Jumat, 04 September 2009

MEMBANGUN AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI REFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Paket Undang-undang tentang Keuangan Negara telah selesai diundangkan yaitu Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU KN), Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU PN), dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU Pemeriksaan). Paket Undang-undang Keuangan Negara tersebut merupakan alat kendali pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang telah lama ditunggu-tunggu.

Pasal 2 UU KN menegaskan kembali lingkup keuangan negara yang selumnya dipersempit oleh orang-orang tertentu. Dalam pasal tersebut lingkup keuangan negara meliputi:
1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2. penerimaan dan pengeluaran Negara/daerah;
3. kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD;
4. kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan
5. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ada dua hal yang berkaitan dengan keuangan Negara yaitu pengelolaan keuangan Negara dan tanggung jawab keuangan Negara. Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Dengan demikian, pejabat pengelola keuangan Negara akan memegang amanah bukan hanya dalam pelaksanaan, akan tetapi juga dari perencanaan sampai pertanggungjawabannya. Tanggungj awaban keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.


Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
Amanah UU KN antara lain mengharuskan Keuangan Negara (uang rakyat) dikelola oleh pemerintah sebagai “agen” dari rakyat dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan Keuangan Negara telah dilakukan dengan baik oleh pemerintah maka fungsi akuntabilitas dan audit atas pelaporan pengelolaan Keuangan Negara harus berjalan dengan baik. Persoalan akuntabilitas dan audit Keuangan Negara harus dapat dijelaskan agar masyarakat mengetahui bahwa telah ada perubahan paradigmatic dalam pengelolaan keuangan Negara. Akan tetapi, perubahan dalam landasan hukum tersebut apakah mampu diaplikasikan dalam dunia nyata pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara?


Persoalan akuntabilitas dalam UU KN antara lain mengamanatkan beberapa asas umum pengelolaan keuangan Negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil. Hal ini merupakan landasan penerapan anggaran berbasis kinerja. Artinya, dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, akan dilihat kinerja apa yang telah dicapai oleh Pemerintah dalam menghabiskan dana APBN/APBD. Jika tidak ada kinerja yang dicapai maka tidak boleh se-sen-pun uang Negara dibelanjakan.
2. Profesionalitas. Karena uang Negara merupakan uang rakyat yang harus bernilai maksimal (value for money) bagi kesejahteraan masyarakat, bukan hanya kesejahteraan aparatur Negara. Oleh karena itu, pengelolaan Keuangan Negara harus dikelola secara professional. Penerapan sistem akuntansi keuangan harus benar-benar diterapkan baik untuk APBN maupun APBD.
3. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara. Rakyat berhak tahu kemana dan untuk apa anggaran Negara dibelanjakan. Dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, masyarakat perlu diberikan hak untuk mengetahui pertanggungjawaban Keuangan Negara yang dilakukan oleh Negara atau daerah. Minimal, Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah perlu dipublikasikan sehingga masyarakat dapat menilai pertanggungjawaban tersebut.
4. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Ini merupakan amanah baru bagi BPK-RI terutama untuk memeriksa pertanggungjawaban kepala daerah yang sebelumnya tidak ada kewajiban tersebut. Sebelum laporan pertanggungjawaban Pemerintah (Perhitungan Anggaran Negara) dan laporan pertanggungjawaban kepala daerah disampaikan kepada DPR/DPRD, wajib diperiksa terlebih dahulu oleh BPK-RI.
5. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Hal berikutnya mengenai audit Keuangan Negara. Audit keuangan Negara dalam peket UU tentang Keuangan Negara ditetapkan dengan UU 15/2004. Dari UU tersebut, secara jelas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diamanahi suatu tugas berat yaitu melakukan pemeriksaan (audit) atas pengelolaan dan tanggung jawab seluruh unsur keuangan negara. Beberapa hal yang dirasakan sebagai kemajuan dari penetapan UU Pemeriksaan tersebut antara lain:
1. BPK diberikan kebebasan dan kemandirian dalam menentukan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan, penyusunan dan penyajian laporan audit. Meskipun demikian, lembaga perwakilan (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dapat memberikan saran dan mengadakan pertemuan konsultasi dengan BPK dalam perencanaan tugas pemeriksaan. Artinya, apabila lembaga perwakilan merasa memerlukan pelaksanaan audit terhadap entitas yang diawasinya maka dapat meminta bantuan kepada BPK.
2. BPK dapat melakukan audit investigatif (baik berdasarkan temuan awal BPK sendiri maupun pengaduan dari lembaga perwakilan dan masyarakat) guna mengungkapkan adanya indikasi kerugian Negara/daerah dan/atau unsur pidana.
3. Laporan hasil pemeriksaan BPK (baik hasil audit keuangan maupun audit kinerja) disampaikan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya (LHP Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden; LHP Pemerintah Provinsi disampaikan kepada DPRD Provinsi dan Gubernur; dan LHP Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota). LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan TERBUKA UNTUK UMUM, kecuali laporan yang memuat rahasia Negara yang diatur dalam peraturan perundangan.
4. Lembaga perwakilan wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.

Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara
Akuntabilitas dan transparansi Keuangan Negara merupakan tujuan penting dari reformasi sektor publik. Hal ini dikarenakan secara definitif, kualitas kepemerintahan yang baik (good govermance) dan kepemerintahan yang bersih (clean govermance) ditentukan oleh kedua hal tersebut ditambah dengan peran serta masyarakat dan supremasi hukum. Akuntabilitas publik Keuangan Negara adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja Keuangan Negara kepada semua pihak yang berkepntingan (stakeholder) sehingga hak-hak publik, yaitu hak untuk tahu (right to be kept informed), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened) dapat terpenuhi.

Ada lima dimensi akuntabilitas publik yang perlu dilakukan. Pertama, akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality). Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam oragnisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik oragnisasi yang sehat (sound practice).

Kedua, akuntabilitas manajerial. Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan oragnisasi secara efektif dan efisien. Inefisiensi Keuangan Negara yang terjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan kepada customer-nya.

Ketiga, akuntabilitas program. Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi,misi dan tujuan organisasi. Lembaga-lembaga public harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai padaa pelaksanaan program.

Keempat, akuntabilitas kebijakan. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakn yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbngkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan, siapa sasarannya, stakeholder mana yang terpengaruh, dan apa dampak dari kebijakan tersebut.

Dan kelima, akuntabilitas financial. Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga public untuk menggunakan dana public (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga public untuk membuat laporan Keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

Akuntabilitas publik ini meliputi akuntabilitas vertical dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertical adalah pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas atau terhadap sesame lembaga public lainnya yang tidak berada di atasnya.

Akuntabilitas publik ini juga meliputi akuntabilitas internal dan akuntabilitas ekstternal. Akuntabilitas internal merupakan pertanggungjawaban kepada pihak-pihak internal yang berkepentingan, seperti pegawai, pejabat pengelola Keuangan Negara, dan badan legislative. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah pertanggungjawaban kepada pihak-pihak ; luar yang berkepentingan seperti pembayar pajak, media masa, pemberi dana bantuan, dan investor atau kreditur.

Stakeholder yang beragam memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder tersbut diperlukan rerangka konseptual (conceptual framework) yang komprehensif. Rerangka konseptual akuntabilitas publik, dapat dibangun di atas dasar empat komponen yaitu adanya sistem pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan sector publik, dan berfungsinya saluran akuntablitas publik (channel of public accountability).

Selain itu, dalam pengelolaan Keuangan Negara, perlu diwaspadai adanya tindak pidana korupsi atas Keuangan Negara. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara. Korupsi juga merupakan suatu proses dehumanisasi yang merusak sistem pemerintahan melalui sistem Keuangan Negara.

Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan Negara yang mampu mengatasi korupsi tersebut. Sistem tersebut terdiri dari sistem informal dan sistem formal. Sistem informal mengacu pada suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga independen, dan media massa, sedangkan sistem pengawasan formal dilakukan oleh lembaga yang secara formal ditugaskan untuk mengawasi. Dalam sistem pengawasan formal juga harus dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran tersebut boleh dilakukan yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.

Referensi:
Sriyanto, Meneropong Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 7, April 2004.
Mardiasmo, Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 12, April 2004.




Tidak ada komentar: