Selasa, 15 September 2009

Perolehan Suara Pemilihan Anggota BPK RI

Hasil voting Komisi XI DPR RI pada 11 September 2009 untuk calon Anggota BPK RI adalah sebagai berikut.

Tujuh orang terpilih adalah: Hasan Bisri (44), Hadi Purnomo (43), Gunawan Sidauruk (32), Rizal Djalil (32), Moermahasi SD (30), Taufiqurachman Ruki (27), Dharma Bhakti (26).

Dari tujuh nama calon Anggota BPK yang memperoleh suara terbanyak, telah diputuskan dalam Sidang paripurna DPR sebanyak lima orang. Dua orang yang belum diputuskan adalah Dharma Bhakti (Sekjen BPK) dan Gunawan Sidauruk (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat) karena masih menunggu putusan MA terkait statusnya sebagai pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

Perolehan lainnya: Tengku M. Nurlif (22), Ali Masykur Musa (20), Achmad Sanusi (14), bahrullah Akbar (13), Sudin Siahaan (10), Baharudin Aritonang dan Khairiansyah Salman (9), Yunus Yosfiah dan Soekoyo (8), Syafri Adnan Baharuddin (7), Erry Riyana H (4), Lalu Misbach dan Sugiarto (3), Muhammad Syarifudin (2).
Calon yang mendapat masing-masing satu suara adalah: Daeng M Nazier, Joko Susanto, Supomo Prodjoharjono, Tarmizi, dan Zindar Kar Marbun.

Calon lain yang tidak mendapat suara: Bambang Pamungkas, Budi Purwadi, Dasep Abdul Fatah, Dewi Hanggraeni, Durry Panggabean, Eko Sembodo, Ela Nurlela, Fachry Alusy, Farid Prawiranegara, Hening tyastanto, Agn. Anindya Wirawan, Ivone C. Naley, Widodo Hario Mumpuni, Maksum Khandari, NID Egam, Otto Sudarmadji, Soemardjito, Suharto, Surachmin, Teuku Raja Syahnan, Ujang Bahar.

Read More......

Senin, 07 September 2009

MURID GENDIT “DIPAPUAKAN”

Oleh: Dr. Cris Kuntadi, M.M., CPA.

“Satu tim pemeriksa ditugaskan memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) suatu pemda yang jarak tempuh dari kantor perwakilan minimal tiga hari perjalanan. Jumlah hari pemeriksaan dalam surat tugas bagi penanggung jawab, pengendali teknis, dan tim pemeriksa masing-masing selama 2 hari, 5 hari, dan 25 hari. Dengan keterbatasan waktu pemeriksaan, lokasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berjauhan, dan keamanan yang tidak terjamin, ketua tim dengan sepengetahuan pengendali teknis dan penanggung jawab hanya melakukan pemeriksaan pada Bagian Keuangan.” Gendit memaparkan studi kasus kepada CPNS dalam diklat Auditor Ahli di Balai Diklat Yogyakarta.

“Atas kondisi tersebut, opini apa yang pantas diberikan terhadap LKPD pemda tersebut?” Tanya Gendit.

“Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini akan mendapat bonus nilai dan dijamin lulus mata ajar ini.” Gendit melanjutkan. Seketika itu, kelas ramai karena peserta diklat berusaha mencari dan mereka-reka jawaban. Mereka tertarik dengan bonus yang ditawarkan Gendit.

“Yang bisa menjawab dengan benar, akan ditempatkan di Perwakilan Papua.” Gendit menambahkan iming-iming “bonus” kepada peserta.

Kelas yang tadinya ramai oleh peserta yang sedang merangkai jawaban, mendadak senyap. Para CPNS tidak tertarik dengan “bonus” yang kedua, bahkan terlihat sangat ketakutan dengan “bonus” tersebut. Semua menundukkan kepala makin dalam sambil berusaha mencari tempat persembunyian yang lebih aman untuk jari telunjuknya agar tak terlihat.
“Silakan, siapa yang mau menjawab, Ana, Ari, Dede, Eko, ...?” Gendit berusaha membangunkan satu per satu CPNS yang semuanya tidak bergeming dengan pertanyaan yang diajukan.


“Untuk menjangkau daerah yang diperiksa, pertama kali tim harus naik pesawat DC-9 (diisi sembilan orang, Red). Setelah itu dilanjutkan dengan kapal yang jadualnya dua kali sebulan, charter mobil dan atau ojek.” Gendit berusaha memancing jawaban.

“Saudara-saudara tahu, dalam dua tahun terakhir ini, telah terjadi 15 kali kecelakaan pesawat. Sebelumnya pesawat Merpati menewaskan seluruh penumpang dan awak sebanyak 15 orang. Terbaru, pesawat charter yang mengangkut turis Australia juga hilang pada 10 Agustus 2009 dan belum ditemukan sampai saat ini.” Gendit menambahkan kondisi studi kasus dengan harapan ada peserta yang menjawab.
Tidak ada satupun CPNS yang mengangkat tangan untuk menjawab.

Gendit sengaja membiarkan kelas terus sunyi. Sampai pada menit ke-20, Gendit berteriak, “SEMUA PESERTA TIDAK LULUS.”

Sontak, ramailah kelas dengan pernyataan TIDAK LULUS dari Gendit. Mereka terlihat akan memprotes pernyataan Gendit.

“Kalian sudah menandatangani kontrak dengan BPK tentang kesediaan penempatan di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, hanya dengan ungkapan penempatan di Papua, semuanya terdiam. Saya yakin kalian dapat menjawab kasus ini tetapi sengaja tidak mau menjawab. Padahal Saudara semua tahu, apalah arti statement saya terkait penempatan. Saya belum menjadi Kepala Biro SDM. Apalagi, penempatan pegawai menjadi wewenang Sekretaris Jenderal.” Gendit berusaha mematahkan kemauan protes dari peserta diklat.

“Maaf pak, kenapa Bapak setega itu memperlakukan kami? Kami tidak takut ditempatkan di Papua, apalagi untuk maksimal hanya tiga tahun. Kami bahkan mendengar beberapa pejabat enggan dipindahkan meskipun sudah waktunya dapat dipindahkan. Kami yakin ada “kenikmatan” tersendiri di Papua.” Jawab Agustina ’Lady Rocker’ Sitohang dengan berapi-api.

“Lalu kenapa tidak ada yang berani menjawab?” Gendit juga penuh emosi.

“Kami idak menjawab kasus tersebut karena ingin protes. Ngapo cuma kami yang “diiming-imingi” penempatan di Papua? Yang menandatangani kontrak kesediaan ditempatkan di seluruh Indonesia adalah PNS BPK galo (Red, galo = semua), bukan hanya CPNS. Banyak pegawai, terutama pegawai betino di kantor Pusat yang idak mau mengaudit ke luar provinsi (DKI). Nah kalau dio ditempatkan di daerah, otomatis mereka idak akan ke luar dari provinsi tempat kedudukan. Sesuailah dengan harapan-nyo.” Sergah Thasmia ’Wong Kito Galo’ dengan dialek Palembang yang kental.

“Dari mana kalian tahu ada ibu-ibu yang tidak bersedia ditugaskan memeriksa di luar DKI?” Tanya Gendit bingung.

“Kan Bapak sendiri yang nulis Gendit dan Auditor Perempuan. Ibu-ibu itu saja yang ditempatkan di Perwakilan luar Jawa. Apalagi mereka belum pernah merasakan “nikmatnya” dinas di luar DKI. Dijamin mereka akan krasan.” Titik Puspitasari yang penempatan di AKN II memberikan usulan.

“Boleh juga tuh usulnya. Semoga para pengambil kebijakan membaca tulisan ini dan mempergilirkan pejabat dan auditor yang belum pernah di daerah untuk diberi tempat ”yang layak” di luar Jawa. Ternyata banyak auditor dan pejabat yang sudah belasan tahun tidak pernah mutasi. Dan, kalian murid-muridku yang pintar, penempatan kalian tidak akan ditentukan oleh Gendit. Faham?” Gendit berlalu sambil bersiap-siap menuju bandara Adi Sutjipto dengan diantar pak Kendro yang akan pindah ke Palembang ba’da lebaran. Tak lupa, bu Mamik dan mba Ayudha mengiringi Gendit sampai pintu gerbang MMTC.



Read More......

Konsultasi Sektor Publik - 02

Diasuh oleh Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Pertanyaan-01
Pengakuan persediaan yang bersumber dari APBN


Mas Cris yang kami hormati, Dinas Kesehatan Pemkab Way Kanan menerima Tugas Pembantuan (TP) berupa obat-obatan dari Departemen Kesehatan. Menurut informasi Kepala Dinas Kesehatan, obat-obatan tersebut bersumber dari mata anggaran pengeluaran (MAK) 57 (Bantuan Sosial) dari APBN. Apabila pada akhir tahun anggaran (31 Desember) ternyata obat-obatan tersebut masih tersisa, bagaimana kami harus memperlakukan persediaan obat-obatan yang bersumber dari Tugas Pembantuan Departemen Kesehatan?
Terima kasih.

Kusuma Anakori, S.E., M.A.P.
Kabid Anggaran Pemkab. Way Kanan, Lampung

Jawab-01
Mba Kori, berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 05 tentang Persediaan, persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Dari pengakuan persediaan tersebut, maka obat-obatan yang berada pada Dinas Kesehatan dan bersumber dari MAK 57 Bantuan Sosial dapat disajikan sebagai persediaan di neraca pemda. Hal ini mengingat bahwa Departemen Kesehatan sebagai entitas yang memberikan bantuan sosial tidak mencatat obat-obatan yang telah diberikan ke daerah sebagai persediaan. Pemda perlu mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai sumber persediaan obat-obatan tersebut agar pembaca laporan keuangan dapat memahami secara memadai.


Pertanyaan-02
Lelang terbuka yang diikuti hanya oleh tiga penawar

Yth. Dr. Cris Kuntadi,
Salah satu dinas di pemerintah provinsi kami melakukan tender pengadaan barang tertentu dengan nilai milyaran rupiah. Karena nilainya di atas Rp100 juta, maka dilakukan melalui lelang terbuka. Pengumuman lelang secara terbuka sudah dilakukan dan terdapat tujuh perusahaan yang memasukkan penawaran. Empat perusahaan memasukkan surat penawaran sebelum hari terakhir penutupan penawaran dan tiga perusahaan memasukkan pada hari terakhir batas pengajuan penawaran. Pada saat hari pembukaan penawaran, ada kejadian di mana terjadi kehilangan empat berkas penawaran sehingga yang tersisa hanya tiga berkas penawaran dari tiga perusahaan yang mengajukan pada hari terakhir batas pengajuan penawaran. Atas kejadian tersebut, apa yang seharusnya dilakukan panitia pengadaan? Apakah kami dapat memutuskan pemenang di antara tiga penawar? Sebagai informasi bahwa tiga perusahaan penawar yang berkasnya ada, akan melakukan protes jika dilakukan tender ulang.
Atas jawaban yang Bapak berikan, kami ucapkan terima kasih.

Muhammad Ridwan, S.H., M.H.
Sekretaris Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat
Jl. Sutan Syahrir, Kota Baru, Pontianak

Jawaban-02
Proses lelang terbuka dapat dilakukan apabila ada lebih dari tiga perusahaan yang mengajukan penawaran dan memenuhi syarat. Apabila dalam lelang terbuka ternyata hanya ada tiga penawar, maka proses lelang harus diulangi, apapun alasannya. Dalam kasus yang Bapak tanyakan, panitia pengadaan harus melakukan proses tender ulang, karena ketidakcukupan penawaran yang masuk. Atas kejadian hilangnya empat berkas penawaran, sebaiknya panitia mengajukan hal tersebut kepada aparat kepolisian.


Pertanyaan-03
Akuntabilitas BPK, siapa yang memeriksa?

Terima kasih atas dibukanya rubrik Konsultasi Sektor Publik di majalah Akuntan Indonesia. Rubrik ini dapat menjembatani kami selaku dosen pada Universitas Widyatama yang sedang merintis program akuntansi sektor publik karena kami sering mendapat pertanyaan seputar akuntansi dan audit sektor publik.
Pada kesempatan ini kami ingin menanyakan siapa/lembaga mana yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan dan kegiatan BPK? Jika ada, apa hasil pemeriksaan lembaga tersebut? Pertanyaan ini menggelitik kami karena selama ini yang kami tahu, BPK selalu melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada Pemerintah Pusat, kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD.

Yane Devi Anna, S.E., M.Si., Ak.
Jl. Pacuan Kuda I No. 65 Bandung

Jawaban-03
BPK sebagai lembaga negara yang bertugas menegakkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara tentunya harus memberikan contoh yang baik kepada entitas yang diperiksa. Hal tersebut telah dilakukan BPK dengan mengedepankan semboyan “lead by exampel” atau meminjam istilah Ki Hajar Dewantoro “ing ngarso sung tulodo” yang maknanya di depan memberikan contoh/tauladan.
Secara internal, BPK diawasi oleh unit eselon 1 yaitu Inspektorat Utama yang secara rutin melakukan fungsi pengawasan intern. Secara eksternal, pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik tersebut ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan tiga nama akuntan publik. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU No. 15 tahun 2006 tentang Badan pemeriksa Keuangan Pasal 32. Hasil pemeriksaan Laporan Keuangan BPK oleh akuntan publik tahun 2006 s.d. 2008 adalah sebagai berikut.
Tahun 2006 oleh KAP Hadori dan Rekan dengan opini WDP karena BPK belum melakukan penilain kewajaran saldo awal asset tetap.
Tahun 2007 oleh KAP Hadori dan Rekan dengan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan karena BPK telah menilai kewajaran saldo awal asset tetap tetapi masih tersisa 1,99% dari total asset.
Tahun 2008 oleh KAP Wisnu B. Soewito & Rekan dengan opini WTP.

Di samping itu, untuk menjamin mutu pemeriksaan BPK dilaksanakan sesuai standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh BPK negara lain yang menjadi anggota organisasi BPK se-dunia. Inilah yang menjadikan BPK RI berada dalam urutan terdepan dalam akuntabilitas karena tidak saja diperiksa oleh akuntan publik, tetapi juga direviu kinerjanya oleh BPK negara lain. Reviu kinerja oleh BPK negara lain juga diamanatkan dalam UU No. 15 tahun 2006 Pasal 33. Pada 2004, BPK RI direviu kinerjanya oleh BPK New Zealand dan pada 2009 direviu oleh BPK Belanda yang hasilnya ”sangat positif.”


Pertanyaan-04

Pertanggungjawaban bupati terlambat diterima DPRD

Pada Agustus 2009, kami dari DPRD belum menerima laporan pertanggungjawaban Bupati yang menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara seharusnya sudah kami terima selambat-lambatnya bulan Juni. Bupati menjelaskan bahwa laporan keuangan masih dalam pemeriksaan BPK RI sehingga laporan pertanggungjawaban belum dapat disampaikan. Kami memperoleh informasi bahwa laporan keuangan tersebut baru disampaikan Bupati kepada BPK RI pada awal Juli 2009. Sampai kapankah kami harus menunggu laporan pertanggungjawaban yang laporan keuangannya sedang dperiksa BPK?

NN
Anggota DPRD

Jawaban-04
Ada beberapa patokan dalam penetapan waktu penyusunan, pemeriksaan, dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah. Pemerintah daerah menyusun laporan keuangan selambat-lambatnya pada 31 Maret dan pemeriksaan oleh BPK selama dua bulan atau selesai pada 31 Mei. Dalam hal laporan keuangan terjadi keterlambatan penyelesaian, maka secara otomatis BPK akan tertunda pelaksanaan pemeriksaannya. Batas waktu pemeriksaan yang menjadi patokan adalah dua bulan sejak laporan keuangan diterima.
Pada kasus yang Bapak/Ibu sampaikan, di mana laporan keuangan baru disampaikan ke BPK pada awal Juli 2009 maka BPK harus dapat menyelesaikan pemeriksaan dan memberikan opini selambat-lambatnya pada akhir Agustus 2009. Apabila BPK belum dapat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan tepat waktu (dua bulan) maka bupati dapat mengajukan pertanggungkawaban keuangannya tanpa adanya pemeriksaan BPK. DPRD juga dapat mengesahkan pertanggungjawaban bupati meskipun tidak didasarkan pada laporan keuangan auditan. Akan tetapi, apabila pemeriksaan BPK dirasakan manfaatnya, sebaiknya DPRD mendesak BPK untuk segera menyelesaikan pemeriksaan sehingga pertanggungjawaban bupati didasarkan pada laporan keuangan auditan.





Read More......

Jumat, 04 September 2009

MEMBANGUN AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI REFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Paket Undang-undang tentang Keuangan Negara telah selesai diundangkan yaitu Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU KN), Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU PN), dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU Pemeriksaan). Paket Undang-undang Keuangan Negara tersebut merupakan alat kendali pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang telah lama ditunggu-tunggu.

Pasal 2 UU KN menegaskan kembali lingkup keuangan negara yang selumnya dipersempit oleh orang-orang tertentu. Dalam pasal tersebut lingkup keuangan negara meliputi:
1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2. penerimaan dan pengeluaran Negara/daerah;
3. kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD;
4. kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan
5. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ada dua hal yang berkaitan dengan keuangan Negara yaitu pengelolaan keuangan Negara dan tanggung jawab keuangan Negara. Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Dengan demikian, pejabat pengelola keuangan Negara akan memegang amanah bukan hanya dalam pelaksanaan, akan tetapi juga dari perencanaan sampai pertanggungjawabannya. Tanggungj awaban keuangan Negara adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.


Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara
Amanah UU KN antara lain mengharuskan Keuangan Negara (uang rakyat) dikelola oleh pemerintah sebagai “agen” dari rakyat dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan Keuangan Negara telah dilakukan dengan baik oleh pemerintah maka fungsi akuntabilitas dan audit atas pelaporan pengelolaan Keuangan Negara harus berjalan dengan baik. Persoalan akuntabilitas dan audit Keuangan Negara harus dapat dijelaskan agar masyarakat mengetahui bahwa telah ada perubahan paradigmatic dalam pengelolaan keuangan Negara. Akan tetapi, perubahan dalam landasan hukum tersebut apakah mampu diaplikasikan dalam dunia nyata pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara?


Persoalan akuntabilitas dalam UU KN antara lain mengamanatkan beberapa asas umum pengelolaan keuangan Negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil. Hal ini merupakan landasan penerapan anggaran berbasis kinerja. Artinya, dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, akan dilihat kinerja apa yang telah dicapai oleh Pemerintah dalam menghabiskan dana APBN/APBD. Jika tidak ada kinerja yang dicapai maka tidak boleh se-sen-pun uang Negara dibelanjakan.
2. Profesionalitas. Karena uang Negara merupakan uang rakyat yang harus bernilai maksimal (value for money) bagi kesejahteraan masyarakat, bukan hanya kesejahteraan aparatur Negara. Oleh karena itu, pengelolaan Keuangan Negara harus dikelola secara professional. Penerapan sistem akuntansi keuangan harus benar-benar diterapkan baik untuk APBN maupun APBD.
3. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara. Rakyat berhak tahu kemana dan untuk apa anggaran Negara dibelanjakan. Dalam pertanggungjawaban Keuangan Negara, masyarakat perlu diberikan hak untuk mengetahui pertanggungjawaban Keuangan Negara yang dilakukan oleh Negara atau daerah. Minimal, Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah perlu dipublikasikan sehingga masyarakat dapat menilai pertanggungjawaban tersebut.
4. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Ini merupakan amanah baru bagi BPK-RI terutama untuk memeriksa pertanggungjawaban kepala daerah yang sebelumnya tidak ada kewajiban tersebut. Sebelum laporan pertanggungjawaban Pemerintah (Perhitungan Anggaran Negara) dan laporan pertanggungjawaban kepala daerah disampaikan kepada DPR/DPRD, wajib diperiksa terlebih dahulu oleh BPK-RI.
5. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Hal berikutnya mengenai audit Keuangan Negara. Audit keuangan Negara dalam peket UU tentang Keuangan Negara ditetapkan dengan UU 15/2004. Dari UU tersebut, secara jelas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diamanahi suatu tugas berat yaitu melakukan pemeriksaan (audit) atas pengelolaan dan tanggung jawab seluruh unsur keuangan negara. Beberapa hal yang dirasakan sebagai kemajuan dari penetapan UU Pemeriksaan tersebut antara lain:
1. BPK diberikan kebebasan dan kemandirian dalam menentukan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan, penyusunan dan penyajian laporan audit. Meskipun demikian, lembaga perwakilan (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dapat memberikan saran dan mengadakan pertemuan konsultasi dengan BPK dalam perencanaan tugas pemeriksaan. Artinya, apabila lembaga perwakilan merasa memerlukan pelaksanaan audit terhadap entitas yang diawasinya maka dapat meminta bantuan kepada BPK.
2. BPK dapat melakukan audit investigatif (baik berdasarkan temuan awal BPK sendiri maupun pengaduan dari lembaga perwakilan dan masyarakat) guna mengungkapkan adanya indikasi kerugian Negara/daerah dan/atau unsur pidana.
3. Laporan hasil pemeriksaan BPK (baik hasil audit keuangan maupun audit kinerja) disampaikan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya (LHP Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden; LHP Pemerintah Provinsi disampaikan kepada DPRD Provinsi dan Gubernur; dan LHP Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota). LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan TERBUKA UNTUK UMUM, kecuali laporan yang memuat rahasia Negara yang diatur dalam peraturan perundangan.
4. Lembaga perwakilan wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.

Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara
Akuntabilitas dan transparansi Keuangan Negara merupakan tujuan penting dari reformasi sektor publik. Hal ini dikarenakan secara definitif, kualitas kepemerintahan yang baik (good govermance) dan kepemerintahan yang bersih (clean govermance) ditentukan oleh kedua hal tersebut ditambah dengan peran serta masyarakat dan supremasi hukum. Akuntabilitas publik Keuangan Negara adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja Keuangan Negara kepada semua pihak yang berkepntingan (stakeholder) sehingga hak-hak publik, yaitu hak untuk tahu (right to be kept informed), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened) dapat terpenuhi.

Ada lima dimensi akuntabilitas publik yang perlu dilakukan. Pertama, akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality). Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam oragnisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik oragnisasi yang sehat (sound practice).

Kedua, akuntabilitas manajerial. Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan oragnisasi secara efektif dan efisien. Inefisiensi Keuangan Negara yang terjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan kepada customer-nya.

Ketiga, akuntabilitas program. Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi,misi dan tujuan organisasi. Lembaga-lembaga public harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai padaa pelaksanaan program.

Keempat, akuntabilitas kebijakan. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakn yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbngkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan, siapa sasarannya, stakeholder mana yang terpengaruh, dan apa dampak dari kebijakan tersebut.

Dan kelima, akuntabilitas financial. Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga public untuk menggunakan dana public (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga public untuk membuat laporan Keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

Akuntabilitas publik ini meliputi akuntabilitas vertical dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertical adalah pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas atau terhadap sesame lembaga public lainnya yang tidak berada di atasnya.

Akuntabilitas publik ini juga meliputi akuntabilitas internal dan akuntabilitas ekstternal. Akuntabilitas internal merupakan pertanggungjawaban kepada pihak-pihak internal yang berkepentingan, seperti pegawai, pejabat pengelola Keuangan Negara, dan badan legislative. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah pertanggungjawaban kepada pihak-pihak ; luar yang berkepentingan seperti pembayar pajak, media masa, pemberi dana bantuan, dan investor atau kreditur.

Stakeholder yang beragam memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder tersbut diperlukan rerangka konseptual (conceptual framework) yang komprehensif. Rerangka konseptual akuntabilitas publik, dapat dibangun di atas dasar empat komponen yaitu adanya sistem pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan sector publik, dan berfungsinya saluran akuntablitas publik (channel of public accountability).

Selain itu, dalam pengelolaan Keuangan Negara, perlu diwaspadai adanya tindak pidana korupsi atas Keuangan Negara. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara. Korupsi juga merupakan suatu proses dehumanisasi yang merusak sistem pemerintahan melalui sistem Keuangan Negara.

Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan Negara yang mampu mengatasi korupsi tersebut. Sistem tersebut terdiri dari sistem informal dan sistem formal. Sistem informal mengacu pada suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga independen, dan media massa, sedangkan sistem pengawasan formal dilakukan oleh lembaga yang secara formal ditugaskan untuk mengawasi. Dalam sistem pengawasan formal juga harus dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran tersebut boleh dilakukan yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.

Referensi:
Sriyanto, Meneropong Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 7, April 2004.
Mardiasmo, Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara, Media Akuntansi Nomor 39, halaman 12, April 2004.




Read More......

ANJURAN DAN PANTANGAN BERDASARKAN GOLONGAN DARAH

GOLONGAN DARAH O
Golongan darah O merupakan golongan darah paling kuno dalam sejarah manusia. Gen untuk golongan darah O berkembang pada suatu titik ketika peradaban manusia beralih dari hidup berburu dan berpindah-pindah ke komunitas agraris yang menetap di suatu tempat.

Tingkah Laku: Berenergi & tidak mudah putus asa.

Masalah yang dihadapi: Kencing manis, masalah usus dan pencernaan, peredaran darah kurang baik, sakit pinggang danbelakang, kegemukan, kadar kolesterol yang tinggi, tekanan darah tinggi, kadar asam urat tinggi, penyakit kanker, gout,penyakit jantung, penyumbatan arteri.

Diet: Makanan tinggi protein & kurangi karbohidrat.

Anjuran (makanan yang beraksi sebagai obat): brokoli, ubi, waluh, selada, ganggang laut, lobak china, bluberi, ceri, jambu biji, bumbu kari, kacang polong, kacang merah, semua jenis bawang, rumput laut, jahe, kailan, kunyit, Daging (sapi, kerbau, rusa, domba, anak sapi).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): ikan mas, belut, lobster, ikan tuna, ikan sardine, udang, telur (ayam, bebek), mentega, kacang ( hitam, merah, buncis, kedelai ), tempe, tahu, susu kedelai, bubur gandum, beras, kue beras, roti beras, tepung gandum, terung, tomat, labu, Daging (ayam, bebek, kambing, angsa, kalkun, kelinci).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging babi, cumi-cumi, sotong, kerang, kodok, gurita, telur (angsa, puyuh), es krim, keju, susu sapi, yoghurt(semua jenis), minyak kelapa, penyu, minyak jagung, jagung, bunga brokoli, kacang tanah, kacang mede, kuaci, laichi, kentang, mentimun, kembang kol, jamur, blewah, jeruk mandarin, pisang raja, pare, anggur putih, kecap, kopi, minuman keras.


GOLONGAN DARAH A

Golongan darah A merupakan manusia pertama yang menjalankan aktifitas pertanian karena nenek moyang sudah tinggal menetap dan tidak lagi suka berperang.

Tingkah Laku : Bertanggung jawab & romantis.

Masalah yang dihadapi: Hilang kesabaran diri atau cepat marah, rembesan sebum berlebihan, penyakit jantung dan masalah saluran darah, kanker dan ulser, gaster, kegemukkan.

Diet: Makanan berkarbohidrat tinggi & kurangi lemak.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): bayam, brokoli, wortel, jamur ikan mas, kacang tanah, kacang buncis, kacang/ susu kedelai, tahu, tempe, tepung beras, bluberi, minyak zaitun, ikan mas, ikan sardine, (Siput, jus nanas, mangga, pisang, jeruk limau & sitrun).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): ikan tuna, telur ayam/bebek, telur puyuh, wijen, biji bunga matahari, kacang ercis / kapri, jagung, tapioka, roti gandum, labu, bawang merah, mentimun, talas, anggur (semua jenis), melon, blewah, pir, delima, kiwi, kurma, strowberi, kesemek, jambu biji, daging (ayam, burung unta, belibis, kalkun,burung dara).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (sapi, kerbau, domba, bebek, angsa, kelinci, ayam hutan), lobster, gurita, kepiting, belut, kodok, udang, cumi- cumi, mentega, susu sapi, keju, es krim, susu, murni, acar, terung, tomat, ubi, kentang, jeruk, kelapa/santan, melon madu, pisang (raja), pepaya, pare, air soda.

GOLONGAN DARAH B
Kunci golongan darah B adalah keseimbangan. Orang bergolongan darah B tumbuh dan berkembang baik melalui apa yang telah disediakan oleh dunia hewan dan tumbuhan. Artinya golongan darah B menunjukan kemampuan yang canggih dalam perjalanan evolusinya.

Tingkah Laku : Adaptasi & analitika.

Masalah yang dihadapi: kerusakan system syaraf, kesulitan untuk tidur berkualitas, sakit kepala dan migren, penyakit hati dan saluran empedu, masalah haid, sakit tulang belakang, kegemukkan, penyakit jantung.

Diet: Susu & produk susu.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): ikan laut, susu sapi, keju, buburgandum, roti essene, kue beras, brokoli, ubi, wortel, kembang kol, terung, teh hijau, Daging (kambing, domba, kelinci, rusa).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): cumi-cumi, ikan mas, ikan tuna, mentega, keju, telur ayam, kacang merah, kacang buncis, tepung beras, roti beras, bayam, brokoli, selada, mentimun, labu, kentang, sawi, mangga, melon, jeruk, pir, kurma, jambu biji, Daging (sapi, kerbau, kalkun, hati anak sapi).

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (bebek, ayam, angsa, belibis, babi, kuda, keong, kepiting, siput, belut, kodok, gurita, lobster, es krim, telur (bebek, angsa, puyuh), kacang tanah,roti gandum,tomat, waluh, jagung, avokad, pare, delima, kelapa/ santan, kesemek, belimbing, pir, air soda, minuman beralkohol.

GOLONGAN DARAH AB
Golongan darah AB merupakan golongan darah yang paling modern dan berusia kurang dari 1.000 tahun, jarang (5 % dari jumlah populasi), dan bersifat kompleks secara biologis. Karena anda membawa anti gen A dan B.

Tingkah Laku : Cerdik & penyabar.

Masalah yang dihadapi: Perut kembung sakit jantung dan masalah saluran darah, kanker, kegemukkan, kesulitan tidur berkualitas, sakit sendi dan tulang.

Diet: Dapat menyesuaikan diri dengan berbagai jenis makanan.

Sangat Bermanfaat (makanan yang beraksi sebagai obat): ikan sardin, ikan tuna, susu kambing, putih telur (ayam), keju ricotta, krim asam (rendah kalori), the hijau, anggur merah, Daging (domba, kelinci, kalkun).

Netral (makanan yang beraksi sebagai makanan): Cumi-cumi, ikan mas, ikan tuna, mentega, keju, telur ayam, kacang merah, kacang buncis, tepung beras, roti beras, bayam, brokoli, selada, mentimun, labu, kentang, sawi, mangga, melon, jeruk, pir, kurma, jambu biji, Daging burung unta.

Hindari (makanan yang beraksi sebagai racun): daging (sapi, kerbau, ayam, bebek, angsa, babi, rusa kuda), lobster, kepiting, kodok, mentega, es krim, telor bebek, kacang hitam, acar, jagung, belimbing, delima, pare, pisang, kelapa, kesemek, jambu biji, mangga, saus tomat, kopi, soda, minuman beralkohol.




Read More......

Kamis, 03 September 2009

35 Kementerian Negara/Lembaga Mendapat Opini WTP

Berdasarkan pemeriksaan keuangan oleh BPK, 35 kementerian negara/lembaga (KL) memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion. 30 KL memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Qualified Opinion, dan 18 KL mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau Disclaimer Opinion.

KL yang mendapat opini WTP
1. MPR, 2. BPK, 3. Depperin, 4. Kemenko Polkam, 5. Kemenko Perekonomian, 6. Kemeneg BUMN, 7. Kemenristek, 8. Kemen Perempuan, 9. Kemen PAN, 10. BIN, 11. Wantanas, 12. Bappenas, 13. APP 61 (Pembayaran Bunga Utang), 14. APP 62 (Subsidi & Transfer), 15. Lemhanas, 16. BKPM, 17. BNN, 18. APP 71 (Dana Otsus), 19. Komnasham, 20. BMG, 21. MK, 22. PPATK, 23. Bakorsutanas, 24. BSN, 25. Bapeten, 26. LAN, 27. ANRI, 28. BPKP, 29. Kemenpera, 30. KPK, 31. DPD, 32. APP 96 (Cicilan Utang LN), 33. APP 97 (Cicilan Utang DN), 34. KY, dan 35. BNP2TKI.

KL yang mendapat opini WDP
1. DPR, 2. Setneg, 3. Deplu, 4. Dephan, 5. Depkeu, 6. Deptan, 7. Kemen ESDM, 8. Dephub, 9. Depdiknas, 10. Depkes, 11. Depnakertrans, 12. Depsos, 13. Kemenko Kesra, 14. Kemen KUKM, 15. LSN, 16. Perpusnas, 17. Depkominfo, 18. BPOM, 19. KNPDT, 20. BKKBN, 21. APP 70 (Dana Perimbangan), 22. LIPI, 23. BTNN (Nuklir), 24. BPPT, 25. Lapan, 26. BKN, 27. Depdag, 28. Kemenpora, 29. APP 99 (Penyertaan Modal), dan 30. BPLS

KL yang mendapat opini TMP (Disclaimer)
1. MA, 2. Kejagung, 3. Depdagri, 4. Depkumham, 5. Depag, 6. Dephut, 7. DKP, 8. DPU, 9. Depbudpar, 10. Kemen LH, 11. BPS, 12. BPN, 13. Polri, 14. APP 69 (Belanja Lain2), 15. KPU, 16. APP 98 (Penerusan Pinjaman), 17. BNPB, dan 18. Penerimaan Hibah.




Read More......

KEBIJAKAN KSAP TERKAIT PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA (BMN)

Beberapa kebijakan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) ini perlu menjadi bahan pertimbangan (kriteria) bagi pemeriksa BPK dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat, kementerian negara/lembaga, dan pemerintah daerah. Kebijakan ini berdasarkan permintaan pertimbangan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) kepada KSAP.

1. BMN benda bercorak seni/budaya
BMN benda bercorak seni/budaya sulit untuk menentukan nilai wajarnya karena data pasar tidak tersedia dan membutuhkan penilai yang memiliki kualifikasi penilai khusus di bidang seni (kurator). DJKN belum memiliki ahli penilai atas barang-barang seni/budaya sehingga apabila tetap dilakukan penilaian maka nilai yang diperoleh tidak memncerminkan nilai wajar. Hasil konsultasi DJKN dengan KSAP adalah bahwa BMN benda bercorak seni/budaya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK).

2. BMN properti khusus seperti bendungan, jalan, jembatan, saluran irigasi, Bandar udara, dan pelabuhan laut
Tidak semua data yang dibutuhkan untuk melakukan penilaian terhadap property khusus tersedia sehingga kesulitan melakukan penilaian terhadap property khusus yang tidak ada data pendukung seperti rencana anggaran biaya (RAB). KSAP menyatakan bahwa BMN properti khusus yang tidak ada datanya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam CALK.

3. BMN alat utama sistem senjata (Alusista)
DJKN mengalami kesulitan melakukan penilaian Alusista karena data perolehan sebagian besar tidak ada dan kesulitan mencari data pasar. KSAP menjawab bahwa Alusista dicatat dengan harga perolehan dan tidak perlu dilakukan penilaian. Apabila tidak ada harga perolehan, maka agar diungkapkan dalam CALK. (CK)




Read More......

TRANSPARANSI FISKAL PEMERINTAH PUSAT TAHUN ANGGARAN 2008

Dr. Cris Kuntadi, SE, MM, CPA, Ak.

Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara merupakan tuntutan pokok yang mendasari pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam paket tiga undang-undang di bidang keuangan negara. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara tersebut pernah direviu oleh IMF seperti yang tertuang dalam Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC) pada Tahun 2006.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan reviu pelaksanaan unsur transparansi fiskal pada Pemerintah Pusat yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2008. BPK melakukan reviu transparansi fiskal dengan memperhatikan desain dan implementasi transparansi fiskal di lingkungan Pemerintah Pusat tahun 2008 dan disajikan dengan memperbandingkan dengan hasil reviu pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2007.

Dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2008 Pemerintah telah meningkatkan pengungkapan untuk hal-hal yang material terkait penerimaan migas, piutang pajak, dan hibah luar negeri. Pemerintah juga telah memberikan akses data pajak yang memadai bagi BPK. Pemerintah juga telah berhasil meningkatkan opini pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Peningkatan opini tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah secara serius memperbaiki akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang pada akhirnya meningkatkan transparansi fiskal.

Reviu tersebut didasarkan atas pedoman dan praktik-praktik terbaik dalam transparansi fiskal yang mencakup empat unsur utama dalam Panduan Manual Transparansi Fiskal (Manual on Fiscal Transparency) yaitu: (1) kejelasan peran dan tanggung jawab; (2) proses anggaran yang terbuka; (3) ketersediaan informasi bagi publik; serta (4) keyakinan atas integritas.

Kejelasan Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah
Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait tugas pokok dan fungsi pemerintah, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, dan MA sebagai lembaga yudikatif telah diatur sesuai dengan perannya masing-masing. Pemerintah memiliki fungsi penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sedangkan lembaga legislatif memiliki fungsi untuk membahas dan menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah. Peran pemerintah dan DPR dalam penyusunan dan persetujuan anggaran dilakukan dengan membentuk suatu panitia anggaran. Peran tersebut telah dilakukan sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan. APBN 2008 telah ditetapkan dalam UU Nomor 45 Tahun 2007 tanggal 6 Nopember 2007 secara tepat waktu. Mahkamah Agung juga berperan dalam kegiatan fiskal diantaranya memproses pengajuan permohonan wajib pajak (WP) untuk meninjau kembali putusan pengadilan pajak.


Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah juga telah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan terkait. Namun, pelaksanaan peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal masih memiliki kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut.
Pertama, Pemerintah Pusat belum mengatur mekanisme konsolidasi LKPP dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Kegiatan fiskal pemerintah (pusat dan daerah) tahun 2008 masih tidak tergambarkan secara keseluruhan dalam konsolidasi anggaran maupun realisasinya. APBN dan APBD disusun dan ditetapkan oleh masing-masing pemerintahan di tingkat pusat dan tingkat daerah, demikian pula pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran tersebut. Pada tingkat Pemerintah Pusat, anggaran dan pertanggungjawabannya belum meliputi seluruh penerimaan dan pengeluaran negara karena masih adanya penerimaan dan pengeluaran di luar mekanisme APBN.

Kedua, rendahnya transparansi fiskal pada tingkat pemerintah daerah. Sesuai LRA LKPP TA 2008 dana perimbangan yang disalurkan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah mencapai Rp292,63 triliun atau 29,69 persen dari total belanja Pemerintah Pusat. Pada kenyataannya, LKPD yang memperoleh opini WTP dari BPK hanya empat Pemda. Ini berarti transparansi fiskal Pemda masih sangat rendah. Besarnya dana Pemerintah Pusat yang disalurkan ke Pemda menimbulkan suatu konsekuensi di mana Pemerintah Pusat membutuhkan informasi yang cukup atas aktifitas fiskal Pemda untuk dapat memberikan gambaran menyeluruh terhadap aktifitas fiskal secara nasional. Kondisi opini atas LKPD yang belum baik, menyulitkan Pemerintah Pusat untuk mengetahui secara baik tentang aktifitas fiskal yang dilakukan oleh Pemda.
Ketiga, alokasi DAK yang tidak sesuai dengan kriteria dan tidak dijelaskannya pembagian DBH PBB Migas. Pemeriksaan BPK atas penetapan, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan tahun 2007 mengungkapkan adanya penghitungan alokasi DAK pada 63 Pemda yang tidak sepenuhnya dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Alokasi tersebut hanya berdasarkan pertimbangan daerah tersebut memperoleh DAK tahun 2007.

Di samping tiga masalah tersebut, juga terdapat masalah investasi permanen PMN yang belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya, belum adanya mekanisme konsultasi langsung dengan masyarakat terkait perubahan aturan dan kebijakan, belum transparannya kontrak kerja sama, koordinasi dalam pencatatan penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun PNBP, data penerimaan pajak yang belum sepenuhnya bisa direkonsiliasi perlu diperhatikan pemerintah untuk ditindaklanjuti dalam rangka meningkatkan transparansi fiskalnya.

Proses Anggaran yang Terbuka
Secara umum, proses anggaran yang terbuka telah diatur oleh Pemerintah Pusat. Pelaporan realisasi anggaran semesteran dan tahunan telah dilakukan secara tepat waktu. Namun, kualitas pelaporan tersebut belum sesuai dengan standar akuntansi yang telah ditetapkan dan Pemerintah belum dapat menyajikan laporan kinerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada LKPP 2008 masih ditemukan adanya mekanisme transaksi di luar mekanisme APBN yaitu pungutan PNBP pada 11 KL tidak memiliki dasar hukum yang memadai dan dikelola di luar mekanisme APBN; penerimaan hibah pada 5 KL dikelola di luar mekanisme APBN; dan adanya penggunaan langsung Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) berupa pembayaran fee bank penatausahaan dan penyaluran pinjaman kepada debitur. Pengeluaran-pengeluaran tanpa melalui mekanisme APBN mengurangi transparansi fiskal dan belum dipertanggungjawabkan kepada lembaga perwakilan. Pencatatan di luar mekanisme APBN ini akan menghambat pemerintah untuk mengetahui seluruh aktifitas fiskalnya pada tahun berjalan.

Ketersediaan Informasi bagi Publik
Hasil reviu unsur ketersediaan informasi bagi publik menunjukkan bahwa secara umum pemerintah telah melakukan upaya untuk berkomitmen dalam menyediakan informasi fiskal kepada publik. Namun, pemerintah juga belum dapat menyajikan informasi fiskal mengenai dana ekstrabujeter, kegiatan koperasi dan yayasan, pencatatan hibah yang akurat, pencatatan aset dan kewajiban pemerintah yang akurat, dan konsolidasi posisi fiskal nasional (gabungan pemerintah pusat dan daerah) bagi publik, menyajikan informasi yang handal terkait posisi keuangan pemerintah termasuk investasi permanen PMN, serta laporan proyeksi jangka panjang. Dalam penyajian informasi pemerintah belum sepenuhnya menyediakan panduan anggaran bagi masyarakat untuk menjelaskan gambaran utama anggaran dan membuat kalender fiskal.

Keyakinan atas Integritas
Standar akuntansi dan pemeriksaan telah ditetapkan dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk menjamin independensi dan integritas. Namun dalam pengelolaannya, kualitas data belum sesuai dengan standar akuntansi, dan hasil pemeriksaan dan pengamatan BPK menunjukkan banyak ketidaksesuaian dengan standar, kelemahan pengendalian intern, ketidakkonsistenan data akuntansi, dan rekonsiliasi yang belum berjalan sepenuhnya. BPK juga menemukan adanya standar etika yang belum sepenuhnya diatur, prosedur kepegawaian yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik, audit internal yang belum memenuhi standar, administrasi pendapatan yang belum berjalan dengan baik, dan ketidakpatuhan yang belum seluruhnya ditindaklanjuti pemerintah. Dalam hal pemeriksaan oleh lembaga independen, walaupun dalam pemeriksaan keuangan tidak mendapatkan pembatasan lagi, BPK masih mengalami pembatasan dalam pemeriksaaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap perpajakan. Permasalahan dalam memeriksa keuangan negara ini dikarenakan aturan perundangan lainnya yang bertentangan dengan UU BPK yaitu UU Pajak, UU BI, dan UU BUMN. Selain pembatasan karena peraturan perundangan, BPK masih mengalami kesulitan dalam memeriksa biaya perkara di MA karena ketidakjelasan peraturan pelaksanaannya.

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Pemerintah Pusat Tahun 2008 Nomor 25/05/LHP/XV/05/2009 Tanggal 20 Mei 2009


Read More......

KONSULTASI SEKTOR PUBLIK-01

Diasuh oleh Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA
(Redaktur Majalah Akuntan Indonesia & Sekretaris Jenderal IAI KASP)

Redaksi membuka ruang konsultasi sektor publik bagi pembaca majalah Akuntan Indonesia (AI). Pertanyaan yang dapat diajukan meliputi pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan keuangan negara/daerah. Pertanyaan dialamatkan ke cris.kuntadi@iaiglobal.or.id atau alamat redaksi AI. Harap menyatakan nama, alamat lengkap, dan instansi.


Pada rubrik Konsultasi Sektor Publik ini, ada dua pertanyaan yaitu 1) Mendepositokan Sisa Anggaran Pemerintah Daerah, Bolehkah? dan 2) Pengembalian Tunjangan DPRD.

Mendepositokan Sisa Anggaran Pemerintah Daerah, Bolehkah?
Sebagai salah satu PNS pada Pemkot Tangerang, saya merasa sedikit terusik dengan pernyataan Anggota DPRD Kota Tangerang yang dimuat harian Media Indonesia 22 Juni 2009 berjudul ”Tangerang Depositokan Sisa Anggaran.” Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa kalangan DPRD Kota Tangerang merasa prihatin karena sisa anggaran Pemkot Tangerang 2008 didepositokan ke Bank Jabar dan Bank Tabungan Negara (BTN). Pendepositoan tersebut dikatakan sebagai pembohongan publik serta menanyakan pendapatan dari bunga deposito tersebut. Atas berita tersebut, kami ingin menanyakan (a) apakah salah apabila Pemkot Tangerang mendepositokan sisa anggaran? (b) Apakah benar bahwa Pemkot telah melakukan pembohongan publik apabila melakukan pendepositoan tersebut?
Kami mengucapkan terima kasih atas jawabannya. Semoga AI semakin sukses dan menyebar ke seluruh DPRD di Indonesia.

Suwardi,
PNS Pemkot Tangerang

Jawab:
Pak Suwardi yang kami hormati, terima kasih atas doanya untuk AI. Terkait pertanyaan Bapak, perlu kami jelaskan bahwa PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 antara lain menyatakan bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berwenang menyimpan uang daerah. Terdapat sedikitnya tiga jenis simpanan di bank, yaitu tabungan, giro, dan atau deposito. Karena deposito juga merupakan salah satu bentuk penyimpanan uang di bank, maka mendepositokan uang daerah dari sisa anggaran pemerintah daerah juga diperkenankan dan tidak melanggar ketentuan. Mendepositokan dana justru akan memberikan manfaat (pendapatan bunga) yang lebih yang lebih besar dibandingkan simpanan dalam bentuk giro.
Hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan uang pada deposito adalah (a) jangan sampai pendepositoan tersebut mengganggu likuiditas pemerintah daerah karena umumnya deposito mempunyai jangka waktu tertentu. Karena sifat pendepositoan dana tersebut adalah memanfaatkan uang lebih (idle cash) sehingga PPKD perlu mempunyai cash budgeting agar dapat merencanakan kebutuhan uang tunai. (b) Mendepositokan dana Pemda bukan untuk tujuan investasi sehingga harus dipilih deposito jangka pendek. Apabila pendepositoan tersebut untuk tujuan investasi maka perlu terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.
Terkait pertanyaan kedua, dapat kami sampaikan bahwa laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Laporan keuangan tersebut menyajikan aktiva, hutang dan ekuitas dalam neraca serta penerimaan dan pengeluaran dalam laporan realisasi anggaran. Deposito merupakan unsur aktiva (aktiva lancar) dan menurut berita tersebut telah disajikan pada neraca berdasarkan hasil audit BPK. Dengan demikian, Pemkot telah menyajikan dan mengungkapkan secara penuh deposito tersebut sehingga tidak dapat dikatakan melakukan kebohongan publik.
Demikian jawaban kami, semoga dapat memenuhi harapan Bapak.


Pengembalian Tunjangan DPRD

Pak Cris, saya adalah pegawai pada Sekretariat DPRD Kota Pontianak. Saat ini kami menghadapi permasalahan terkait pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Dana Operasional (DO) dari Pimpinan dan Anggota DPRD. Pengembalian dana tersebut terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. PP tersebut mewajibkan Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur menerima TKI dan DO berdasarkan PP No. 37 tahun 2007 harus menyetorkan kembali ke Kas Daerah paling lambat satu bulan sebelum berakhirnya masa bhakti sebagai Anggota DPRD periode 2004 – 2009. Ada dua permasalahan yang ingin kami tanyakan melalui Rubrik Konsultasi Sektor Publik ini yaitu:
a. Bagaimana mengakui penerimaan pengembalian TKI dan DO dalam laporan keuangan Sekretariat DPRD (perlakuan dan jurnalnya). Apakah ada perbedaan perlakuan pencatatan apabila pengembalian uang tersebut langsung disetorkan ke Kas Daerah dan tidak melalui Bendahara Sekretariat DPRD?
b. Bagaimana apabila ada Pimpinan dan atau Anggota DPRD yang tidak mau mengembalikan kelebihan TKI dan DO tersebut?
Demikian pertanyaan kami, atas kebaikan Bapak kami ucapkan terima kasih.

Endang Rusmawati,
Sekretariat DPRD Kota Pontianak

Jawab:
Kami atas nama redaktur AI pantas mengucapkan alhamdulillah dan terima kasih atas perhatian Ibu Endang kepada AI. Atas pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa:
a. Penerimaan pengembalian biaya yang terjadi atas TKI dan DO Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur dibayarkan berdasarkan PP 37 Tahun 2007 dapat dianggap sebagai pengembalian belanja yang tidak biasa karena ’mungkin’ hanya terjadi pada saat itu saja. Oleh karena itu, Sekretariat DPRD harus menggunakan koreksi kesalahan yang tidak berulang seperti dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 10 Paragraf 14 yang menyatakan bahwa: ”Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.
Dari PSAP tersebut, pencatatan penerimaan pengembalian belanja yang terjadi pada tahun sebelumnya akan dicatat pada 2009 sebagai berikut.
Dr. Kas pada Kas Daerah xxx
Cr. Lain-lain PAD yang sah xxx
Pencatatan tersebut adalah standar untuk pencatatan pada Bendahara Umum Daerah (PPKD). Apabila pencatatan dilakukan pada sistem yang terdesentralisasi (masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menyusun laporan keuangan, maka posisi debet (Dr) diganti dengan akun transitoris yang ditetapkan dalam bagan akun standar (BAS) pemda yang bersangkutan seperti akun Hutang kepada Kas Umum Daerah (KUD).
b. Terkait Pimpinan dan Anggota DPRD yang tidak bersedia mengembalikan TKI dan DO, maka Walikota atau Sekretaris DPRD harus melimpahkan permasalahan tersebut ke aparat penegah hukum sesuai dengan SE Mendagri Nomor 700/08/SJ tanggal 5 Januari 2009. Menurut hemat kami, pelimpahan ke penegak hukum diperlukan karena pembangkangan Pimpinan dan Anggota DPRD terhadap kewajiban pengembalian TKI dan DO telah memenuhi unsur indikasi tindak pidana korupsi yaitu melanggar ketentuan perundang-undangan (melawan hukum), merugikan keuangan negara, dan menguntungkan diri sendiri.
Demikian jawaban kami, atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.




Read More......

KELAKAR AKUNTAN SEKTOR PUBLIK

Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

Tulisan ini adalah fiksi belaka. Apabila ada nama, tempat, dan kejadian yang sama, hal tersebut merupakan kebetulan semata. Melalui edisi Akuntan Indonesia kali ini, Penulis bermaksud mengetengahkan sisi lain akuntan.

Aktiva tetap merupakan aktiva yang memberikan manfaat operasi lebih dari satu tahun atau lebih dari satu periode akuntansi. Oleh karena pemakaian, nilai aktiva akan berkurang bersamaan dengan berjalannya waktu. Dalam dunia akuntan, berkurangnya nilai aktiva dikenal dengan istilah “penyusutan.”
Pandangan akuntan tersebut jelas berbeda dengan dunia arkeolog. Ketika akuntan memberi nilai yang semakin rendah (depresiasi) dengan bertambahnya umur suatu aktiva, arkeolog justru akan meningkatkan nilai (apresiasi) suatu benda. Semakin tua suatu barang bersejarah, akan semakin tinggi nilainya.

Mbakyu Nita bahkan pernah sesumbar kepada kaumnya untuk menghindari menjadi istri akuntan dan mendorong wanita-wanita untuk menjadi istri arkeolog. Propaganda kepada akuntan wanita lajang yang mendiskreditkan (Red: diskredit ≠ debet) akuntan laki-laki. Black campaign istilah para politisi. Propaganda tersebut diyakini bukan karena pengalaman buruk yang terjadi pada diri mbak Nita karena semua akuntan tahu, kehidupan rumah tangganya adem ayem dan penuh curahan kasih sayang. Kehidupan keluarga yang mawadah warohmah.


”Kalau jadi istri akuntan, kami sebagai istri akan didepresiasi sebagaimana konsep yang sangat dipegang para akuntan. Semakin tua, kami akan dinilai semakin rendah. Bahkan suatu ketika nanti, istri-istri akuntan tinggal punya nilai scrap (residu/sisa). Kadang nilai residunya adalah ’nol’.” Mbak Nita yang suaminya akuntan memberikan orasi dengan gaya ”obsesi” orator.

”Lho, kalau mau nilainya tetap di mata suami yang akuntan, harus semakin baik pelayanannya, harus maksimal perawatannya, dan kalau perlu, sering-seringlah melakukan capital expenditure untuk meningkatkan nilai.”Gendit memberikan solusi.

”Kalau aktiva memang mudah dilakukan capital expenditure, misalnya dengan melakukan renovasi. Lha kalau kami, apakah harus melakukan operasi bedah plastik? Jangan-jangan, peningkatan nilai akibat operasi plastik tidak sebanding dengan biaya operasinya.” Nita yang juga akuntan menunjukkan sifat aslinya yang selalu mengedepankan efisiensi (baca: ngirit).

”Kalau operasi plastik, jangan dong, apalagi sampai suntik silikon. Yang paling penting adalah kepribadian dari dalam dan tampil apa adanya sesuai dengan kepribadian kita. Walau panampilan dan wajahnya biasa-biasa saja, tapi harus berkarakter, berwawasan luas, enak diajak ngomong, rendah hati, dan tidak sombong. Dijamin suami akan betah dekat dengannya dan akan tampil menarik dan mempesona. Kecantikan seperti itulah yang disebut inner beauty. Suatu kecantikan yang terpancar dari pribadi yang mempesona. Semua orang bisa memiliki inner beauty tersebut, asalkan dapat menjadi diri sendiri, tahu kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Mau memperbaiki kelemahan dan kekurangan diri, dan mau menggali dan mengoptimalkan potensi serta kelebihan yang dimilikinya.” Papar Gendit.

“Caranya?” Tanya Nita.

“Lakukan aktivitas akal, hati, dan anggota tubuh. Aktivitas akal dilakukan dengan mengisi akal pikiran dengan ilmu yang bermanfaat dan banyak tafakur. Aktivitas hati dilakukan dengan menjaga kebersihan hati dan menghilangkan penyakit-penyakitnya. Aktivitas anggota tubuh dilakukan dengan memperbanyak amal soleh dan olah raga teratur. Senam kegel juga perlu dilakukan.” Gendit menambahkan panjang lebar menjelaskan seolah-olah pakar inner beauty. Padahal, Gendit hanya membuka http://share.geocities.com/euis1985/wanita.htm.
“Kok jadi jauh amat sampai ke inner beauty? Eh mas Ndit, ente kan juga akuntan. Apakah tidak mendepresiasikan nilai istri?” Nita menyerang balik.

”Lho, kalau saya kan akuntan sektor publik. Standar Akuntansi Pemerintahan memberikan opsi untuk melakukan depresiasi atau tidak. Bahasanya, ’aktiva operasional dapat disusutkan’. Kami tidak memilih opsi penyusutan. So, akuntan sektor publik tidak akan memandang bahwa semakin tua seseorang, semakin rendah nilainya. Bahkan kami telah meningkatkan nilai dengan melakukan revaluasi (penilaian kembali) atas aktiva tetap yang dimiliki sebelum tahun 2005 seperti Bultek tentang Neraca Awal.” Jawab Gendit.

”Alhamdulillah, saya sekarang bangga menjadi istri akuntan sektor publik.” Nita menyimpulkan.
”Malahan, kami senantiasa menyajikan aktiva tersebut dalam neraca bersama nilainya dan mengungkapkan sepenuhnya (full disclosure) atas apa yang dimiliki. Ini kan jelas berbeda dengan barang antiknya para arkeolog. Meskipun nilainya meningkat seiring umurnya, tetapi standar akuntansi tidak menyajikan dalam neraca. Artinya, tidak di-reken (dicatat) alias diumpetin. Emang enak jadi istri simpanan?” Gendit menambahkan.

”Eh, yu Nita sendiri kan akuntan. Apakah si abang yang udah tidak jadi pengawas disusutkan?” Selidik Gendit.

Wallahu a’lam mas.” Jawab Nita sambil ngeloyor ke ruang aerobik.



Read More......

AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH TINDAK LANJUT SERTA TUNTUTAN GANTI RUGI DAN SANKSI PIDANA

Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA


Gelombang reformasi telah mengakibatkan pemerintah pusat melakukan berbagai tahapan perubahan termasuk perubahan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dengan terbitnya PP Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Dalam PP tersebut dipersyaratkan bahwa setiap pemerintah daerah wajib menghasilkan laporan keuangan yang terdiri atas Neraca, Laporan Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pelaporan keuangan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pertanggungjawaban kepala daerah kepada masyarakat (public accountability).

Semangat reformasi tersebut telah mewarnai pendayagunaan aparatur daerah dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi keuangan daerah yang mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip pengelolaan yang baik (good governance). Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah daerah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan public goods and services sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.

Untuk mendukung keberhasilan tersebut, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara wajib dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan Keuangan Negara disini adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.


AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Untuk meyakinkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berjalan sesuai kriteria yang ditetapkan, perlu dilakukan oleh suatu badan pemeriksa yang profesional, efektif, efisien, dan modern (PEEM). Sehubungan dengan hal tersebut, dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang bertugas melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana UU No. 15 tahun 2004 atau dikenal dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara.

Pemeriksaan yang menjadi tugas BPK-RI meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara garis besar, lingkup pemeriksaan meliputi APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas pemerintah.

Audit yang dilakukan BPK-RI meliputi tiga jenis, yakni:
1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan, seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Untuk pemeriksaan keuangan, UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mensyaratkan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah untuk diaudit oleh BPK-RI sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Audit oleh BPK-RI tersebut merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Dalam pelaksanaan auditnya, BPK bebas dan mandiri dalam penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan. Meskipun demikian, BPK-RI menerima masukan dari lembaga perwakilan dan masyarakat apabila terdapat indikasi penyimpangan yang ditemui berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara/daerah. Untuk itu, BPK-RI setiap tahun menganggarkan belanja pemeriksaan atas permintaan (on-call audit) yang akan dilaksanakan apabila ada permintaan dari DPRD maupun masyarakat.

Dalam tahun anggaran 2005, BPK-RI telah melakukan audit atas Laporan Keuangan/Perhitungan APBD kurang lebih 60% jumlah Pemda di Indonesia. Dari Pemda yang diperiksa tersebut, khusus Perwakilan II BPK-RI di Palembang telah mengeluarkan 2 opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), 33 opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion), dan 1 opini Tidak Wajar (adverse opinion). Hal ini berarti 94,44% Pemda belum menyusun Laboran Keuangan/Perhitungan APBD tahun 2004 sesuai prinsip akuntansi dan mematuhi peraturan perundangan.

Pemerintah Pusat, sejak Perhitungan Anggaran Negara (PAN) tahun anggaran 2002 – 2003 dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2004 masih mendapat opini Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat). Yang menjadi masalah dari LKPP antara lain adalah lemahnya pengendalian intern (verifikasi, rekonsiliasi, dana di BI dan bank umum lain, pengelolaan dana investasi dan dana pembangunan daerah, dan pengelolaan sisa aset BPPN), tidak dapat diverifikasinya pendapatan pajak sebesar Rp275 Triliun, tidak adanya bukti pendapatan minyak dan gas sebesar Rp17 Triliun, saldo bank sebesar Rp17 Triliun tidak tercatat, SAL di Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebesar Rp31,56 Triliun berbeda dengan saldo di Neraca sebesar Rp24,59 Triliun.

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa Pemerintah Pusat/Daerah pada umumnya belum mampu menyusun laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi dan belum mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masih banyak penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah. Oleh karena itu, pendalaman materi hasil audit laporan keuangan perlu ditindaklanjuti dengan audit kinerja dan/atau audit investigasi. Hal ini untuk dapat lebih memaksimalkan peran BPK-RI dalam mewujudkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Setelah selesai audit, auditor diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) secara tepat waktu. LHP atas laporan keuangan pemerintah memuat opini, LHP atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, dan LHP dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada LHP.

LHP atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan oleh BPK kepada DPR/DPD/DPRD dan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota (sesuai kewenangannya) selambat-lambatnya dua bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat/daerah. LHP kinerja dan pemeriksaan tujuan tertentu juga disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD dan Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.

Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Laporan hasil pemeriksaan yang terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat. Saat ini BPK sedang merumuskan pola transparansi hasil audit diantaranya penyampaian Hasil Pemeriksaan dalam sidang/rapat paripurna. Pembahasan antara BPK dengan DPR/DPD/DPRD terus dilakukan. Dengan penyampaian dan pemaparan LHP pada sidang paripurna, diharapkan masyarakat akan mengetahui apa saja yang dimuat dalam LHP dan DPR/DPRD dapat langsung menanyakan hal-hal yang kurang dapat difahami.

TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
Atas hasil audit BPK-RI, pejabat yang diperiksa wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dengan memberikan jawaban/penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah LHP diterima. Atas tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan pejabat yang diperiksa, BPK-RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan tindak lanjut dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Sanksi yang tercantum dalam UU 15/2005 yaitu ‘Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).’ Hasil pemantauan tindak lanjut diberitahukan kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester (HAPSEM).

Laporan keuangan Pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK-RI tersebut disampaikan kepada DPRD sebagai sebagai salah satu bahan evaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Pasal 21 Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara antara lain menyatakan bahwa:
(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan.
(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

TUNTUTAN PERBENDAHARAAN/TUNTUTAN GANTI RUGI (TP/TGR)
Apabila dari hasil audit BPK diketahui terdapat kerugian negara, maka BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara yang bersangkutan. Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

Tata cara penyelesaian ganti kerugian berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud. BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

SANKSI PIDANA DAN INDIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI
Berkaitan dengan pemeriksaan oleh BPK-RI, UU Pemeriksaan Keuangan Negara mengatur sanksi pidana yaitu:
1. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sanksi tersebut bukan saja didakwakan kepada pejabat yang diperiksa, melainkan juga bagi auditor yang melakukan pemeriksaan dengan melanggar ketentuan perundang-undangan antara lain:
1. Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan melampaui batas kewenangannya, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
2. Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan dipidana penjara 1 sampai 5 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya satu miliar rupiah.
3. Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan dipidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Berkaitan dengan audit atas indikasi tindak pidana korupsi, maka BPK dapat melakukan audit investigatif. Audit investigatif adalah audit yang dilakukan berkenaan adanya dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah:
1) pasal 2 ayat (1)
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
2) pasal 3:
“Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Mengacu kepada definisi dari masing-masing pasal maka dapat diuraikan unsur-unsur dari Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat . Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakan-tindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut.
Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 Undang-undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan.

Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena meperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentuk-bentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan kerja atau hubungan-hubungan lainnya.

Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi adalah cukup dengan adanya unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara.

Kerugian Negara yang dihitung oleh auditor Investigasi adalah kerugian yang didasarkan kepada perhitungan dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi. Hal ini karena berkaitan kompetensi yang dimilki oleh BPK dalam melakukan audit yang didasari kepada prinsip-prinsip Akuntansi. Berdasarkan berbagai putusan hakim terhadap ada atau tidaknya suatu kerugian negara dapat secara sederhana dirumuskan pengertian kerugian negara, yaitu:
a. Berkurangnya asset dari suatu entitas Pemerintahan.
b. Bertambahnya pengeluaran Keuangan Negara atas prestasi yang tidak diperoleh suatu entitas Pemerintah.
Setiap audit investigasi hendaklah mengandung prinsip sabagai berikut:
a. Audit investigasi tidak seperti audit keuangan dimana auditor memfokuskan pada perkecualian, kejanggalan, ketidakberesan akutansi, dan pola tindakan bukan hanya pada kesalahan biasa dan kelalaian.
b. Indikasi korupsi cenderung mengarah pada struktur teori sekitar motivasi, kesempatan dan keuntungan sehingga sering kali korupsi dilakukan untuk alasan ekonomi, egosentris, ideologi dan psikotik.
c. Indikasi korupsi dalam lingkungan yang menggunakan komputer dapat terjadi pada setiap tahap sistem: masukan, pengolahan dan keluaran.
d. Korupsi lebih disebabkan ketiadaan pengendalian dari pengendalian yang lemah. Dengan demikian pencegahan indikasi korupsi adalah masalah pengendalian yang memadai dan suatu lingkungan kerja yang menetapkan penghargaan yang tinggi atas kejujuran pribadai dan perlakuan yang adil.
Pendekatan audit investigasi yang dalam pelaksanaannya dikaitkan dengan teori atas Indikasi Tindak Korupsi, meliputi beberapa hal yaitu:
a. Analisa terhadap data yang tersedia.
Sebelum sebuah audit investigasi dilakukan, dimana berkaitan dengan interview atau bentuk-bentuk lanjutan dari investigasi, maka perlu dilakukan analisa terhadap data yang ada untuk menentukan data yang diketahui. Jika diperlukan audit pendahuluan maka audit tersebut dilakukan terlebih dahulu.
b. Menciptakan sebuah hipotesa.
Yang dimaksud dengan hipotesis di sini adalah suatu skenario kasar yang dibuat dari data-data yang diperoleh. Dalam hal ini dibuatkan bentuk-bentuk dugaan tindakan melawan hukum yang terjadi, bagaimana modus operandi terjadinya dan perkiraan pihak-pihak yang terkait
c. Menguji Hipotesa.
Yang dimaksud dengan menguji hipotesis adalah membuat skenario “bagaimana jika”. Sebagai contoh jika dalam sebuah bagian dari hipotesa, suatu tindakan penyuapan dari bagian pengadaan dicurigai terjadi, seorang auditor investigasi melakukan untuk mendapat beberapa fakta-fakta:
3) Hubungan personal antara pembeli dan rekanan.
4) Kemampuan dari bagian pengadaan untuk mengendalikan agar proses pengadaan memenangkan rekanan tertentu.
5) Pelaksanaan pembelian terhadap barang yang harganya mahal dengan kualitas yang rendah.
6) Pengeluaran-pengeluaran yang berlebih dari kebutuhan oleh bagian pengadaan.
d. Menyempurnakan dan melakukan penyesuaian atas Hipotesa.
Dalam melakukan pengujian terhadap hipotesa, Auditor Investigasi seringkali menemukan bahwa fakta-fakta yang ditemukan ternyata tidak bersesuaian dengan skenario kasar yang telah diperkirakan. Dalam hal ini, maka skenario harus direvisi dan kemudian dilakukan pengujian ulang, namun pada banyak kasus jika kenyataanya fakta yang diproleh tidak sesuai dengan skenario awal bisa saja menunjukkan hasil tidak dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi, atau tidak dapat dibuktikan.



Read More......