Kamis, 31 Desember 2009

Konsultasi Sektor Publik-03

Redaksi majalah Akuntan Indonesia (AI) membuka ruang konsultasi sektor publik bagi pembaca. Pertanyaan yang dapat diajukan meliputi pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan keuangan negara/daerah. Pertanyaan dialamatkan ke cris.kuntadi@gmail.com atau ke alamat redaksi Kantor IAI Wilayah Jakarta, Gedung Gajah Blok AE Jl. Dr. Saharjo No. 111 Tebet, Jakarta 12810. Telp. 021-83707344, Fax 021-8290324. Harap menyatakan nama, alamat lengkap, dan instansi.


Penyusutan Aset tetap Pemerintah

Yth. Dr. Cris Kuntadi, CPA
Pembimbing Kolom Sektor Publik
Majalah Akuntan Indonesia

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansii Pemerintah, Pernyataan Nomor 07- Akuntansi Aset Tetap Par. 53 disebutkan bahwa "Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan…"
Kemudian pada par. 54 disebutkan sebagai berikut "...Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap."
Selanjutnya pada par. 57 disebutkan bahwa " Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tersebut dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut."

Sampai saat ini banyak instansi pemerintah/lembaga negara yang tidak melakukan penyusutan aset tetap, sehingga laporan keuangan yang disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan tidak seragam. Atau bahkan mungkin seluruh instansi pemerintah/lembaga negara tidak melakukan penyusutan aset tetap dalam laporan keuangannya. Padahal PSAP Nomor 07 ini berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun anggaran 2005.

Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) terakhir sudah memperhitungkan tidak dilaksanakannya penyusutan aset tetap, sehingga aset tetap di sajikan over statement dalam laporan keuangan?
2. Apakah rekomendasi yang applicable dari BPK kepada pemerintah atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, mengenai tidak di patuhinya PP No. 24 Tahun 2005, khususnya PSAP Nomor 07?
3. Instansi/lembaga mana yang berwenang untuk memberikan sosialisasi/pembinaan, agar PSAP Nomor 07 dilaksanakan serempak di seluruh instansi pemerintah? Hall tersebut menyangkut ketepatan waktu pelaporan (per 31 Desember 201X) sebagai laporan keuangan dukungan atas LKPP.
4. Apa maksud kata “dapat disusutkan” pada par. 57? Apakah tidak mengundang ketidakseragaman penyajian aset tetap dalam laporan keuangan pada masing-masing instansi pemerintahan, yang akhirnya berpengaruh pada opini BPK?

Bandung, 14 Desember 2009
Hormat kami,
Supena
Jl. Golf Dalam G4 – Bandung 40294

Jawab:
1. Berdasarkan LHP atas LKPP 2004-2008 (sumber http://www.bpk.go.id), opini atas LKPP masih disclaimer opinion (BPK tidak menyatakan pendapat atas kewajaran LKPP). Permasalahan belum dilakukannya penyusutan aset tetap bukan merupakan hal yang mengakibatkan diberikannya disclaimer opinion atas LKPP.
2. Meskipun belum menjadikan pertimbangan dalam menilai kewajaran laporan keuangan, semestinya BPK mendorong pemerintah segera membuat perlakuan terkait penyusutan aset operasional pemerintah agar nilai aset tetap menjadi wajar (fair). Dan ini akan lebih relevan apabila basis akuntansi yang digunakan adalah full accrual bases, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara agar kinerja keuangan entitas pemerintah dapat diukur secara lebih proporsional.
3. Instansi/lembaga yang berwenang melakukan sosialisasi atas penerapan SAP adalah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Akan tetapi, pembelajaran atas SAP dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kompetensi seperti Departemen Keuangan, lembaga pendidikan, dan organisasi profesi. Perlu kami luruskan bahwa sosialisasi tersebut kurang ada kaitannya dengan ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Pada umumnya, LKKL telah disusun tepat waktu (dua bulan setelah tahun anggaran berakhir).
4. Maksud kata “dapat disusutkan” pada par. 57 adalah bahwa penyusutan aset tetap pemerintah tidak wajib disusutkan. Dengan kata lain, aset tetap pemerintah dapat disusutkan dan dapat juga tidak disusutkan. Karena Pemerintah sampai saat ini belum mempunyai kebijakan akuntansi terkait penyusutan aset tetap, maka frasa ”dapat disusutkan” tidak mengundang ketidakseragaman penyajian aset tetap dalam laporan keuangan pada masing-masing instansi pemerintahan dan tidak berpengaruh pada opini BPK.

Tidak ada komentar: