Selasa, 25 November 2008

Konsep Dasar Pengelolaan Keuangan Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagai Pilar Utama Pendukung Pengawasan atas Pengelolaan Keuangan

Oleh Prof. DR. Bambang Triadji
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya di Malang

Sektor Keuangan Publik telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu secara dinamis. Sektor Keuangan Publik mempelajari proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, karena setiap keputusan pemerintah mempunyai pengaruh yang besar terhadap kegiatan perekonomian. Untuk itu sangatlah penting bagi semua pihak untuk mengembangkan konsep-konsep dasar pengelolaan keuangan publik agar dapat dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh fungsi manajemen keuangan negara dan daerah termasuk fungsi pengawasan. Konsep tersebut mencakup pula semua nilai-nilai perubahan yang terdapat pada reformasi manajemen keuangan negara dan daerah. Hasil dari reformasi keuangan negara dan daerah tersebut antara lain adalah lahirnya paket undang-undang di bidang otonomi daerah.

Disamping itu terjadi pula perubahan yang mendasar di bidang pemeriksaan dan pengawasan yang antara lain berupa penguatan atas keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keeberadaan BPK yang makin kuat disamping keberadaan pengawas intern yang makin kokoh akan menjamin terlaksananya pengawasan dan pemeriksaan yang makin intensif yang pada gilirannya akan mendorong pengelolaan keuangan daerah yang makin tertib.

KONSEP DASAR PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK

1. Pengertian Keuangan Publik
Keuangan Publik adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari
kegiatan keuangan pemerintah.
Yang termasuk pemerintah disini adalah :
a. Seluruh unit pemerintahan
b. Institusi atau organisasi pemegang otoritas publik lainnya yang dikendalikan dan didanai oleh pemerintah.
Kegiatan keuangan pemerintah mencakup :
a. Pengelolaan pendapatan dan belanja pemerintah.
b. Pengambilan keputusan.
c. Analisis implikasi dari kegiatan pendapatan dan belanja pada alokasi sumber daya, distribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.

2. Pentingnya memahami kegiatan keuangan publik.
Keuangan publik perlu dipahami karena :
a. Jumlah uang publik semakin lama semakin besar sehingga pengelolaannya juga harus semakin baik.
b. Pengawasan oleh legislatif, aparat pengawasan fungsional, dan masyarakat dapat dilakukan dengan baik.
c. Pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah maupun organisasi dibawahnya akan dilaksanakan dengan baik
d. Akuntabilitas keuangan publik akan dapat diberikan secara transparan, efektif, efisien, ekonomis, dan tepat waktu.
e. Pembayar pajak akan memperoleh informasi yang obyektif atas pengelolaan keuangan publik sehingga mereka akan merasa puas dan rela untuk mebayar pajak secara tertib.
f. Sektor swasta akan lebih mudah untuk melakukan kegiatan perekonomian nasional karena mempunyai acuan yang jelas.

3. Kontribusi sektor publik terhadap perekonomian nasional.
Besarnya prosentase keuangan sektor publik terhadap pendapatan nasional disebagian besar negara termasuk Indonesia sangat besar, sehingga dengan berbekal keuangan sektor publik yang signifikan, maka pemerintah dapat melakukan campur tangan dalam perekonomian meskipun harus membatasi kebebasan individu. Namun campur tangan tersebut harus terbatas pada hal – hal yang tidak atau sulit dilakukan oleh sektor swasta serta dalam area yang menyangkut kepentingan umum.
Campur tangan tersebut antara lain karena adanya kelemahan dalam mekanisme pasar yaitu :
a. Adanya barang yang diperlukan masyarakat tetapi tidak dapat disediakan oleh mekanisme pasar.
b. Adanya risiko yang sangat besar yang tidak mungkin dikelola oleh swasta.
c. Adanya sifat monopoli dalam bidang tertentu sehingga pemerintah harus turun tangan agar monopoli tersebut tidak merugikan para pelaku ekonomi.
d. Adanya inflasi dan deflasi yang tidak dapat diselesaikan secara otomatis oleh mekanisme pasar.
e. Adanya distribusi pendapatan yang tidak merata antar pelaku ekonomi pasar.

4. Kriteria Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Publik
Keberhasilan dapat diukur dengan :
a. Keadilan dan kewajaran
b. Efektivitas dan efisiensi
c. Sistem pembinaan
d. Kebebasan individu
e. Stabilisasi
f. Keseimbangan

5. Fungsi dari aktivitas pemerintah dalam perekonomian
Fungsi pemerintah terdiri dari :
a. Fungsi alokasi, alokasi sumber daya
b. Fungsi distribusi, pemerataan pendapatan
c. Fungsi Stabilisasi, stabilisasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi

6. Acuan bagi kebijakan publik yang baik
a. Didasarkan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku.
b. Memperhatikan dan melaksanakan prinsip – prinsip good governance.
c. Demokratis, mengikutsertakan semua pihak termasuk partisipasi masyarakat yang bersifat bottom up untuk melengkapi top down.
d. Mempertimbangkan lingkungan strategis yang meliputi :
1) Kondisi dalam negeri
2) Kondisi regional
3) Kondisi global
e. Sumber kebijakan didasarkan pada pertimbangan yang objektif dan ilmiah dengan memperhitungkan analisa SWOT yaitu strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang), dan threat (kendala).
f. Sistem ekonomi daerah di Indonesia harus berupa sistem ekonomi di dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia.
g. Dilaksanakannya prinsip – prinsip yang termuat dalam sistem
reinventing goverment yaitu :
1) Pemerintah katalis, pemerintah hanya sebagai katalisator atau pemicu dan tidak perlu bermain sendiri dalam bidang yang sudah dapat dilakukan oleh sektor swasta (bersifat tut wuri handayani)
2) Pemerintah milik masyarakat, semuanya adalah milik rakyat dan oleh karena itu harus bisa dipertanggung jawabkan kepada rakyat.
3) Pemerintah yang kompetitif, bisa bersaing dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
4) Pemerintah yang berorientasi pada misi yang jelas.
5) Pemerintah yang berorientasi pada hasil.
6) Pemerintah yang berprinsip wirausaha, bukan hanya pandai membelanjakan uang, tetapi juga pandai mencari dana.
7) Pemerintah antisipatif.
8) Pemerintahan desentralisasi.
9) Pemerintahan yang berorientasi pada pasar.

REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter yang kemudian berlanjut dengan krisis ekonomi dan kemudian menjadi krisis multidimensi.
Krisis tersebut mengakibatkan lahirnya Orde Reformasi yang menggantikan Orde Baru
Tuntutan Orde Reformasi adalah sebagai berikut :
a. Supremasi Hukum, yang menginginkan hukum sebagai panglima dan bukan politik lagi sebagai panglima
b. Pemberantasan KKN, karena korupsi, kolusi dan nepotisme telah begitu meluas sehingga Indonesia tercatat di deretan atas sebagai negara yang terkorup di dunia sehingga KKN tersebut telah menggerogoti sendi-sendi perekonomian Indonesia.
c. Adili Suharto dan Kroni-Kroninya, karena mantan Presiden Suharto menurut Ketetapan MPR diduga telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan orang-orang didekatnya
Namun dalam perkembangan selanjutnya mantan Presiden Suharto tidak dapat diadili dengan alasan beliau menderita sakit permanen, sedangkan kroni-kroninya tetap diadili dan sebagian telah dijatuhi hukuman.
d. Amandemen UUD 45, perlu dilakukan untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang dinilai sangat pendek dan kurang jelas Dalam perkembangan selanjutnya UUD 45 kemudian diubah sebanyak empat kali.
e. Hapus Dwi Fungsi ABRI, karena Dwi Fungsi ABRI mendudukkan militer lebih tinggi dibanding dengan sipil oleh karena itu dinilai tidak demokratis .
Dalam perkembangan selanjutnya dwifungsi ABRI kemudian
dihapuskan
f. Otonomi Daerah, dalam arti sistem pemerintahan sentralisasi diubah menjadi sistem desentralisasi.

Sebagai bagian dari reformasi tersebut diatas telah dilakukan pula reformasi dalam bidang manajemen keuangan negara dan daerah
Reformasi Manajemen Keuangan Negara dan Daerah meliputi :
1. Reformasi Landasan Hukum
Lahir Paket UU di bidang Keuangan Negara yaitu :
1) UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara
2) UU No. 1/2004 Tentang Perbendaharaan Negara
3) UU No. 15/2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara

Catatan :
Huruf a dan b pengganti UU Belanda ICW (Indische Comptabiliteitswet)
Huruf c pengganti IAR (Instructie voor Algemeine Rekenkamer )
Disamping itu lahir UU di bidang Otonomi Daerah, yaitu :
a. UU No. 22/1999 yang diganti dengan UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah
b. UU No. 25/1999 yang diganti dengan UU No. 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

2. Reformasi Perencanaan
1) Sistem Perencanaan , diadakannya :
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
c. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
2) Penyatuan anggaran rutin dan anggaran pembangunan
3) Semula APBN/APBD berbentuk huruf T menjadi huruf I
4) Transparan , dengan menampilkan kondisi anggaran defisit atau surplus
5) Berbasis Kinerja dalam arti semua kegiatan harus dapat diukur hasilnya
3. Reformasi Pengelolaan
Pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip :
1) Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak terkait (stake holders), bukan hanya kepada pemilik saja (shareholders)
2) Profesionalitas, kegiatan dilaksanakan oleh yang ahli berdasarkan standar dan kode etik yang ditetapkan
3) Proporsionalitas, kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4) Keterbukaan, pengelolaan keuangan dilakukan secara transparan bagi masyarakat
5) Kehematan, biaya minimum dengan hasil maksimum
6) Efisiensi, secara baik dan tepat waktu
7) Efektivitas, tepat sasaran
8) Pemeriksaan oleh pemeriksa eksternal (BPK)
4. Reformasi Akuntansi
a. Berdasarkan UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara :
1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
2) Pembebanan anggaran berdasarkan basis kas diubah menjadi basis akrual mulai tahun 2008
3) Pembukuan dengan sistim double entry
b. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
1) Berlaku untuk Pemerintah Pusat dan Daerah
2) Meliputi akuntansi atas Laporan keuangan,Laporan realisasi anggaran,Laporan arus kas,Persediaan,Investasi,Aset tetap,Konstruksi dalam pengerjaan,Kewajiban,Koreksi kesalahan,Laporan Keuangan Konsolidasi
5. Reformasi Pertanggungjawaban
1) UU No. 17/2003, laporan keuangan terdiri dari :
a). Laporan Realisasi APBN/APBD;
b) Laporan Arus Kas;
c) Neraca;
d). Catatan tentang Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan BUMN/BUMD.
2) Disampaikan kepada DPR/DPRD setelah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir
6. Reformasi Pemeriksaan
Reformasi Pemeriksan Keuangan Negara antara lain dengan memperkuat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan , sebagai berikut :
1) Berdasarkan Perubahan UUD 45 dan TAP MPR peranan BPK diperkuat, yaitu :
i. BPK bebas dan mandiri
ii. Satu-satunya Pemeriksa Eksternal Keuangan Negara
iii. Mempunyai Perwakilan disetiap Provinsi
iv. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
2). Berdasarkan UU No. 15/2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
i. BPK mempunyai wewenang pemeriksaan investigatif
ii. Hasil Pemeriksaan BPK setelah diserahkan kepada DPR, menjadi
dokumen publik

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

a. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada tanggal 7 Mei 1999 telah disahkan 2 buah undang-undang yaitu Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan undang-undang tersebut Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menjalankan pemerintahannya secara otonom.
Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan, untuk itu Pemerintah Daerah memerlukan dana yang penggunaannya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah itu Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan atau pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

b. Otonomi Daerah
Penerimaan negara dari minyak yang makin menurun berdampak pada menurunnya anggaran pendapatan dan belanja negara. Hal ini menimbulkan kesadaran akan menurunnya kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan subsidi kepada pemerintah daerah maupun dalam membiayai proyek-proyek pemerintah di daerah. Untuk itu maka pemerintah pusat bertekad untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak mengganggu perkembangan ekonomi maupun jalannya pemerintahan di daerah. Dengan kata lain penurunan penerimaan negara tersebut telah mendorong meningkatnya pelaksanaan otonomi daerah yang dibarengi dengan sistem desentralisasi pemerintahan dan keuangan.
Disamping itu berkembangnya kehidupan politik dan sistem pemerintahan selama Kabinet Reformasi Pembangunan, telah menimbulkan gejolak politik di berbagai daerah dengan tuntutannya agar otonomi daerah dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan bahkan beberapa daerah menghendaki kemerdekaan untuk berdiri sebagai negara dengan pemerintahan tersendiri. Sejalan dengan perkembangan tersebut pemerintahan baru dengan Kabinet Persatuan Nasional di bawah Presiden Abdurachman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri telah membentuk sebuah kementerian negara yang bertanggung jawab terhadap pengembangan otonomi daerah. Hal ini memberikan isyarat bahwa pemerintah pada waktu itu terpanggil untuk mewujudkan otonomi daerah yang semakin luas dan mantap.
Dengan undang-undang otonomi daerah itu berarti bahwa ideologi politik dan struktur pemerintahan negara akan lebih bersifat desentralisasi dibanding dengan struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi.
Tujuan kebijaksanaan desentralisasi adalah : a) Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, b) Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari pemerintah pusat, c) Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.
Disamping itu munculnya ide desentralisasi tentunya tidak lepas karena adanya kelemahan-kelemahan dalam sistem sentralisasi yang antara lain adalah : a) Adanya kesulitan dalam melaksanakan program pembangunan daerah secara efektif untuk negara yang sangat besar seperti Indonesia ini, b) Perlunya memasukkan pengalaman dan pengetahuan mengenai daerah ke dalam proses pembentukan atau pengambilan keputusan, c) Kurangnya kesempatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program pembangunan nasional.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 10 ayat 3, menegaskan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.
Wewenang Pemerintah daerah meliputi desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah atau dari pemerintah provinsi kepada daerah bawahannya atau kabupaten/kota kepada desa/kelurahan untuk melaksanakan tugas tertentu.
Alokasi tugas dalam menyediakan barang publik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan membawa konsekwensi pembagian atau perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Tujuan dari alokasi keuangan tersebut adalah agar daerah otonom dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Namun karena tidak semua sumber pembiayaan dapat diserahkan kepada daerah otonom, maka kepada daerah otonom diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian maka pemerintah daerah otonom dapat merencanakan anggaran pendapatan dan belanja daerahnya sendiri sesuai dengan kebijakan serta inisiatifnya dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya. Setiap ada penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah baik pada saat pembentukan daerah otonom itu maupun pada saat ada penambahan urusan harus disertai dengan penyerahan sumber pembiayaannya. Selain itu untuk hal-hal umum, kepada pemerintah daerah otonom diberikan sumber-sumber pendapatan yang umum dan lazim dilakukan berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber penerimaan daerah diatur sebagai berikut :
Penerimaan Daerah :
a. Pendapatan daerah :
1). Pendapatan Asli Daerah (PAD),
a) Pajak Daerah
b) Retribusi Daerah
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d) Lain-lain PAD yang sah
• Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
• Jasa giro
• Pendapatan bunga
• Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
• Komisi dan potongan akibat penjualan atau pengadaan
2). Dana perimbangan,
a). Dana Bagi Hasil
b). Dana Alokasi Umum
c). Dana Alokasi Khusus
3). Lain-lain pendapatan daerah.
a). Hibah
b). Dana darurat
b. Pembiayaan :
1). Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah
2). Penerimaan Pinjaman Daerah dari Pemerintah
Pusat,Pemerintah Daerah lain,Bank,Lembaga Keuangan
Bukan Bank,Masyarakat berupa obligasi daerah dalam mata
uang rupiah
3). Dana Cadangan Daerah
4). Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Dana alokasi khusus juga berasal dari APBN dan dialokasikan ke Kabupaten/Kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung pada tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dan/atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Penerimaan dana dan belanjanya tersebut kemudian dituangkan dalaam bentuk Anggaran dan Pendapatan Daerah (APBD).
APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah yang disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud.
Pada saat ini bentuk APBD didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah terutama UU No. 32 Tahun 2004, UU No.33 Tahun 2004, dan PP No. 58 Tahun 2005.
Bentuk APBD dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Penerimaan, Pengeluaran, dan Pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di era prareformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak Pemerintah Daerah, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak Pemerintah Daerah. Selain itu dalam APBD mungkin terdapat surplus atau defisit. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit anggaran..
Setelah anggaran tersebut dilaksanakan, maka semua transaksi harus dibukukan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah N. 24 Tahun 2004
Akuntansi keuangan daerah adalah proses identifikasi, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi keuangan dari suatu daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) dengan menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi tertentu sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.
Pada era prareformasi, sistem pencatatan yang digunakan pada akuntansi keuangan daerah adalah sistem tata buku tunggal (single entry), atau pembukuan. Pada saat ini , sistem pencatatan yang digunakan adalah sistem ganda (double entry system) ini.
Setelah memahami sistem pencatatan, masih terdapat satu hal lagi yang penting dalam proses pencatatan, yaitu masalah pengakuan (recognition), yaitu proses memasukkan ke neraca atau laporan laba rugi.
Secara sederhana, pengakuan adalah penentuan kapan suatu transaksi dicatat. Untuk menentukan kapan suatu transaksi dicatat, digunakan berbagai sistem/basis/dasar akuntansi. Berbagai sistem/basis/dasar akuntansi tersebut antara lain basis kas (cash basis), dan basis akrual (accrual basis)


PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara, menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang tersebut, perlu dikelola dan dipertanggungjawabkan dalam suatu sistem pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk mengetahui dan menilai, apakah pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah dilaksanakan secara memadai, perlu dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa ekstern yang independen.
Pengertian Pengawasan dan Pemeriksaan
a. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian dengan tujuan agar suatu organisasi melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Pemeriksaan adalah suatu kegiatan dari penilaian organisasi dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya.
Jenis pengawasan dapat digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan :
a. Organisasi :
1). Pengawasan Intern,yaitu pengawasaan yang dilakukan
oleh aparat pengawasan di dalam organisasi
2) Pengawasan Ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh aparat pengawasan yang berada di luar organisasi
b. Waktu :
1) Pengawasan Represif, yaitu pengawasan yang dilakukan
setelah kegiatan dilakukan
2).Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang
dilakukan sebelum kegiatan dilakukan
c. Manajemen
1). Pengawasan Melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh atasan langsung. Disamping itu juga pengawasan
yang dilekatkan pada sistem
2). Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang
dilakukan oleh aparat pemerintah/negara
Di Indonesia, pengawasan keuangan negara diatur dalam Pasal 23E ayat (1) dan (3) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, yang mengamanatkan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri dan hasil pemeriksaannya ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan pemeriksa eksternal keuangan negara. Disamping itu terdapat pula pemeriksa internal keuangan negara, yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan pada Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)/Lembaga, Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD dan Badan Pengawasan Daerah.
Pengawasan dan Pemeriksaan Keuangan Negara yang dilakukan oleh berbagai aparat pengawasan tersebut bertujuan untuk mengetahui dan menilai apakah keuangan negara telah dikelola dan dipertanggungjawabkan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pengaturan pengawasan dan pemeriksaan diatur sebagai berikut :
a. Pengawasan Keuangan Terhadap Pemerintah Pusat
Dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Pasal 30 dinyatakan bahwa :
1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Selanjutnya dalam ketentuan peralihan dinyatakan bahwa, batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan berlaku mulai APBN/APBD Tahun 2006.

b. Pengawasan Keuangan Terhadap Pemerintah Daerah dan
BUMD
Dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dinyatakan bahwa pemeriksaan atas pelaksanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dalam pasal 36 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan sebagai berikut :
1. Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan ABPD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atau Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.
Dengan demikian maka pemeriksaan terhadap APBD dan BUMD dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

c. Pengawasan Keuangan Terhadap Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
Dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dinyatakan bahwa pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum.
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN.
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara terhadap keseluruhaan keuangan negara diatur dalam beberapa peraturan perundangan-undangan

a. Undang-Undang Dasar 1945 (setelah perubahan)

Pasal 23 E
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu BPK yang bebas dan mandiri.

Pasal 23 F
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan mempertimbangkan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

Pasal 23 G
BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.


b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan
Pemerisa Keuangan
mengatur hal-hal sebagai berikut
1. Kedudukan BPK
( dalam lingkungan Lembaga Tinggi Negara) digambarkan
sebagai berikut :







MPR


2. Organisasi BPK
dapat digambarkan sebagai berikut :











Catatan : a. Pimpinan dan Anggota BPK memegang
jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali
untuk satu kali masa jabatan
b. Persyaratan anggota BPK antara lain :
1). Berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara
2). Paling rendah berusia 35 tahun
3). Paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai
pejabat di lingkungan pengelola keuangan Negara
c. Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas.
d. Anggota BPK, Pemeriksa dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan.
e. Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian, BPK wajib :
+ Mempergunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
+ Mematuhi kode etik pemeriksaan
+ Melaksanakan sistem pengendalian mutu

3. Tugas BPK
dapat digambarkan sebagai berikut:







Catatan : 1).BPK memeriksa instansi :
a. Pemerintah Pusat
b.Pemerintah Daerah
c. Lembaga Negara
d. Bank Indonesia
e. BUMN
f. BUMD
g. Badan Layanan Umum
h. Badan/Lembaga lain pengelola keuangan Negara.
2).Pemeriksaan dapat dilakukan oleh akuntan publik yang
hasilnya disampaikan kepada BPK
3).Dalam melakukan pemeriksaan, BPK
melakukan pembahasan dengan objek yang diperiksa

4. Kewajiban BPK
adalah menyerahkan hasil pemeriksaan kepada berbagai pihak
yang dapat digambarkan sebagai berikut:














KPK



DPR

DPD










KPK



Catatan : 1). Diberikan kepada Kejaksaan/Kepolisian/KPK apabila ada
indikasi tindak pidana paling lama satu bulan sejak diketahui
adanya unsur pidana tersebut.
2). Lembaga Perwakilan (DPR, DPD, DPRD ) menindaklanjuti
hasil pemeriksaan
3). Hasil pemeriksaan yang dilakukan akuntan publik setelah
diserahkan kepada Lembaga Perwakilan dinyatakan terbuka
untuk umum.
4). BPK memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan dan hasilnya
diberitahukan kepada Lembaga Perwakilan serta Pemerintah

5. Wewenang BPK
adalah meminta keterangan kepada berbagai pihak dan menerima hasil pemeriksaan dari aparat pengawasan intern pemerintah yang dapat digambarkan senagai berikut :











Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah

Wewenang lain :

1). Merencanakan pemeriksaan, melaksanakan, dan menyusun laporan
pemeriksaan
2). Menetapkan jenis dokumen dan informasi yang wajib disampaikan
kepada BPK
3). Menetapkan standar pemeriksaan keuangan Negara setelah berkonsultasi
dengan Pemerintah
4). Menetapkan kode etik pemeriksaan
5). Menggunakan tenaga ahli/pemeriksa dari luar BPK
6). Membina jabatan fungsional pemeriksa
7). Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan
8) Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah.
9). Memantau :
+ Pelaksanaan TP (Tuntutan Perbendaharaan ) terhadap Bendahara
+ Penyelesaian TGR (Tuntutan Ganti Rugi) terhadap PNS bukan
Bendahara
+ Pelaksanaan ganti kerugian berdasarkan putusan pengadilan.
Hasil pemantauan tersebut diberitahukan kepada Lembaga Perwakilan
10).Memberikan pendapat kepada Lembaga Perwakilan, Pemerintah
dan badan/instansi lain pengelola keuangan Negara
11).Memberikan pertimbangan atas penyelesaian TGR
12). Memberikan keterangan ahli dalam proses pengadilan mengenai
kerugian Negara/daerah

6. Fungsi BPK
dapat digambarkan sebagai berikut:








Catatan :
a. Operatif, melakukan pemeriksaan
b. Rekomendasi,memberikan saran
c. Penetapan TP, penetapan tuntutan perbendaharaan/ganti rugi terhadap
+ bendahara ,
+ pengelola BUMN/BUMD, dan
+ badan/lembaga lain pengelola
keuangan Negara
yang merugikan keuangan Negara

7. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK
dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh DPR atas usul BPK
dan Menteri Keuangan yang masing-masing mengusulkan 3 nama
akuntan publik.
Hasil pemeriksaannya disampaikan kepada DPR dan Pemerintah.
8. Untuk menjamin mutu pemeriksaan, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh BPK Negara lain yang ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR.
9. Anggaran BPK diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dan kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan APBN.

c. UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
i. Pemeriksaan adalah : Proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
ii. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik, laporan
hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan
dipublikasikan.
iii. Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan yang
disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah
(Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan )
iv.BPK bebas dan mandiri dalam :
a). Penentuan obyek pemeriksaan
. b). Perencanaan pemeriksaan
c) Pelaksanaan pemeriksaan
d). Penentuan waktu pemeriksaan
e) Penentuan metode pemeriksaan
f) Penyusunan dan pengkajian laporan pemeriksaan
v. Dalam perencanaan pemeriksaan BPK :
a) Memperhatikan permintaan, saran , dan pendapat lembaga perwakilan. Dalam hal ini BPK dan lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi
b) Mempertimbangkan informasi dari :
1). Pemerintah
2). Bank Sentral
3). Lembaga independen antara lain :
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha)
PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)

vi.BPK dapat memanfaatkan LAPIP (Laporan Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah).
vii BPK berwenang :
a) Meminta dokumen
b) Mengakses data
c) Menyegel
d) Minta keterangan antara lain dengan memanggil
f) Memotret, merekam dan mengambil sampel
viii Setelah pemeriksaan selesai , kemudian disusun :
a) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atau
a) Laporan Interim Pemeriksaan (sementara)
ix .Hasil pemeriksaan terhadap :
a). Laporan keuangan : berupa opini
b). Kinerja berupa :
- Temuan
- Kesimpulan
- Rekomendasi
c) Tujuan tertentu berupa : kesimpulan
Tanggapan auditee (yang diperiksa) di muat dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP)
x. Ikhtisar Hapsem (Hasil Pemeriksaan Semester) disampaikan kepada
lembaga perwakilan dan Presiden / Gubernur / Walikota selambat-
lambatnya 3 bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
xi. LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan
terbuka untuk umum kecuali laporan yang memuat rahasia negara
yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
xii. Setelah LHP disampaikan , maka :
a. Pejabat yang diperiksa wajib :
1). Menindak lanjuti rekomendasi
selambat- lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
Catatan : Apabila tidak melaksanakan dikenai sanksi administratif.
b. BPK wajib :
1) Memantau tindak lanjut
2) Memberitahukan tindak lanjut tersebut kepada lembaga perwakilan
c. Lembaga perwakilan wajib :
1). Menindak lanjuti dengan pembahasan
2) Meminta penjelasan kepada BPK
3). Meminta penjelasan lanjutan apabila dipandang perlu
4). Meminta pemerintah untuk menindak lanjuti
xiii. Sanksi
a. Tidak menyerahkan dokumen atau menolak memberikan keterangan
- Penjara 1 ½ tahun
- Denda Rp 500 juta


b. Mencegah / menghalangi pemeriksaan :
- Penjara 1 ½ tahun
- Denda Rp 500 juta
c. Memalsukan dokumen :
- Penjara 3 tahun
- Denda Rp 1 milyar
d. Pemeriksa menyalahgunakan dokumen :
- Penjara 3 tahun
- Denda Rp 1 milyar
e. Pemeriksa menyalahgunakan wewenang :
- Penjara minimal 1 tahun, maksimal 5 tahun
- Denda Rp 1 milyar
f. Pemeriksa tidak melaporkan temuan pidana :
- Penjara 1 ½ tahun
- Denda Rp 500 juta
g. Orang yang tidak menindak lanjuti rekomendasi :
- Penjara 1 ½ tahun
- Denda Rp 500 juta

d. Surat Keputusan BPK tg. 1 Agustus 2002 No.
37/SK/I/08/2002) tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan,
mengatur hal-hal sebagai berikut
1. Jenis pemeriksaan :
i. Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
ii. Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas yang dilakukan secara objektif dan sistimatis terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas, program, atau kegiatan yang diperiksa.
iii. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja .
Termasuk dalam pemeriksaan ini adalah :
1). Pemeriksaan investigatif yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menyimpulkan secara akurat dan kuat adanya petunjuk penyimpangan mengenai suatu permasalahan yang ditemukan.
2). Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah
pemeriksaan terhadap suatu proses yang dijalankan oleh
pimpinan yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang keandalan pelaporan keuangan , efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3). Pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan yaitu pemeriksaan atas pos-pos tertentu dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk menguji ketertiban dan kepatuhan kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku.
2. Persiapan pemeriksaan :
i. Telaahan umum atas atas entitas/instansi yang akan diperiksa
ii. Pemahaman atas sistem SPI
iii. Penyusunan program pemeriksaan
iv. Penyusunan program kerja perorangan
v. Persiapan administratif
3. Pelaksanaan pemeriksaan
i. Pertemuan awal (entry briefing )
ii. Pengujian efektivitas SPI
iii. Pengumpulan bukti-bukti
ii. Pengujian bukti-bukti
iii. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan
iv. Pembuatan management letter
v. Pertemuan akhir ( exit briefing )
4. Tipe Opini ( Pernyataan Pendapat Auditor ) atas laporan keuangan
i. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi semua hal yang material, posisi keuangan, dan arus kas.
ii. Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-PP),
WTP tetapi ditambah dengan paragraph penjelasan tentang beberapa hal .
iii. Wajar Dengan Pengecualian ( WDP),
beberapa hal WTP tetapi ada beberapa hal yang lain dikecualikan
iv. Tidak Wajar (TW)
tidak menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi.
v. Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau Disclaimer,
tidak dapat mengemukakan pendapat karena bukti audit tidak cukup untuk membuat kesimpulan
5. Tindak lanjut pemeriksaan :
i. Pembahasan surat tanggapan
ii. Rapat pra pembahasan tindak lanjut
iii. Rapat pembahasan tindak lanjut
iv. Pemeriksaan tindak lanjut.

d. Standar Audit Pemerintahan ( Rancangan yang sudah dimintakan
pertimbangan kepada Pemerintah ),
mengatur hal-hal sebagai berikut
1. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ( SPKN) mengatur :
a. Persyaratan Pemeriksa
b. Mutu pemeriksaan
c. Peryaratan laporan pemeriksaan
2. Tujuan SPKN : menjamin mutu pemeriksaan agar dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
3. SPKN berlaku untuk:
a. BPK
b. Akuntan Publik atau pihak lain yang melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK..
c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dapat mempergunakan sebagai acuan dalam menyusun standar pemeriksaannya
4. Tanggung jawab instansi yang diperiksa :
a. Mengelola keuangan Negara secara baik
b. Menyusun dan menyelenggarakan pengendalian intern yang efektif
c. Menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan secara tepat waktu
5. Tanggung jawab pemeriksa :
a. Merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan dengan menjunjung tinggi integritas , objektivitas dan independensi
b. Mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik
c. Profesional
d. Memperhatikan standar teknis dan etika
e. Bebas dari benturan kepentingan
f. Melaporkan semua hal yang material dan signifikan dalam pemeriksaan
g. Membantu manajemen dan pengguna laporan.
6. Pemeriksaan harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjutnya.
7. Tim pemeriksa harus disupervisi dengan baik agar tujuan pemeriksa dapat tercapai dengan baik
8. Pemeriksaan harus dapat memperoleh bukti yang cukup, kompeten dan relevan sebagai dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksaan
9. Pemeriksa harus membuat laporan pemeriksaan secara tepat waktu, lengkap, akurat,objektif, meyakinkan serta jelas dan seringkas mungkin.
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi .
10. Informasi pemeriksaan yang dilarang oleh peraturan perundang-uandangan tidak diungkap dalam laporan.

f. Hasil Pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah :
Pemeriksaan terhadap 30 Provinsi dan 314 Kbupaten/Kota sebagai berikut:
1). WTP 2 Prov (6,6 %) dan 12 Kb/Kota ( 3,8 %)
2). WDP 27 ,, (90 %) dan 264 ,, (84,1%)
3). WTP-PP - 4 ,, (1,3%)
4). TW - 12 ,, (3,8%)
5). TMP 1 ,, (3,4%) dan 22 ,, (7%)
Kesimpulan : hanya 2 Provinsi dan 12 Kb/Kota yang WTP
Penyebabnya :
1). Stándar Akuntansi Pemerintahan belum diterapkan sepenuhnya
2) Beberapa daerah belum memiliki Perda tentang Sistem Akuntansi
3). Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan Daerah belum memadai
4) Masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang material.

VI. PENUTUP
Indonesia telah berusaha keras untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang baik dengan menerapkan konsep-konsep dasar pengelolaan keuangan publik, hasil reformasi manajemen keuangan negara, dan melakukan pengawasan serta pemeriksaan yang intensif, tetapi hingga sekarang keinginan tersebut belum tercapai dan malahan masih jauh dari kenyataan.
Hal ini terlihat pada hasil pemeriksaan BPK maupun lembaga pengawas internal pemerintah yang dalam laporan hasil pengawasan/pemeriksaannya selalu mencantumkan penyimpangan-penyimpangan pengelolaan keuangan negara/daerah yang cukup banyak dan dengan nilai yang amat besar. Diantaranya terdapat kasus-kasus yang berindikasi tindaak pidana.Di media masa setiap hari selalu diberitakan terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintah pusat maupun di daerah.
Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dibidang keuangan negara belum ditaati dan dilaksanakan dengan baik oleh semua pengelola keuangan negara dan daerah.disamping itu masih banyak pula peraturan-peraturan yang saling tumpang tindih dan kadang-kadang bertentangan dengan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi.Juga terdapat peraturan-peraturan pelaksanaan yang terlambat dkeluarkannya.
Namun demikian, usaha kearah perbaikaan tidak boleh berhenti dan harus b diteruskan agar pengelolaan keuanagan negara’daerah makin baik sehingga dapat menciptakan good governance, clean government dan good government.

DAFTAR PUSTAKA


Suparmoko, 2002,Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Penerbit Andi ,Jogjakarta.

Amin Ibrahim, 2004, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, CV.Mandar Maju, Bandung.

Tim Penyusun Badan Pendidikan dan Pelatihan Dep.Keu,2004, Dasar-Dasar Keuangan Publik, Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah BPPK, Jakarta.

Tim Penyusun Buku Tentang Keuangan Negara dan BPK, 1997, Keuangan Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretariat Jenderal BPK, Jakarta.

Republik Indonesia, 2004,Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya, Kawan Pustaka, Tangerang.

Sedarmayanti, 2003, Good Governance dalam Rangka Otonomi Daerah,CV. Mandar Maju, Bandung.

Republik Indonesia,2004, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Tim Sosialisasi Undang-Undang Bidang Keuangana Negara BPK, Jakarta.

Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang N0.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Tim Sosialisasi Undang-Undang Bidang Keuangan Negara BPK, Jakarta.

Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Tim Sosialisasi Undang-Undang Bidang Keuangan Negara BPK, Jakarta.

Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,CV.Eko Jaya,Jakarta.

Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,CV.Eko Jaya, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara,CV.Eko Jaya, Jakarta.

Republik Indonesia, 2006, Undang-Undang No.15 Taahun 2006 Tentaang Badan Pemeriksa Keuangan,Sekretariat Jenderal BPK, Jakarta.

Badan Pemeriksa Keuangan, 2002, Surat Keputusan Ketua BPK No.37 Tahun 2002 Tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan,Sekretariat Jenderal BPK, Jakarta.

Badan Pemeriksa Keuangan, 2006, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara,Sekretariat Jenderal BPK, Jakarta.




1 komentar:

Anonim mengatakan...

Uraian yang sangat komprehensif. sangat berguna bagi para pembaca yang ingin memahami pengelolaan keuangan negara/daerah.

mungkin perlu perbaikan sistematika penulisan saja.