout tersebut semata-mata dilakukan untuk menyelamatkan sistem keuangan Indonesia dan telah diputuskan dengan memakai analisis yang optimal, pertimbangan akal sehat yang matang, dan niat yang baik serta tidak adanya conflict of interest.

Semoga dengan penjelasan ini, publik terutama profesi akuntansi yang memegang teguh prinsip profesionalisme dan integritas, dapat memahami permasalahan penanganan Bank Century secara utuh dan jelas.

Read More......

Konsultasi Sektor Publik-03

Redaksi majalah Akuntan Indonesia (AI) membuka ruang konsultasi sektor publik bagi pembaca. Pertanyaan yang dapat diajukan meliputi pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan keuangan negara/daerah. Pertanyaan dialamatkan ke cris.kuntadi@gmail.com atau ke alamat redaksi Kantor IAI Wilayah Jakarta, Gedung Gajah Blok AE Jl. Dr. Saharjo No. 111 Tebet, Jakarta 12810. Telp. 021-83707344, Fax 021-8290324. Harap menyatakan nama, alamat lengkap, dan instansi.


Penyusutan Aset tetap Pemerintah

Yth. Dr. Cris Kuntadi, CPA
Pembimbing Kolom Sektor Publik
Majalah Akuntan Indonesia

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansii Pemerintah, Pernyataan Nomor 07- Akuntansi Aset Tetap Par. 53 disebutkan bahwa "Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan…"
Kemudian pada par. 54 disebutkan sebagai berikut "...Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap."
Selanjutnya pada par. 57 disebutkan bahwa " Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tersebut dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut."

Sampai saat ini banyak instansi pemerintah/lembaga negara yang tidak melakukan penyusutan aset tetap, sehingga laporan keuangan yang disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan tidak seragam. Atau bahkan mungkin seluruh instansi pemerintah/lembaga negara tidak melakukan penyusutan aset tetap dalam laporan keuangannya. Padahal PSAP Nomor 07 ini berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun anggaran 2005.

Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) terakhir sudah memperhitungkan tidak dilaksanakannya penyusutan aset tetap, sehingga aset tetap di sajikan over statement dalam laporan keuangan?
2. Apakah rekomendasi yang applicable dari BPK kepada pemerintah atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, mengenai tidak di patuhinya PP No. 24 Tahun 2005, khususnya PSAP Nomor 07?
3. Instansi/lembaga mana yang berwenang untuk memberikan sosialisasi/pembinaan, agar PSAP Nomor 07 dilaksanakan serempak di seluruh instansi pemerintah? Hall tersebut menyangkut ketepatan waktu pelaporan (per 31 Desember 201X) sebagai laporan keuangan dukungan atas LKPP.
4. Apa maksud kata “dapat disusutkan” pada par. 57? Apakah tidak mengundang ketidakseragaman penyajian aset tetap dalam laporan keuangan pada masing-masing instansi pemerintahan, yang akhirnya berpengaruh pada opini BPK?

Bandung, 14 Desember 2009
Hormat kami,
Supena
Jl. Golf Dalam G4 – Bandung 40294

Jawab:
1. Berdasarkan LHP atas LKPP 2004-2008 (sumber http://www.bpk.go.id), opini atas LKPP masih disclaimer opinion (BPK tidak menyatakan pendapat atas kewajaran LKPP). Permasalahan belum dilakukannya penyusutan aset tetap bukan merupakan hal yang mengakibatkan diberikannya disclaimer opinion atas LKPP.
2. Meskipun belum menjadikan pertimbangan dalam menilai kewajaran laporan keuangan, semestinya BPK mendorong pemerintah segera membuat perlakuan terkait penyusutan aset operasional pemerintah agar nilai aset tetap menjadi wajar (fair). Dan ini akan lebih relevan apabila basis akuntansi yang digunakan adalah full accrual bases, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara agar kinerja keuangan entitas pemerintah dapat diukur secara lebih proporsional.
3. Instansi/lembaga yang berwenang melakukan sosialisasi atas penerapan SAP adalah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Akan tetapi, pembelajaran atas SAP dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kompetensi seperti Departemen Keuangan, lembaga pendidikan, dan organisasi profesi. Perlu kami luruskan bahwa sosialisasi tersebut kurang ada kaitannya dengan ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Pada umumnya, LKKL telah disusun tepat waktu (dua bulan setelah tahun anggaran berakhir).
4. Maksud kata “dapat disusutkan” pada par. 57 adalah bahwa penyusutan aset tetap pemerintah tidak wajib disusutkan. Dengan kata lain, aset tetap pemerintah dapat disusutkan dan dapat juga tidak disusutkan. Karena Pemerintah sampai saat ini belum mempunyai kebijakan akuntansi terkait penyusutan aset tetap, maka frasa ”dapat disusutkan” tidak mengundang ketidakseragaman penyajian aset tetap dalam laporan keuangan pada masing-masing instansi pemerintahan dan tidak berpengaruh pada opini BPK.

Read More......

BPK DAN PEMENUHAN KEBUTUAHAN STAKEHOLDERS

Mustafa Kamal
Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

1. Latar Belakang
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) memiliki mandat yang kokoh di dalam Pasal 23 E – G Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Mandat yang kokoh tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk hasil kerja yang mampu memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders).

Stakeholders BPK yang utama adalah rakyat yang telah memberikan keterwakilannya melalui pemilihan umum kepada lembaga perwakilan (DPR/DPRD dan DPD) serta pemerintah. BPK tidak bekerja semata-mata untuk kebutuhan dirinya – pemenuhan profesionalisme pemeriksaan, tetapi juga memenuhi mandat yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan dan kebutuhan stakeholders tersebut.

Terkait dengan hal tersebut, BPK dipilih dan ditetapkan oleh DPR serta diresmikan oleh Presiden untuk periode kepemimpinan lima tahun. Sehubungan dengan pemilihan dan penetapan BPK periode 2009 – 2014, paper ini disampaikan oleh Penulis sebagai prasyarat pemilihan anggota BPK tersebut. Paper ini fokus pada peran BPK dalam pemenuhan kebutuhan stakeholders-nya.

2. BPK – DPR & DPD - Pemerintah
BPK merupakan satu lembaga negara yang memiliki tugas memeriksa keuangan negara secara bebas dan mandiri. Di dalam pelaksanaan tugas tersebut, BPK berhubungan dengan DPR dan DPD selaku lembaga perwakilan yang memiliki fungsi legilasi, budget dan pengawasan serta Pemerintah selaku pelaksana keuangan negara.


Hubungan tersebut mempengaruhi pelaksanaan tugas masing-masing lembaga negara. Bagi BPK, hubungan dengan DPR dan DPD serta pemerintah berpengaruh terhadap pengelolaan pemeriksaan keuangan negara sebagai berikut:
a. Perencanaan Pemeriksaan
Di dalam penyusunan rencana pemeriksaan, BPK harus melakukan komunikasi secara intensif dengan DPR, DPD dan pemerintah. Hal ini dilakukan agar pemeriksaan yang dilakukan BPK sesuai dengan kebutuhan, perhatian, dan mencapai sinergi dari DPR, DPD, dan Pemerintah.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan juga perlu dikomunikasikan dengan baik dengan DPR, DPD dan Pemerintah. Sesuai standar pemeriksaan yang lazim, BPK perlu meminta tanggapan atas pelaksanaan pemeriksaannya untuk menilai keandalan hasil pemeriksaannya di lapangan serta mengkomunikasikan hambatan yang ditemui.
c. Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Laporan hasil pemeriksaan merupakan produk pemeriksaan yang harus dapat menarik dan dipahami oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.
d. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Keefektifan pemeriksaan terletak pada tindak lanjutnya, sehingga BPK harus aktif memantau tindak lanjut tersebut dan menyampaikannya kepada DPR, DPD, dan pemerintah untuk diambil keputusan yang tepat.

3. Pemahaman terhadap Capaian BPK s.d 2008
BPK yang didirikan tahun 1947 telah mengalami perkembangan luar bisa, setelah reformasi tahun 1999 dan khususnya setelah 2004. Hal ini terlihat dari capaian-capaian yang telah diperoleh BPK sampai dengan akhir 2008.
Secara organisasi BPK telah berkembang dengan perwakilan di setiap propinsi. Hal ini memenuhi amanat UUD 1945 dan sekaligus memudahkan pemenuhan kebutuhan stakeholders baik di pusat (DPR, DPD dan Pemerintah Pusat) maupun di daerah DPRD dan pemerintah daerah.
Pengembangan organisasi BPK tersebut telah didukung oleh DPR dengan menyetujui alokasi anggaran BPK yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan perhatian dan kebutuhan DPR terhadap pekerjaan BPK.
Hasil pemeriksaan BPK yang dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat juga merupakan capaian yang baik. Dukungan upaya pemberantasan korupsi diberikan BPK dengan mengungkapkan kasus-kasus terkait dalam laporan hasil pemeriksaannya yang mudah diakses dan diketahui publik. Selain itu, pengungkapan opini BPK atas laporan keuangan pemerintah dalam laporan hasil pemeriksaan yang dipublikasi mendorong perbaikan transparansi dan akuntabilitas.
Ke depan, capaian BPK tersebut harus ditingkatkan, utamanya untuk menjaga kepercayaan publik dan lembaga perwakilan serta pemerintah terhadap BPK.

4. Strategi Peningkatan Peran BPK Dalam Memenuhi Kebutuhan Stakeholders
Berdasarkan pertimbangan di atas, BPK periode 2009-2014 perlu menyusun strategi untuk memenuhi kebutuhan stakeholders. Hal-hal berikut merupakan usulan terkait dengan strategi tersebut.
a. Visi BPK
“Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang mampu memenuhi mandat dan kebutuhan stakeholders-nya”.
b. Misi BPK
“Menjadi lembaga negara yang memeriksa keuangan negara secara bebas dan mandiri”.
c. Tujuan Strategis BPK 2009 - 2014
1) Pemeriksaan BPK diarahkan pada pemenuhan amanat UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan serta kebutuhan stakeholders;
2) Peningkatan komunikasi dengan stakeholders terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

d. Program Strategis Pemeriksaan
1) Program Strategis Pemeriksaan Sesuai Amanat UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan dan pemenuhan kebutuhan stakeholders, meliputi:
a) Perencanaan Pemeriksaan
(1) Komunikasi dengan stakeholders utamanya DPR/DPRD, DPD, dan publik. Hal ini meliputi masukan dan pendapat serta pembahasan rencana tahunan pemeriksaan BPK.
(2) Pemanfaatan hasil pengawasan intern aparat pengawasan pemerintah untuk perencanaan pemeriksaan dalam rangka mengefisienkan dan mengefektifkan pemeriksaan BPK.
(3) Perencanaan pemeriksaan BPK sejalan dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah yang relevan.
b) Pelaksanaan pemeriksaan
(1) Pengkomunikasian tujuan, lingkup, kriteria, dan temuan pemeriksaan secara jelas dan didukung oleh bukti yang kompeten dan cukup;
(2) Pembahasan temuan secara obyektif dan transparan.

c) Pelaporan hasil pemeriksaan
(1) Penyusunan laporan hasil pemeriksaan yang menarik dan mudah dibaca oleh para stakeholders yang beragam;
(2) Pengkomunikasian laporan hasil pemeriksaan dengan DPR/DPRD dan kepada entitas yang diperiksa.

d) Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan
(1) Pelaporan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang cepat, mutakhir, efisien, dan efektif.
(2) Pengkomunikasian hasil pemantauan tindak lanjut kepada stakeholders..
2) Program Strategis Dukungan Kelembagaan
a) Revitalisasi organisasi BPK yang efisien dan efektif dalam menjalankan fungsi pemeriksaan keuangan negara, yaitu organisasi kantor pusat dan kantor perwakilan BPK di setiap propinsi.
b) Peningkatan kapasitas SDM BPK untuk memenuhi independensi, integritas, dan profesionalismenya.
c) Pengembangan hubungan kelembagaan dan masyarakat.
d) Pengembangan penggunaan teknologi informasi untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pemeriksaan keuangan negara.
e) Pengefektifan alokasi anggaran BPK untuk pemenuhan pemeriksaan sesuai dengan mandat dan kebutuhan stakeholders.

5. Harapan dan Penutup
Pemenuhan mandat dan kebutuhan stakeholders merupakan tantangan utama bagi BPK sebagai lembaga negara. Pokok-pokok pemikiran di atas perlu dijabarkan lebih lanjut bersama-sama pelaksana BPK yang memiliki integritas, independensi, dan profesionalisme.

Read More......

PERAN AKUNTANSI DAN AUDIT DALAM TRANSFORMASI TATA KELOLA (GOOD GOVERNANCE)INSTANSI PEMERINTAHAN YANG AKUNTABEL, TRANSPARAN, DAN BERBASIS KINERJA

Dr. Cris Kuntadi, C.P.A.

PENDAHULUAN
Transformasi paradigmatik pengelolaan keuangan Negara didorong oleh aspek-aspek filosofis yang melandasinya seperti aspirasi, desentralisasi, partisipasi, keadilan, demokratisasi, transparansi, keadilan, dan akuntabilitas, serta nilai uang (value for money). Kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik harus lebih diorientasikan pada penenuhan aspirasi masyarakat dari pada aspirasi pemerintahan atasan. Efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik memerlukan keterlibatan dan peran masyarakat dan bawahan dalam proses pembuatan kebijakan dan tindakan. Perlu dijaga keseimbangan antara tuntutan akan terpenuhinya kewajiban masyarakat sebagai wajib pajak dengan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang memadai.

Perlu ditanamkan kesadaran kepada pejabat dan aparatur pemerintah bahwa dana yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik adalah dana publik yang pengelolaannya mendasarkan pada prinsip ekonomis, efisien dan efektif (3E) serta akuntabel. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara mencakup: perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian/pengawasan.

Hal tersebut di atas merupakan wujud dari good governance yang diterjemahkan sebagai pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, akuntabel, dan efektif dalam pelayanan publik. Ada beberapa karakteristik pada tata kelola yang baik, yaitu: a) fokus pada tujuan organisasi dan manfaatnya bagi masyarakat; b) pelaksanaan secara efektif dengan tupoksi yang jelas; c) mempromosikan nilai-nilai untuk seluruh organisasi dan menunjukkan nilai-nilai good governance melalui perilaku; d) mengambil keputusan yang transparan dan mengelola risiko; e) mengembangkan kapasitas dan kapabilitas lembaga agar efektif; dan f) mempertimbangkan seluruh stakeholder dan menyusun pertanggungjawaban yang realistis.

Isu good governance merupakan salah satu kunci bangkitnya Indonesia dari keterpurukan. Implementasinya harus menyeluruh baik di sektor publik maupun sektor privat. Penyakit korupsi yang kronis di Indonesia juga disebabkan, adanya misgovernance. Dengan demikian, penegakan good governance menjadi mutlak diperlukan. Di antaranya melalui reformasi governance atau tata kelola sektor publik, khususnya yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang bertujuan untuk menigkatkan kinerja dan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan keuangan. Hal ini menciptakan kondisi ideal sesuai dengan amanat UUD 1945.

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE)
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh pemerintah pusat, yang merupakan langkah maju khususnya dalam menata sistem pemerintahannya. Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya. Namun demikian, reformasi akuntansi sektor publik merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya bagi pengelolaan keuangan negara. Reformasi ini, secara substantif mengandung pengertian pengelolaan sumber-sumber daya daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat.

Paket undang-undang bidang keuangan negara telah memberikan landasan/payung hukum di bidang pengelolaan dan administrasi keuangan negara/daerah. Undang-undang ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah.

Otonomi Daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri. Kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat. Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan negara yang baik dalam rangka mengelola keuangan negara secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel.

Perubahan pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju double entry merupakan perubahan yang cukup revolusioner. Kesiapan SDM pada kementerian negara/lembaga (KL) dan daerah umumnya kurang memiliki latar belakang bidang akuntansi. Oleh karena itu, penerapan pendekatan baru ini relatif akan menghadapi banyak kendala yang cukup besar. Meskipun KL dan sebagian pemerintah daerah sudah memiliki software akuntansi, akan tetapi karena penguasaan terhadap akuntansi masih belum memadai, maka kualitas laporan keuangan yang dihasilkan juga menjadi tidak memenuhi kaidah pelaporan keuangan normatif sesuai yang disyaratkan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Sebagai buktinya, selama tahun 2004-2007, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) selalu mendapat opini “Tidak Menyatakan Pendapat” (TMP) atau disclaimer opinion dari BPK. Sedangkan untuk tahun anggaran 2007, laporan keuangan kementrian negara/lembaga (LKKL) menunjukkan opini yaitu: 16 LKKL dengan opini “Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP), 31 LKKL dengan opini “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP), 37 LKKL mendapat opini “Tidak Memeberikan Pendapat” (TMP), dan satu LKKL mendapat opini “Tidak Wajar” (TW).

Data tersebut memperlihatkan buruknya tata kelola keuangan negara yang berarti konsep good governance belum diterapkan secara optimal di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan peran maksimal akuntan dan auditor (pemeriksa) dalam perbaikan sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel untuk terciptanya good governance dan clean government.

PERAN AKUNTAN DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE
Peran akuntan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip good governance termasuk pada sektor Pemerintah. Akuntan dan auditor pemerintah mempunyai kewajiban menerapkan prinsip-prinsip good governance yang meliputi prinsip kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Dalam hubungannya dengan prinsip pengelolaan yang baik, peran akuntan secara signifikan di antaranya:
1. Prinsip kewajaran (fairness)
Laporan keuangan pemerintah dikatakan wajar bila memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa pengecualian dari BPK. Laporan keuangan yang wajar berarti tidak mengandung salah saji material, disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintahan).
Peran BPK sebagai auditor independen memberikan keyakinan atas kualitas informasi keuangan dengan memberikan pendapat yang independen atas kewajaran penyajian informasi pada laporan keuangan. Kegunaan informasi akuntansi dalam laporan keuangan akan dipengaruhi adanya kewajaran penyajian yang dapat dipenuhi jika data yang ada didukung adanya bukti-bukti yang syah dan benar serta penyajiannya yang memadai (full disclosure). Dengan prinsip fairness ini, paling tidak auditor berperan membantu pihak stakeholders (DPR/DPRD, DPD, dan masyarakat) dalam menilai perkembangan dan kualitas tata kelola keuangan negara.

2. Prinsip akuntabilitas
Merupakan tanggung jawab masing-masing kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan yang efektif melalui aparat pengawasan fungsional pemerintah (APIP). Internal audit tersebut mempunyai tugas utama membantu manajemen untuk menjamin terwujudnya kepemerintahan yang baik melalui pengawasan intern yang bertujuan membantu unsur manajemen pemerintahan dalam meningkatkan kinerjanya diantaranye dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas informasi dalam laporan keuangan, laporan operasional serta parameter yang digunakan untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut. Untuk alasan itu, profesi akuntan sangat diperlukan dan mempunyai peranan penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas.

3. Prinsip transparansi
Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan stakeholders akan sangat tergantung pada kualitas penyajian informasi yang disampaikan pemerintah. Oleh karena itu pejabat pengelola keuangan dituntut menyediakan informasi jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator yang sama. Untuk itu informasi yang disajikan pemerintah harus diukur, dicatat, dan dilaporkan sesuai prinsip dan standar akuntansi yang berlaku. Prinsip ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian yang lengkap atas semua informasi yang dimiliki.

4. Prinsip responsibilitas
Prinsip ini berhubungan dengan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat/warga negara. Prinsip ini juga berkaitan dengan kewajiban untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara antara lain menyatakan bahwa Pemerintah (pusat dan daerah) wajib membuat pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Laporan keuangan ini terdiri atas Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal ini menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif. Kemampuan ini memerlukan informasi akuntansi sebagai salah satu dasar penting dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya ekonomis. Laporan-laporan ini dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur akuntansi yang integral dan terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah.

Sistem akuntansi pemerintah harus ditunjang dengan pembenahan tata kelola keuangan daerah lainnya, yang mendukung upaya penyempurnaan sistem. Sumber daya manusia pelaksana sistem harus diberikan pemahaman yang memadai, pengguna laporan keuangan (stakeholders) juga harus memahami peran dan fungsinya, serta bagaimana memanfaatkan laporan keuangan.

PERAN BPK DALAM PENEGAKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara merupakan pondasi utama bagi terciptanya good governance yang merupakan persyaratan mutlak dalam demokrasi dan ekonomi yang sesungguhnya. Transparansi dan akuntabilitas juga merupakan faktor utama agar Indonesia tidak terperosok dalam krisis seperti 1997-1998. Indonesia saat ini harus berjuang agar tidak terkena dampak berkelanjutan dari krisis ekonomi global. Dalam keadaaan kurang berfungsinya kebijakan moneter, semakin besar harapan ditujukan pada kebijakan fiskal mengatasi krisis dan menggerakan perekonomian.

Kebijakan fiskal saat ini sulit mencapai tujuan yang diharapkan tanpa transparansi dan akuntabilitas fiskal. Di sisi lain, masih ada aturan perundang-undangan yang saling bertentangan, seperti UU Perpajakan atau adanya lembaga negara yang tidak taat pada hukum. Hal-hal tersebut mengakibatkan pembatasan pemeriksaan.
Pemerintah juga dinilainya sangat lamban menindaklanjuti rekomendasi dan saran pemeriksaan BPK, padahal perbaikan tata kelola keuangan negara merupakan kunci pokok bagi pencegahan korupsi secara preventif.

Salah satu contoh kelambanan pemerintah adalah ditemukannya ribuan rekening liar, termasuk rekening pribadi pejabat negara yang sudah lama meninggal dunia, dan akibat ketiadaan konsolidasi keuangan yang baik, pemerintah tidak tahu posisi keuangan setiap saat. Pemeriksaan BPK menemukan peningkatan jumlah rekening liar dari 957 pada 2004 menjadi 2.240 rekening dengan nilai sebesar Rp1,3 triliun pada 2007.

Contoh lain adalah jadwal waktu pengeluaran belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah. BPK menemukan bahwa terjadi penumpukan anggaran baik di pusat maupun di daerah, dan realisasi pengeluaran anggaran baru berlangsung menjelang kuartal keempat tahun anggaran, terutama bulan Desember. Di samping itu, belum adanya program yang terpadu dari pemerintah untuk mengimplementasikan paket ketiga UU Bidang Keuangan Negara, sehingga kualitas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah empat tahun terakhir jauh dari menggembirakan.

Oleh karena itu, BPK telah mengambil enam inisiatif (beyond its call of duty) untuk mendorong percepatan pembangunan sistem pembukuan dan manajemen keuangan negara. Keenam inisiatif itu adalah:
1. Pemerintah daerah menandatangani manajemen representatif.
2. Pemerintah daerah menentukan kapan mencapai oponi WTP (wajar tanpa pengecualian).
3. Pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP untuk memperbaiki sistem keuangan daerah.
4. Mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum (BLU) BUMN, agar menjadi lebih mandiri dan korporatis.
5. DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik untuk mendorong pemerintah daerah dan menindaklanjuti temuan BPK.
6. dalam lingkungan makro, ditingkat Departemen, Depdagri, Depkeu dan departemen teknis berkoordinasi untuk menyusun suatu desain dalam melaksanakan paket tiga UU Keuangan Negara tahun 2003-2004.

Keenam inisiatif BPK itu telah mulai menunjukkan tanda-tanda yang positif, dan berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah telah menyusun program aksinya masing-masing untuk meningkatkan opini BPK atas laporan keuangan mereka. Walaupun kondisi umum pengelolaan keuangan negara dan daerah masih menunjukan berbagai kelemahan. BPK menilai terdapat beberapa institusi pemerintahan yang telah mampu memperbaiki kelemahan-kelemahannya.




Read More......

TITIK KRITIS KEDUDUKAN KEUANGAN DPRD

Oleh Dr. H. Cris Kuntadi, C.P.A.

Akhir-akhir ini banyak timbul masalah penyimpangan belanja DPRD baik pada tingkat lokal Sumsel maupun secara nasional. Sebut saja kasus Dana Operasional, perjalanan dinas dan asuransi kesehatan DPRD Sumsel, anggaran pakaian adat DPRD Banyuasin, kelebihan penghasilan DPRD OKI dan DPRD Pagaralam, dan lain-lain baik yang belum diproses kejaksaan/pengadilan maupun yang telah ditetapkan vonisnya (dipenjara atau bebas). Mengacu pada kasus-kasus tersebut, penulis bermaksud menelaah permasalahan terkait dengan kedudukan keuangan DPRD dengan harapan permasalahan tersebut dapat dihindari atau diminimalisasi.
Kedudukan keuangan DPRD diatur dengan PP No. 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD yang ditetapkan tanggal 28 Agustus 2004. PP tersebut kemudian diubah dengan PP No. 37 tahun 2005 tentang Perubahan PP No. 24 tahun 2004. Dalam PP tersebut, belanja penghasilan DPRD dianggarkan dalam pos DPRD, sedangkan belanja tunjangan kesejahteraan, uang jasa pengabdian, dan belanja penunjang kegiatan DPRD dianggarkan dalam pos Sekretariat DPRD.

Beberapa titik kritis kedudukan keuangan DPRD adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan Tetap Pimpinan dan Anggota DPRD
Penghasilan tetap DPRD sifatnya limitatif dalam arti tidak boleh ditambah baik jenis maupun besarannya. Apabila ada tambahan penghasilan DPRD yang dilakukan dengan menambah jenis tunjangan dan/atau menambah besarnya tunjangan maka telah melanggar hukum. Tunjangan Perbaikan Penghasilan juga tidak diperkenankan dianggarkan untuk DPRD. Penghasilan yang diperkenankan hanyalah Uang Representasi, Uang Paket, Tunjangan Jabatan (145% dari uang representasi), Tunjangan Panitia Musyawarah, Tunjangan Komisi, Tunjangan Panitia Anggaran, Tunjangan Badan Kehormatan, dan Tunjangan Alat Kelengkapan Lainnya.
a. Uang Representasi Ketua DPRD setara dengan gaji pokok kepala daerah, wakil ketua sebesar 80% dan Anggota DPRD sebesar 75% dari representasi Ketua DPRD. Disamping itu, Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan tunjangan istri/suami dan tunjangan anak serta tunjangan beras sebagaimana PNS. Tunjangan istri/suami, tunjangan anak, dan tunjangan beras diberikan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sesuai dengan keadaan keluarganya dalam arti apabila anggota DPRD belum berkeluarga maka tidak berhak atas tunjangan istri dan anak.
b. Uang Paket adalah uang yang diberikan setiap bulan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD dalam menghadiri dan mengikuti rapat-rapat dinas. Besarnya uang paket adalah 10% dari Uang Representasi yang bersangkutan. Sehubungan dengan uang paket tersebut maka Pimpinan dan Anggota DPRD tidak lagi berhak atas honor dalam menghadiri rapat-rapat dinas.
c. Pimpinan atau Anggota DPRD yang duduk dalam Panitia Musyawarah/Komisi/Panitia Anggaran/Badan Kehormatan/Alat kelengkapan lainnya diberikan tunjangan masing-masing sebesar 7,5%, 5%, 4%, dan 3% dari Representasi Ketua DPRD untuk ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota.
d. Penghasilan DPRD dikenakan PPh Pasal 21 sesuai PP No. 45 tahun 1994 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 636/KMK.04/1994 tentang PPh bagi Pejabat Negara, PNS, ABRI, dan Pensiunan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. PPh Pimpinan dan Anggota DPRD yang dibebankan pada APBD dianggarkan pada objek belanja tunjangan khusus.

2. Pimpinan dan Anggota DPRD beserta keluarganya (istri/suami dan 2 anak) diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan dalam bentuk pembayaran premi asuransi kesehatan kepada Lembaga Asuransi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Besarnya premi asuransi paling tinggi sama dengan besarnya premi asuransi Kepala Daerah termasuk biaya general check-up satu kali dalam setahun bagi Pimpinan dan Anggota DPRD. Jaminan kesehatan tersebut tidak boleh diambil secara tunai dan tidak boleh untuk asuransi jiwa (hanya asuransi kesehatan saja). Biaya general check-up hanya untuk Pimpinan dan Anggota DPRD dan tidak untuk istri/suami dan anak serta menjadi bagian dari premi asuransi yang dibayarkan.

3. Pimpinan DPRD disediakan satu rumah jabatan beserta perlengkapannya dan satu unit kendaraan dinas. Anggota DPRD dapat disediakan satu rumah dinas beserta perlengkapannya (Anggota DPRD tidak dapat disediakan kendaraan dinas). Pimpinan DPRD diberikan rumah jabatan dan Anggota DPRD disediakan rumah dinas. Biaya daya dan jasa (air, listrik, dan telephon) rumah jabatan dapat dibebankan pada APBD dan hal tersebut tidak berlaku untuk rumah dinas.

Apabila Pemda belum dapat menyediakan rumah jabatan/dinas, kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan yang diberikan dalam bentuk uang (tidak perlu surat perjanjian sewa rumah) dan dibayarkan setiap bulan terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji. Pemberian tunjangan perumahan dianggarkan dalam pos DPRD dan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Berarti, Kepala Daerah yang mempunyai kewenangan penetapan tersbeut dan bukan DPRD. Tunjangan perumahan DPRD Kabupaten/Kota harus lebih rendah dibandingkan dengan tunjangan perumahan DPRD Provinsi di daerah yang sama. Besarnya tunjangan perumahan juga tidak boleh lebih besar dari penghasilan DPRD yang bersangkutan. Hal ini menganalogikan dengan penghasilan seseorang yang sebagian digunakan untuk sewa rumah. Atas tunjangan perumahan tersebut dikenakan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pribadi anggota DPRD karena bukan bagian pokok penghasilan DPRD tetapi merupakan penghasilan lain-lain.

4. Pemberian pakaian dinas sifatnya limitatif yaitu hanya Pakaian Sipil Harian (2 pasang setahun), Pakaian Sipil Resmi (1 pasang setahun), Pakaian Sipil Lengkap (1 pasang dalam lima tahun), dan Pakaian Dinas Harian lengan panjang (1 pasang setahun). Dengan demikian, pemberian pakaian adat, pakaian olah raga, baju batik, dan pakaian lainnya adalah melanggar peraturan perundangan.

5. Belanja Penunjang Kegiatan disediakan untuk mendukung kelancaran tugas, fungsi dan wewenang DPRD yang telah disusun berdasarkan Rencana Kerja yang ditetapkan Pimpinan DPRD antara lain untuk rapat-rapat, kunjungan kerja, penyiapan Raperda, pengkajian, dan penelaahan peraturan daerah, Peningkatan SDM dan profesionalisme, serta Koordinasi dan konsultasi kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan. Belanja penunjang kegiatan tidak diperkenankan untuk menambah penghasilan baik berupa tunjangan, honor, insentif maupun dalam bentuk lainnya. Belanja tersebut harus didukung dengan bukti-bukti sah dan tidak boleh hanya didukung dengan tanda terima oleh Pimpinan dan Anggota DPRD saja.

6. Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam PP, dinyatakan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa apabila ada belanja DPRD yang menyimpang baik dalam penganggaran, pengelolaan, dan pertanggungjawabannya menyimpang dari PP, salah satu unsur Tindak Pidana Korupsi yaitu adanya unsur melawan hukum telah terpenuhi. Apabila hal tersebut berakibat merugikan keuangan daerah dan menguntungkan diri dan/atau orang lain, maka tindakan tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi.

7. Sehubungan dengan PP tersebut, bagi Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Perda tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD atau telah menetapkan Perda tetapi belum sesuai dengan PP tersebut agar segera menetapkan/melakukan perubahan Perda dan menyampaikannya kepada Menteri Dalam Negeri untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kota.
Dengan patokan tersebut, diharapkan Pimpinan dan Anggota DPRD ke depan tidak akan mengalami banyak permasalahan sehubungan dengan penghasilannya sebagai wakil rakyat yang aman dan amanah. Aman dalam arti tidak terjebak oleh penghasilan yang tidak legal yang akan membawa pada konsekuensi hukum yang tidak mengenakkan. Pimpinan dan Anggota DPRD juga diharapkan akan tetap amanah dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, meskipun dibatasi dengan peraturan perundangan yang berlaku agar tidak terkesan menjadi orang yang ‘tidak tahu aturan.’





Read More......

Senin, 26 Oktober 2009

Berpikirlah Sejak Anda Bangun Tidur

Mari kita selingi ibadah qta dengan ilmu..

(HARUN YAHYA)

Tidak diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya berpikir.

Terpampang sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:

"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)

Setelah membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.

Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.

Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.

Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat. Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah.

Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19)

Bagaimana kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Ar-Ruum, 30: 54)

Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.

Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda.

Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.

Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.

Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.

Read More......

Rabu, 07 Oktober 2009

TKIT & SDIT ULIL ALBAB PALEMBANG

PALEMBANG,SRIPO-Berbagai cara dilakukan pihak sekolah untuk menarik dan mencari bakat para anak didiknya. Seperti yang dilakukan lembaga pendidikan TKIT & SDIT Ulil Albab, kamis-jum'at (17-18 Mei 2009). Dengan menggelar ekspo yang menampilkan kebolehan para peserta didik.

Kegiatan yang berlangsung dengan digelar berbagai lomba seperti cerdas cermat, pembuatan alat peraga edukatif, peragaan busana, hafalan ayat pendek, mewarnai, membaca untuk anak TK, dan berbagai lomba lainnya tersebut dikhususkan bagi anak pra sekolah dan SD Islam di Palembang." Acara ini kami tujukan untuk anak-anak usia play group SD Islam se-Palembang dengan tujuan dapat menjalin silaturahim antara sekolah Islam yang ada di Palembang." kata Ketua Yayasan CM Nusantara Lembaga Pendidikan Ulil Albab, Siti Munfaridah, S.Sos.

Menurutnya, kegiatan yang merupakan agenda tahunan tersebut ditujukan bagi kemajuan dan meningkatkan minat anak.Sehingga mereka memiliki keberanian untuk tampil dimuka umum untuk melihat kebolehannya.



Read More......

Selasa, 15 September 2009

Perolehan Suara Pemilihan Anggota BPK RI

Hasil voting Komisi XI DPR RI pada 11 September 2009 untuk calon Anggota BPK RI adalah sebagai berikut.

Tujuh orang terpilih adalah: Hasan Bisri (44), Hadi Purnomo (43), Gunawan Sidauruk (32), Rizal Djalil (32), Moermahasi SD (30), Taufiqurachman Ruki (27), Dharma Bhakti (26).

Dari tujuh nama calon Anggota BPK yang memperoleh suara terbanyak, telah diputuskan dalam Sidang paripurna DPR sebanyak lima orang. Dua orang yang belum diputuskan adalah Dharma Bhakti (Sekjen BPK) dan Gunawan Sidauruk (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat) karena masih menunggu putusan MA terkait statusnya sebagai pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

Perolehan lainnya: Tengku M. Nurlif (22), Ali Masykur Musa (20), Achmad Sanusi (14), bahrullah Akbar (13), Sudin Siahaan (10), Baharudin Aritonang dan Khairiansyah Salman (9), Yunus Yosfiah dan Soekoyo (8), Syafri Adnan Baharuddin (7), Erry Riyana H (4), Lalu Misbach dan Sugiarto (3), Muhammad Syarifudin (2).
Calon yang mendapat masing-masing satu suara adalah: Daeng M Nazier, Joko Susanto, Supomo Prodjoharjono, Tarmizi, dan Zindar Kar Marbun.

Calon lain yang tidak mendapat suara: Bambang Pamungkas, Budi Purwadi, Dasep Abdul Fatah, Dewi Hanggraeni, Durry Panggabean, Eko Sembodo, Ela Nurlela, Fachry Alusy, Farid Prawiranegara, Hening tyastanto, Agn. Anindya Wirawan, Ivone C. Naley, Widodo Hario Mumpuni, Maksum Khandari, NID Egam, Otto Sudarmadji, Soemardjito, Suharto, Surachmin, Teuku Raja Syahnan, Ujang Bahar.

Read More......

Senin, 07 September 2009

MURID GENDIT “DIPAPUAKAN”

Oleh: Dr. Cris Kuntadi, M.M., CPA.

“Satu tim pemeriksa ditugaskan memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) suatu pemda yang jarak tempuh dari kantor perwakilan minimal tiga hari perjalanan. Jumlah hari pemeriksaan dalam surat tugas bagi penanggung jawab, pengendali teknis, dan tim pemeriksa masing-masing selama 2 hari, 5 hari, dan 25 hari. Dengan keterbatasan waktu pemeriksaan, lokasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berjauhan, dan keamanan yang tidak terjamin, ketua tim dengan sepengetahuan pengendali teknis dan penanggung jawab hanya melakukan pemeriksaan pada Bagian Keuangan.” Gendit memaparkan studi kasus kepada CPNS dalam diklat Auditor Ahli di Balai Diklat Yogyakarta.

“Atas kondisi tersebut, opini apa yang pantas diberikan terhadap LKPD pemda tersebut?” Tanya Gendit.

“Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini akan mendapat bonus nilai dan dijamin lulus mata ajar ini.” Gendit melanjutkan. Seketika itu, kelas ramai karena peserta diklat berusaha mencari dan mereka-reka jawaban. Mereka tertarik dengan bonus yang ditawarkan Gendit.

“Yang bisa menjawab dengan benar, akan ditempatkan di Perwakilan Papua.” Gendit menambahkan iming-iming “bonus” kepada peserta.

Kelas yang tadinya ramai oleh peserta yang sedang merangkai jawaban, mendadak senyap. Para CPNS tidak tertarik dengan “bonus” yang kedua, bahkan terlihat sangat ketakutan dengan “bonus” tersebut. Semua menundukkan kepala makin dalam sambil berusaha mencari tempat persembunyian yang lebih aman untuk jari telunjuknya agar tak terlihat.
“Silakan, siapa yang mau menjawab, Ana, Ari, Dede, Eko, ...?” Gendit berusaha membangunkan satu per satu CPNS yang semuanya tidak bergeming dengan pertanyaan yang diajukan.


“Untuk menjangkau daerah yang diperiksa, pertama kali tim harus naik pesawat DC-9 (diisi sembilan orang, Red). Setelah itu dilanjutkan dengan kapal yang jadualnya dua kali sebulan, charter mobil dan atau ojek.” Gendit berusaha memancing jawaban.

“Saudara-saudara tahu, dalam dua tahun terakhir ini, telah terjadi 15 kali kecelakaan pesawat. Sebelumnya pesawat Merpati menewaskan seluruh penumpang dan awak sebanyak 15 orang. Terbaru, pesawat charter yang mengangkut turis Australia juga hilang pada 10 Agustus 2009 dan belum ditemukan sampai saat ini.” Gendit menambahkan kondisi studi kasus dengan harapan ada peserta yang menjawab.
Tidak ada satupun CPNS yang mengangkat tangan untuk menjawab.

Gendit sengaja membiarkan kelas terus sunyi. Sampai pada menit ke-20, Gendit berteriak, “SEMUA PESERTA TIDAK LULUS.”

Sontak, ramailah kelas dengan pernyataan TIDAK LULUS dari Gendit. Mereka terlihat akan memprotes pernyataan Gendit.

“Kalian sudah menandatangani kontrak dengan BPK tentang kesediaan penempatan di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, hanya dengan ungkapan penempatan di Papua, semuanya terdiam. Saya yakin kalian dapat menjawab kasus ini tetapi sengaja tidak mau menjawab. Padahal Saudara semua tahu, apalah arti statement saya terkait penempatan. Saya belum menjadi Kepala Biro SDM. Apalagi, penempatan pegawai menjadi wewenang Sekretaris Jenderal.” Gendit berusaha mematahkan kemauan protes dari peserta diklat.

“Maaf pak, kenapa Bapak setega itu memperlakukan kami? Kami tidak takut ditempatkan di Papua, apalagi untuk maksimal hanya tiga tahun. Kami bahkan mendengar beberapa pejabat enggan dipindahkan meskipun sudah waktunya dapat dipindahkan. Kami yakin ada “kenikmatan” tersendiri di Papua.” Jawab Agustina ’Lady Rocker’ Sitohang dengan berapi-api.

“Lalu kenapa tidak ada yang berani menjawab?” Gendit juga penuh emosi.

“Kami idak menjawab kasus tersebut karena ingin protes. Ngapo cuma kami yang “diiming-imingi” penempatan di Papua? Yang menandatangani kontrak kesediaan ditempatkan di seluruh Indonesia adalah PNS BPK galo (Red, galo = semua), bukan hanya CPNS. Banyak pegawai, terutama pegawai betino di kantor Pusat yang idak mau mengaudit ke luar provinsi (DKI). Nah kalau dio ditempatkan di daerah, otomatis mereka idak akan ke luar dari provinsi tempat kedudukan. Sesuailah dengan harapan-nyo.” Sergah Thasmia ’Wong Kito Galo’ dengan dialek Palembang yang kental.

“Dari mana kalian tahu ada ibu-ibu yang tidak bersedia ditugaskan memeriksa di luar DKI?” Tanya Gendit bingung.

“Kan Bapak sendiri yang nulis Gendit dan Auditor Perempuan. Ibu-ibu itu saja yang ditempatkan di Perwakilan luar Jawa. Apalagi mereka belum pernah merasakan “nikmatnya” dinas di luar DKI. Dijamin mereka akan krasan.” Titik Puspitasari yang penempatan di AKN II memberikan usulan.

“Boleh juga tuh usulnya. Semoga para pengambil kebijakan membaca tulisan ini dan mempergilirkan pejabat dan auditor yang belum pernah di daerah untuk diberi tempat ”yang layak” di luar Jawa. Ternyata banyak auditor dan pejabat yang sudah belasan tahun tidak pernah mutasi. Dan, kalian murid-muridku yang pintar, penempatan kalian tidak akan ditentukan oleh Gendit. Faham?” Gendit berlalu sambil bersiap-siap menuju bandara Adi Sutjipto dengan diantar pak Kendro yang akan pindah ke Palembang ba’da lebaran. Tak lupa, bu Mamik dan mba Ayudha mengiringi Gendit sampai pintu gerbang MMTC.



Read More......

Konsultasi Sektor Publik - 02

Diasuh oleh Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Pertanyaan-01
Pengakuan persediaan yang bersumber dari APBN


Mas Cris yang kami hormati, Dinas Kesehatan Pemkab Way Kanan menerima Tugas Pembantuan (TP) berupa obat-obatan dari Departemen Kesehatan. Menurut informasi Kepala Dinas Kesehatan, obat-obatan tersebut bersumber dari mata anggaran pengeluaran (MAK) 57 (Bantuan Sosial) dari APBN. Apabila pada akhir tahun anggaran (31 Desember) ternyata obat-obatan tersebut masih tersisa, bagaimana kami harus memperlakukan persediaan obat-obatan yang bersumber dari Tugas Pembantuan Departemen Kesehatan?
Terima kasih.

Kusuma Anakori, S.E., M.A.P.
Kabid Anggaran Pemkab. Way Kanan, Lampung

Jawab-01
Mba Kori, berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 05 tentang Persediaan, persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Dari pengakuan persediaan tersebut, maka obat-obatan yang berada pada Dinas Kesehatan dan bersumber dari MAK 57 Bantuan Sosial dapat disajikan sebagai persediaan di neraca pemda. Hal ini mengingat bahwa Departemen Kesehatan sebagai entitas yang memberikan bantuan sosial tidak mencatat obat-obatan yang telah diberikan ke daerah sebagai persediaan. Pemda perlu mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai sumber persediaan obat-obatan tersebut agar pembaca laporan keuangan dapat memahami secara memadai.


Pertanyaan-02
Lelang terbuka yang diikuti hanya oleh tiga penawar

Yth. Dr. Cris Kuntadi,
Salah satu dinas di pemerintah provinsi kami melakukan tender pengadaan barang tertentu dengan nilai milyaran rupiah. Karena nilainya di atas Rp100 juta, maka dilakukan melalui lelang terbuka. Pengumuman lelang secara terbuka sudah dilakukan dan terdapat tujuh perusahaan yang memasukkan penawaran. Empat perusahaan memasukkan surat penawaran sebelum hari terakhir penutupan penawaran dan tiga perusahaan memasukkan pada hari terakhir batas pengajuan penawaran. Pada saat hari pembukaan penawaran, ada kejadian di mana terjadi kehilangan empat berkas penawaran sehingga yang tersisa hanya tiga berkas penawaran dari tiga perusahaan yang mengajukan pada hari terakhir batas pengajuan penawaran. Atas kejadian tersebut, apa yang seharusnya dilakukan panitia pengadaan? Apakah kami dapat memutuskan pemenang di antara tiga penawar? Sebagai informasi bahwa tiga perusahaan penawar yang berkasnya ada, akan melakukan protes jika dilakukan tender ulang.
Atas jawaban yang Bapak berikan, kami ucapkan terima kasih.

Muhammad Ridwan, S.H., M.H.
Sekretaris Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat
Jl. Sutan Syahrir, Kota Baru, Pontianak

Jawaban-02
Proses lelang terbuka dapat dilakukan apabila ada lebih dari tiga perusahaan yang mengajukan penawaran dan memenuhi syarat. Apabila dalam lelang terbuka ternyata hanya ada tiga penawar, maka proses lelang harus diulangi, apapun alasannya. Dalam kasus yang Bapak tanyakan, panitia pengadaan harus melakukan proses tender ulang, karena ketidakcukupan penawaran yang masuk. Atas kejadian hilangnya empat berkas penawaran, sebaiknya panitia mengajukan hal tersebut kepada aparat kepolisian.


Pertanyaan-03
Akuntabilitas BPK, siapa yang memeriksa?

Terima kasih atas dibukanya rubrik Konsultasi Sektor Publik di majalah Akuntan Indonesia. Rubrik ini dapat menjembatani kami selaku dosen pada Universitas Widyatama yang sedang merintis program akuntansi sektor publik karena kami sering mendapat pertanyaan seputar akuntansi dan audit sektor publik.
Pada kesempatan ini kami ingin menanyakan siapa/lembaga mana yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan dan kegiatan BPK? Jika ada, apa hasil pemeriksaan lembaga tersebut? Pertanyaan ini menggelitik kami karena selama ini yang kami tahu, BPK selalu melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada Pemerintah Pusat, kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD.

Yane Devi Anna, S.E., M.Si., Ak.
Jl. Pacuan Kuda I No. 65 Bandung

Jawaban-03
BPK sebagai lembaga negara yang bertugas menegakkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara tentunya harus memberikan contoh yang baik kepada entitas yang diperiksa. Hal tersebut telah dilakukan BPK dengan mengedepankan semboyan “lead by exampel” atau meminjam istilah Ki Hajar Dewantoro “ing ngarso sung tulodo” yang maknanya di depan memberikan contoh/tauladan.
Secara internal, BPK diawasi oleh unit eselon 1 yaitu Inspektorat Utama yang secara rutin melakukan fungsi pengawasan intern. Secara eksternal, pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik tersebut ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan tiga nama akuntan publik. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU No. 15 tahun 2006 tentang Badan pemeriksa Keuangan Pasal 32. Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan BPK oleh akuntan publik tahun 2006 s.d. 2008 adalah sebagai berikut.
Tahun 2006 oleh KAP Hadori dan Rekan dengan opini WDP karena BPK belum melakukan penilain kewajaran saldo awal asset tetap.
Tahun 2007 oleh KAP Hadori dan Rekan dengan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan karena BPK telah menilai kewajaran saldo awal asset tetap tetapi masih tersisa 1,99% dari total asset.
Tahun 2008 oleh KAP Wisnu B. Soewito & Rekan dengan opini WTP.

Di samping itu, untuk menjamin mutu pemeriksaan BPK dilaksanakan sesuai standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh BPK negara lain yang menjadi anggota organisasi BPK se-dunia. Inilah yang menjadikan BPK RI berada dalam urutan terdepan dalam akuntabilitas karena tidak saja diperiksa oleh akuntan publik, tetapi juga direviu kinerjanya oleh BPK negara lain. Reviu kinerja oleh BPK negara lain juga diamanatkan dalam UU No. 15 tahun 2006 Pasal 33. Pada 2004, BPK RI direviu kinerjanya oleh BPK New Zealand dan pada 2009 direviu oleh BPK Belanda yang hasilnya ”sangat positif.”


Pertanyaan-04

Pertanggungjawaban bupati terlambat diterima DPRD

Pada Agustus 2009, kami dari DPRD belum menerima laporan pertanggungjawaban Bupati yang menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara seharusnya sudah kami terima selambat-lambatnya bulan Juni. Bupati menjelaskan bahwa laporan keuangan masih dalam pemeriksaan BPK RI sehingga laporan pertanggungjawaban belum dapat disampaikan. Kami memperoleh informasi bahwa laporan keuangan tersebut baru disampaikan Bupati kepada BPK RI pada awal Juli 2009. Sampai kapankah kami harus menunggu laporan pertanggungjawaban yang laporan keuangannya sedang dperiksa BPK?

NN
Anggota DPRD

Jawaban-04
Ada beberapa patokan dalam penetapan waktu penyusunan, pemeriksaan, dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah. Pemerintah daerah menyusun laporan keuangan selambat-lambatnya pada 31 Maret dan pemeriksaan oleh BPK selama dua bulan atau selesai pada 31 Mei. Dalam hal laporan keuangan terjadi keterlambatan penyelesaian, maka secara otomatis BPK akan tertunda pelaksanaan pemeriksaannya. Batas waktu pemeriksaan yang menjadi patokan adalah dua bulan sejak laporan keuangan diterima.
Pada kasus yang Bapak/Ibu sampaikan, di mana laporan keuangan baru disampaikan ke BPK pada awal Juli 2009 maka BPK harus dapat menyelesaikan pemeriksaan dan memberikan opini selambat-lambatnya pada akhir Agustus 2009. Apabila BPK belum dapat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan tepat waktu (dua bulan) maka bupati dapat mengajukan pertanggungkawaban keuangannya tanpa adanya pemeriksaan BPK. DPRD juga dapat mengesahkan pertanggungjawaban bupati meskipun tidak didasarkan pada laporan keuangan auditan. Akan tetapi, apabila pemeriksaan BPK dirasakan manfaatnya, sebaiknya DPRD mendesak BPK untuk segera menyelesaikan pemeriksaan sehingga pertanggungjawaban bupati didasarkan pada laporan keuangan auditan.





Read More......

Jumat, 04 September 2009

MEMBANGUN AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI REFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Paket Undang-undang tentang Keuangan Negara telah selesai diundangkan yaitu Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU KN), Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU PN), dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU Pemeriksaan). Paket Undang-undang Keuangan Negara tersebut merupakan alat kendali pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang telah lama ditunggu-tunggu.

Pasal 2 UU KN menegaskan kembali lingkup keuangan negara yang selumnya dipersempit oleh orang-orang tertentu. Dalam pasal tersebut lingkup keuangan negara meliputi:
1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2. penerimaan dan pengeluaran Negara/daerah;
3. kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD;
4. kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan
5. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ada dua hal yang berkaitan dengan keuangan Negara yaitu pengelolaan keuangan Negara dan tanggung jawab keuangan Negara. Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Dengan demikian, pejabat pengelola keuangan Negara akan memegang amanah bukan hanya dalam pelaksanaan, akan tetapi juga dari perencanaan sampai pertanggungjawabannya. Tanggungj awaban keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.


Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
Amanah UU KN antara lain mengharuskan Keuangan Negara (uang rakyat) dikelola oleh pemerintah sebagai “agen” dari rakyat dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan Keuangan Negara telah dilakukan dengan baik oleh pemerintah maka fungsi akuntabilitas dan audit atas pelaporan pengelolaan Keuangan Negara harus berjalan dengan baik. Persoalan akuntabilitas dan audit Keuangan Negara harus dapat dijelaskan agar masyarakat mengetahui bahwa telah ada perubahan paradigmatic dalam pengelolaan keuangan Negara. Akan tetapi, perubahan dalam landasan hukum tersebut apakah mampu diaplikasikan dalam dunia nyata pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara?


Persoalan akuntabilitas dalam UU KN antara lain mengamanatkan beberapa asas umum pengelolaan keuangan Negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil. Hal ini merupakan landasan penerapan anggaran berbasis kinerja. Artinya, dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, akan dilihat kinerja apa yang telah dicapai oleh Pemerintah dalam menghabiskan dana APBN/APBD. Jika tidak ada kinerja yang dicapai maka tidak boleh se-sen-pun uang Negara dibelanjakan.
2. Profesionalitas. Karena uang Negara merupakan uang rakyat yang harus bernilai maksimal (value for money) bagi kesejahteraan masyarakat, bukan hanya kesejahteraan aparatur Negara. Oleh karena itu, pengelolaan Keuangan Negara harus dikelola secara professional. Penerapan sistem akuntansi keuangan harus benar-benar diterapkan baik untuk APBN maupun APBD.
3. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara. Rakyat berhak tahu kemana dan untuk apa anggaran Negara dibelanjakan. Dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, masyarakat perlu diberikan hak untuk mengetahui pertanggungjawaban Keuangan Negara yang dilakukan oleh Negara atau daerah. Minimal, Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah perlu dipublikasikan sehingga masyarakat dapat menilai pertanggungjawaban tersebut.
4. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Ini merupakan amanah baru bagi BPK-RI terutama untuk memeriksa pertanggungjawaban kepala daerah yang sebelumnya tidak ada kewajiban tersebut. Sebelum laporan pertanggungjawaban Pemerintah (Perhitungan Anggaran Negara) dan laporan pertanggungjawaban kepala daerah disampaikan kepada DPR/DPRD, wajib diperiksa terlebih dahulu oleh BPK-RI.
5. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Hal berikutnya mengenai audit Keuangan Negara. Audit keuangan Negara dalam peket UU tentang Keuangan Negara ditetapkan dengan UU 15/2004. Dari UU tersebut, secara jelas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diamanahi suatu tugas berat yaitu melakukan pemeriksaan (audit) atas pengelolaan dan tanggung jawab seluruh unsur keuangan negara. Beberapa hal yang dirasakan sebagai kemajuan dari penetapan UU Pemeriksaan tersebut antara lain:
1. BPK diberikan kebebasan dan kemandirian dalam menentukan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan, penyusunan dan penyajian laporan audit. Meskipun demikian, lembaga perwakilan (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dapat memberikan saran dan mengadakan pertemuan konsultasi dengan BPK dalam perencanaan tugas pemeriksaan. Artinya, apabila lembaga perwakilan merasa memerlukan pelaksanaan audit terhadap entitas yang diawasinya maka dapat meminta bantuan kepada BPK.
2. BPK dapat melakukan audit investigatif (baik berdasarkan temuan awal BPK sendiri maupun pengaduan dari lembaga perwakilan dan masyarakat) guna mengungkapkan adanya indikasi kerugian Negara/daerah dan/atau unsur pidana.
3. Laporan hasil pemeriksaan BPK (baik hasil audit keuangan maupun audit kinerja) disampaikan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya (LHP Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden; LHP Pemerintah Provinsi disampaikan kepada DPRD Provinsi dan Gubernur; dan LHP Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota). LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan TERBUKA UNTUK UMUM, kecuali laporan yang memuat rahasia Negara yang diatur dalam peraturan perundangan.
4. Lembaga perwakilan wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.

Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara
Akuntabilitas dan transparansi Keuangan Negara merupakan tujuan penting dari reformasi sektor publik. Hal ini dikarenakan secara definitif, kualitas kepemerintahan yang baik (good govermance) dan kepemerintahan yang bersih (clean govermance) ditentukan oleh kedua hal tersebut ditambah dengan peran serta masyarakat dan supremasi hukum. Akuntabilitas publik Keuangan Negara adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja Keuangan Negara kepada semua pihak yang berkepntingan (stakeholder) sehingga hak-hak publik, yaitu hak untuk tahu (right to be kept informed), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened) dapat terpenuhi.

Ada lima dimensi akuntabilitas publik yang perlu dilakukan. Pertama, akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality). Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam oragnisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik oragnisasi yang sehat (sound practice).

Kedua, akuntabilitas manajerial. Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan oragnisasi secara efektif dan efisien. Inefisiensi Keuangan Negara yang terjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan kepada customer-nya.

Ketiga, akuntabilitas program. Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi,misi dan tujuan organisasi. Lembaga-lembaga public harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai padaa pelaksanaan program.

Keempat, akuntabilitas kebijakan. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakn yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbngkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan, siapa sasarannya, stakeholder mana yang terpengaruh, dan apa dampak dari kebijakan tersebut.

Dan kelima, akuntabilitas financial. Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga public untuk menggunakan dana public (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga public untuk membuat laporan Keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

Akuntabilitas publik ini meliputi akuntabilitas vertical dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertical adalah pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas atau terhadap sesame lembaga public lainnya yang tidak berada di atasnya.

Akuntabilitas publik ini juga meliputi akuntabilitas internal dan akuntabilitas ekstternal. Akuntabilitas internal merupakan pertanggungjawaban kepada pihak-pihak internal yang berkepentingan, seperti pegawai, pejabat pengelola Keuangan Negara, dan badan legislative. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah pertanggungjawaban kepada pihak-pihak ; luar yang berkepentingan seperti pembayar pajak, media masa, pemberi dana bantuan, dan investor atau kreditur.

Stakeholder yang beragam memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder tersbut diperlukan rerangka konseptual (conceptual framework) yang komprehensif. Rerangka konseptual akuntabilitas publik, dapat dibangun di atas dasar empat komponen yaitu adanya sistem pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan sector publik, dan berfungsinya saluran akuntablitas publik (channel of public accountability).

Selain itu, dalam pengelolaan Keuangan Negara, perlu diwaspadai adanya tindak pidana korupsi atas Keuangan Negara. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara. Korupsi juga merupakan suatu proses dehumanisasi yang merusak sistem pemerintahan melalui sistem Keuangan Negara.

Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan Negara yang mampu mengatasi korupsi tersebut. Sistem tersebut terdiri dari sistem informal dan sistem formal. Sistem informal mengacu pada suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga independen, dan media massa, sedangkan sistem pengawasan formal dilakukan oleh lembaga yang secara formal ditugaskan untuk mengawasi. Dalam sistem pengawasan formal juga harus dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran tersebut boleh dilakukan yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.

Referensi:
Sriyanto, Meneropong Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 7, April 2004.
Mardiasmo, Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 12, April 2004.




Read More......

ANJURAN DAN PANTANGAN BERDASARKAN GOLONGAN DARAH

GOLONGAN DARAH O
Golongan darah O merupakan golongan darah paling kuno dalam sejarah manusia. Gen untuk golongan darah O berkembang pada suatu titik ketika peradaban manusia beralih dari hidup berburu dan berpindah-pindah ke komunitas agraris yang menetap di suatu tempat.

Tingkah Laku: Berenergi & tidak mudah putus asa.

Masalah yang dihadapi: Kencing manis, masalah usus dan pencernaan, peredaran darah kurang baik, sakit pinggang danbelakang, kegemukan, kadar kolesterol yang tinggi, tekanan darah tinggi, kadar asam urat tinggi, penyakit kanker, gout,penyakit jantung, penyumbatan arteri.

Diet: Makanan tinggi protein & kurangi karbohidrat.

Anjuran (makanan yang beraksi sebagai obat): brokoli, ubi, waluh, selada, ganggang laut, lobak china, bluberi, ceri, jambu biji, bumbu kari, kacang polong, kacang merah, semua jenis bawang, rumput laut, jahe, kailan, kunyit, Daging (sapi, kerbau, rusa, domba, anak sapi).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): ikan mas, belut, lobster, ikan tuna, ikan sardine, udang, telur (ayam, bebek), mentega, kacang ( hitam, merah, buncis, kedelai ), tempe, tahu, susu kedelai, bubur gandum, beras, kue beras, roti beras, tepung gandum, terung, tomat, labu, Daging (ayam, bebek, kambing, angsa, kalkun, kelinci).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging babi, cumi-cumi, sotong, kerang, kodok, gurita, telur (angsa, puyuh), es krim, keju, susu sapi, yoghurt(semua jenis), minyak kelapa, penyu, minyak jagung, jagung, bunga brokoli, kacang tanah, kacang mede, kuaci, laichi, kentang, mentimun, kembang kol, jamur, blewah, jeruk mandarin, pisang raja, pare, anggur putih, kecap, kopi, minuman keras.


GOLONGAN DARAH A

Golongan darah A merupakan manusia pertama yang menjalankan aktifitas pertanian karena nenek moyang sudah tinggal menetap dan tidak lagi suka berperang.

Tingkah Laku : Bertanggung jawab & romantis.

Masalah yang dihadapi: Hilang kesabaran diri atau cepat marah, rembesan sebum berlebihan, penyakit jantung dan masalah saluran darah, kanker dan ulser, gaster, kegemukkan.

Diet: Makanan berkarbohidrat tinggi & kurangi lemak.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): bayam, brokoli, wortel, jamur ikan mas, kacang tanah, kacang buncis, kacang/ susu kedelai, tahu, tempe, tepung beras, bluberi, minyak zaitun, ikan mas, ikan sardine, (Siput, jus nanas, mangga, pisang, jeruk limau & sitrun).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): ikan tuna, telur ayam/bebek, telur puyuh, wijen, biji bunga matahari, kacang ercis / kapri, jagung, tapioka, roti gandum, labu, bawang merah, mentimun, talas, anggur (semua jenis), melon, blewah, pir, delima, kiwi, kurma, strowberi, kesemek, jambu biji, daging (ayam, burung unta, belibis, kalkun,burung dara).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (sapi, kerbau, domba, bebek, angsa, kelinci, ayam hutan), lobster, gurita, kepiting, belut, kodok, udang, cumi- cumi, mentega, susu sapi, keju, es krim, susu, murni, acar, terung, tomat, ubi, kentang, jeruk, kelapa/santan, melon madu, pisang (raja), pepaya, pare, air soda.

GOLONGAN DARAH B
Kunci golongan darah B adalah keseimbangan. Orang bergolongan darah B tumbuh dan berkembang baik melalui apa yang telah disediakan oleh dunia hewan dan tumbuhan. Artinya golongan darah B menunjukan kemampuan yang canggih dalam perjalanan evolusinya.

Tingkah Laku : Adaptasi & analitika.

Masalah yang dihadapi: kerusakan system syaraf, kesulitan untuk tidur berkualitas, sakit kepala dan migren, penyakit hati dan saluran empedu, masalah haid, sakit tulang belakang, kegemukkan, penyakit jantung.

Diet: Susu & produk susu.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): ikan laut, susu sapi, keju, buburgandum, roti essene, kue beras, brokoli, ubi, wortel, kembang kol, terung, teh hijau, Daging (kambing, domba, kelinci, rusa).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): cumi-cumi, ikan mas, ikan tuna, mentega, keju, telur ayam, kacang merah, kacang buncis, tepung beras, roti beras, bayam, brokoli, selada, mentimun, labu, kentang, sawi, mangga, melon, jeruk, pir, kurma, jambu biji, Daging (sapi, kerbau, kalkun, hati anak sapi).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (bebek, ayam, angsa, belibis, babi, kuda, keong, kepiting, siput, belut, kodok, gurita, lobster, es krim, telur (bebek, angsa, puyuh), kacang tanah,roti gandum,tomat, waluh, jagung, avokad, pare, delima, kelapa/ santan, kesemek, belimbing, pir, air soda, minuman beralkohol.

GOLONGAN DARAH AB
Golongan darah AB merupakan golongan darah yang paling modern dan berusia kurang dari 1.000 tahun, jarang (5 % dari jumlah populasi), dan bersifat kompleks secara biologis. Karena anda membawa anti gen A dan B.

Tingkah Laku : Cerdik & penyabar.

Masalah yang dihadapi: Perut kembung sakit jantung dan masalah saluran darah, kanker, kegemukkan, kesulitan tidur berkualitas, sakit sendi dan tulang.

Diet: Dapat menyesuaikan diri dengan berbagai jenis makanan.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): ikan sardin, ikan tuna, susu kambing, putih telur (ayam), keju ricotta, krim asam (rendah kalori), the hijau, anggur merah, Daging (domba, kelinci, kalkun).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): Cumi-cumi, ikan mas, ikan tuna, mentega, keju, telur ayam, kacang merah, kacang buncis, tepung beras, roti beras, bayam, brokoli, selada, mentimun, labu, kentang, sawi, mangga, melon, jeruk, pir, kurma, jambu biji, Daging burung unta.

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (sapi, kerbau, ayam, bebek, angsa, babi, rusa kuda), lobster, kepiting, kodok, mentega, es krim, telor bebek, kacang hitam, acar, jagung, belimbing, delima, pare, pisang, kelapa, kesemek, jambu biji, mangga, saus tomat, kopi, soda, minuman beralkohol.




Read More......

Kamis, 03 September 2009

35 Kementerian Negara/Lembaga Mendapat Opini WTP

Berdasarkan pemeriksaan keuangan oleh BPK, 35 kementerian negara/lembaga (KL) memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion. 30 KL memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Qualified Opinion, dan 18 KL mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau Disclaimer Opinion.

KL yang mendapat opini WTP
1. MPR, 2. BPK, 3. Depperin, 4. Kemenko Polkam, 5. Kemenko Perekonomian, 6. Kemeneg BUMN, 7. Kemenristek, 8. Kemen Perempuan, 9. Kemen PAN, 10. BIN, 11. Wantanas, 12. Bappenas, 13. APP 61 (Pembayaran Bunga Utang), 14. APP 62 (Subsidi & Transfer), 15. Lemhanas, 16. BKPM, 17. BNN, 18. APP 71 (Dana Otsus), 19. Komnasham, 20. BMG, 21. MK, 22. PPATK, 23. Bakorsutanas, 24. BSN, 25. Bapeten, 26. LAN, 27. ANRI, 28. BPKP, 29. Kemenpera, 30. KPK, 31. DPD, 32. APP 96 (Cicilan Utang LN), 33. APP 97 (Cicilan Utang DN), 34. KY, dan 35. BNP2TKI.

KL yang mendapat opini WDP
1. DPR, 2. Setneg, 3. Deplu, 4. Dephan, 5. Depkeu, 6. Deptan, 7. Kemen ESDM, 8. Dephub, 9. Depdiknas, 10. Depkes, 11. Depnakertrans, 12. Depsos, 13. Kemenko Kesra, 14. Kemen KUKM, 15. LSN, 16. Perpusnas, 17. Depkominfo, 18. BPOM, 19. KNPDT, 20. BKKBN, 21. APP 70 (Dana Perimbangan), 22. LIPI, 23. BTNN (Nuklir), 24. BPPT, 25. Lapan, 26. BKN, 27. Depdag, 28. Kemenpora, 29. APP 99 (Penyertaan Modal), dan 30. BPLS

KL yang mendapat opini TMP (Disclaimer)
1. MA, 2. Kejagung, 3. Depdagri, 4. Depkumham, 5. Depag, 6. Dephut, 7. DKP, 8. DPU, 9. Depbudpar, 10. Kemen LH, 11. BPS, 12. BPN, 13. Polri, 14. APP 69 (Belanja Lain2), 15. KPU, 16. APP 98 (Penerusan Pinjaman), 17. BNPB, dan 18. Penerimaan Hibah.




Read More......

KEBIJAKAN KSAP TERKAIT PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA (BMN)

Beberapa kebijakan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) ini perlu menjadi bahan pertimbangan (kriteria) bagi pemeriksa BPK dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat, kementerian negara/lembaga, dan pemerintah daerah. Kebijakan ini berdasarkan permintaan pertimbangan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) kepada KSAP.

1. BMN benda bercorak seni/budaya
BMN benda bercorak seni/budaya sulit untuk menentukan nilai wajarnya karena data pasar tidak tersedia dan membutuhkan penilai yang memiliki kualifikasi penilai khusus di bidang seni (kurator). DJKN belum memiliki ahli penilai atas barang-barang seni/budaya sehingga apabila tetap dilakukan penilaian maka nilai yang diperoleh tidak memncerminkan nilai wajar. Hasil konsultasi DJKN dengan KSAP adalah bahwa BMN benda bercorak seni/budaya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK).

2. BMN properti khusus seperti bendungan, jalan, jembatan, saluran irigasi, Bandar udara, dan pelabuhan laut
Tidak semua data yang dibutuhkan untuk melakukan penilaian terhadap property khusus tersedia sehingga kesulitan melakukan penilaian terhadap property khusus yang tidak ada data pendukung seperti rencana anggaran biaya (RAB). KSAP menyatakan bahwa BMN properti khusus yang tidak ada datanya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam CALK.

3. BMN alat utama sistem senjata (Alusista)
DJKN mengalami kesulitan melakukan penilaian Alusista karena data perolehan sebagian besar tidak ada dan kesulitan mencari data pasar. KSAP menjawab bahwa Alusista dicatat dengan harga perolehan dan tidak perlu dilakukan penilaian. Apabila tidak ada harga perolehan, maka agar diungkapkan dalam CALK. (CK)




Read More......

TRANSPARANSI FISKAL PEMERINTAH PUSAT TAHUN ANGGARAN 2008

Dr. Cris Kuntadi, SE, MM, CPA, Ak.

Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara merupakan tuntutan pokok yang mendasari pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam paket tiga undang-undang di bidang keuangan negara. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara tersebut pernah direviu oleh IMF seperti yang tertuang dalam Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC) pada Tahun 2006.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan reviu pelaksanaan unsur transparansi fiskal pada Pemerintah Pusat yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2008. BPK melakukan reviu transparansi fiskal dengan memperhatikan desain dan implementasi transparansi fiskal di lingkungan Pemerintah Pusat tahun 2008 dan disajikan dengan memperbandingkan dengan hasil reviu pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2007.

Dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2008 Pemerintah telah meningkatkan pengungkapan untuk hal-hal yang material terkait penerimaan migas, piutang pajak, dan hibah luar negeri. Pemerintah juga telah memberikan akses data pajak yang memadai bagi BPK. Pemerintah juga telah berhasil meningkatkan opini pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Peningkatan opini tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah secara serius memperbaiki akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang pada akhirnya meningkatkan transparansi fiskal.

Reviu tersebut didasarkan atas pedoman dan praktik-praktik terbaik dalam transparansi fiskal yang mencakup empat unsur utama dalam Panduan Manual Transparansi Fiskal (Manual on Fiscal Transparency) yaitu: (1) kejelasan peran dan tanggung jawab; (2) proses anggaran yang terbuka; (3) ketersediaan informasi bagi publik; serta (4) keyakinan atas integritas.

Kejelasan Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah
Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait tugas pokok dan fungsi pemerintah, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, dan MA sebagai lembaga yudikatif telah diatur sesuai dengan perannya masing-masing. Pemerintah memiliki fungsi penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sedangkan lembaga legislatif memiliki fungsi untuk membahas dan menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah. Peran pemerintah dan DPR dalam penyusunan dan persetujuan anggaran dilakukan dengan membentuk suatu panitia anggaran. Peran tersebut telah dilakukan sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan. APBN 2008 telah ditetapkan dalam UU Nomor 45 Tahun 2007 tanggal 6 Nopember 2007 secara tepat waktu. Mahkamah Agung juga berperan dalam kegiatan fiskal diantaranya memproses pengajuan permohonan wajib pajak (WP) untuk meninjau kembali putusan pengadilan pajak.


Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah juga telah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan terkait. Namun, pelaksanaan peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal masih memiliki kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut.
Pertama, Pemerintah Pusat belum mengatur mekanisme konsolidasi LKPP dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Kegiatan fiskal pemerintah (pusat dan daerah) tahun 2008 masih tidak tergambarkan secara keseluruhan dalam konsolidasi anggaran maupun realisasinya. APBN dan APBD disusun dan ditetapkan oleh masing-masing pemerintahan di tingkat pusat dan tingkat daerah, demikian pula pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran tersebut. Pada tingkat Pemerintah Pusat, anggaran dan pertanggungjawabannya belum meliputi seluruh penerimaan dan pengeluaran negara karena masih adanya penerimaan dan pengeluaran di luar mekanisme APBN.

Kedua, rendahnya transparansi fiskal pada tingkat pemerintah daerah. Sesuai LRA LKPP TA 2008 dana perimbangan yang disalurkan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah mencapai Rp292,63 triliun atau 29,69 persen dari total belanja Pemerintah Pusat. Pada kenyataannya, LKPD yang memperoleh opini WTP dari BPK hanya empat Pemda. Ini berarti transparansi fiskal Pemda masih sangat rendah. Besarnya dana Pemerintah Pusat yang disalurkan ke Pemda menimbulkan suatu konsekuensi di mana Pemerintah Pusat membutuhkan informasi yang cukup atas aktifitas fiskal Pemda untuk dapat memberikan gambaran menyeluruh terhadap aktifitas fiskal secara nasional. Kondisi opini atas LKPD yang belum baik, menyulitkan Pemerintah Pusat untuk mengetahui secara baik tentang aktifitas fiskal yang dilakukan oleh Pemda.
Ketiga, alokasi DAK yang tidak sesuai dengan kriteria dan tidak dijelaskannya pembagian DBH PBB Migas. Pemeriksaan BPK atas penetapan, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan tahun 2007 mengungkapkan adanya penghitungan alokasi DAK pada 63 Pemda yang tidak sepenuhnya dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Alokasi tersebut hanya berdasarkan pertimbangan daerah tersebut memperoleh DAK tahun 2007.

Di samping tiga masalah tersebut, juga terdapat masalah investasi permanen PMN yang belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya, belum adanya mekanisme konsultasi langsung dengan masyarakat terkait perubahan aturan dan kebijakan, belum transparannya kontrak kerja sama, koordinasi dalam pencatatan penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun PNBP, data penerimaan pajak yang belum sepenuhnya bisa direkonsiliasi perlu diperhatikan pemerintah untuk ditindaklanjuti dalam rangka meningkatkan transparansi fiskalnya.

Proses Anggaran yang Terbuka
Secara umum, proses anggaran yang terbuka telah diatur oleh Pemerintah Pusat. Pelaporan realisasi anggaran semesteran dan tahunan telah dilakukan secara tepat waktu. Namun, kualitas pelaporan tersebut belum sesuai dengan standar akuntansi yang telah ditetapkan dan Pemerintah belum dapat menyajikan laporan kinerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada LKPP 2008 masih ditemukan adanya mekanisme transaksi di luar mekanisme APBN yaitu pungutan PNBP pada 11 KL tidak memiliki dasar hukum yang memadai dan dikelola di luar mekanisme APBN; penerimaan hibah pada 5 KL dikelola di luar mekanisme APBN; dan adanya penggunaan langsung Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) berupa pembayaran fee bank penatausahaan dan penyaluran pinjaman kepada debitur. Pengeluaran-pengeluaran tanpa melalui mekanisme APBN mengurangi transparansi fiskal dan belum dipertanggungjawabkan kepada lembaga perwakilan. Pencatatan di luar mekanisme APBN ini akan menghambat pemerintah untuk mengetahui seluruh aktifitas fiskalnya pada tahun berjalan.

Ketersediaan Informasi bagi Publik
Hasil reviu unsur ketersediaan informasi bagi publik menunjukkan bahwa secara umum pemerintah telah melakukan upaya untuk berkomitmen dalam menyediakan informasi fiskal kepada publik. Namun, pemerintah juga belum dapat menyajikan informasi fiskal mengenai dana ekstrabujeter, kegiatan koperasi dan yayasan, pencatatan hibah yang akurat, pencatatan aset dan kewajiban pemerintah yang akurat, dan konsolidasi posisi fiskal nasional (gabungan pemerintah pusat dan daerah) bagi publik, menyajikan informasi yang handal terkait posisi keuangan pemerintah termasuk investasi permanen PMN, serta laporan proyeksi jangka panjang. Dalam penyajian informasi pemerintah belum sepenuhnya menyediakan panduan anggaran bagi masyarakat untuk menjelaskan gambaran utama anggaran dan membuat kalender fiskal.

Keyakinan atas Integritas
Standar akuntansi dan pemeriksaan telah ditetapkan dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk menjamin independensi dan integritas. Namun dalam pengelolaannya, kualitas data belum sesuai dengan standar akuntansi, dan hasil pemeriksaan dan pengamatan BPK menunjukkan banyak ketidaksesuaian dengan standar, kelemahan pengendalian intern, ketidakkonsistenan data akuntansi, dan rekonsiliasi yang belum berjalan sepenuhnya. BPK juga menemukan adanya standar etika yang belum sepenuhnya diatur, prosedur kepegawaian yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik, audit internal yang belum memenuhi standar, administrasi pendapatan yang belum berjalan dengan baik, dan ketidakpatuhan yang belum seluruhnya ditindaklanjuti pemerintah. Dalam hal pemeriksaan oleh lembaga independen, walaupun dalam pemeriksaan keuangan tidak mendapatkan pembatasan lagi, BPK masih mengalami pembatasan dalam pemeriksaaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap perpajakan. Permasalahan dalam memeriksa keuangan negara ini dikarenakan aturan perundangan lainnya yang bertentangan dengan UU BPK yaitu UU Pajak, UU BI, dan UU BUMN. Selain pembatasan karena peraturan perundangan, BPK masih mengalami kesulitan dalam memeriksa biaya perkara di MA karena ketidakjelasan peraturan pelaksanaannya.

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Pemerintah Pusat Tahun 2008 Nomor 25/05/LHP/XV/05/2009 Tanggal 20 Mei 2009


Read More......