Selasa, 25 November 2008

TAHU SAMA TAHU dalam Pengadaan Perangkat Komputer di Perkantoran

Dwihansyah Agus Nugraha*
Auditor pada Perwakilan BPK Provinsi DKI Jakarta

Kebutuhan akan informasi saat ini bisa dikatakan sebagai kebutuhan “primer”. Salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan informasi dapat dicapai dengan penggunaan alat-alat teknologi informasi. Wajar saja bila saat ini bidang TI memainkan peran yang cukup besar di berbagai bidang termasuk lembaga negara atau instansi pemerintahan. Niat mulia untuk menyediakan piranti lunak dan perangkat keras TI umumnya dilaksanakan melalui berbagai proyek TI. Namun sangat disayangkan seringkali terjadi hal-hal yang “miring” dalam prosesnya. Terlepas apakah sengaja atau tidak disengaja namun seringkali pula hal tersebut terjadi berulang dan lolos dari pengamatan, pengawasan atau pemeriksaan.

Mari melihat insiden yang terjadi secara makro/nasional. Bila Rp1.000,00 saja selisih yang terjadi per daerah maka secara nasional selisih menjadi Rp 516.000,00 (33 provinsi dan 483 kabupaten/kota). Belum lagi bila dikalikan dengan jumlah instansi/lembaganya, berapa nilai selisihnya? Jadi jangan anggap enteng nilai selisih walaupun serupiah jumlahnya. Sekarang mari lihat beberapa insiden yang umum terjadi pada proyek-proyek TI (atau mungkin terjadi pula pada proyek-proyek lainnya) :

MARK UP
Minimnya wawasan bagian perencanaan, pelaksana keuangan, dan pengawas/pemeriksa dibandingkan dengan pelaksana yang secara struktural dan fungsional (sesuai tupoksi) melaksanakan dan mengelola TI menyebabkan mark up mudah terjadi.
Penetapan harga produk TI bisa saja berdasarkan standar harga yang berbeda-beda sumbernya, belum lagi kemungkinan adanya “kepentingan lain” dalam penyusunan standar harga itu sendiri. Maka menjadi wajar saja bila belanja proyek TI menjadi salah satu ladang yang aman untuk praktek korupsi. Ditambah lagi belanja TI yang cukup besar tersebut seringkali tidak dibarengi komitmen kuat untuk implementasinya secara benar dan berkelanjutan atau secara sederhananya selesai proyek, ya…“bubar jalan”.

HIGH END FEVER
Yang penting keren..! Kebiasaan konsumtif seringkali mendorong belanja TI yang mutakhir namun ternyata hanya untuk mengerjakan hal-hal sepele/ringan. Atau memilih menggunakan piranti lunak yang “wah” untuk volume pekerjaan yang sedikit. Ibaratnya membunuh nyamuk dengan meriam, nyamuk memang mati tetapi biayanya pasti lebih mahal.
Alasan yang sering dipergunakan sebagai pembenaran adalah untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan dan tidak mudah rusak. Walaupun bisa jadi alasan tersebut dikemukakan oleh mereka yang tidak terlalu memahami TI (kompeten) dan sekedar menjadi legalisasi untuk belanja dengan harga yang lebih mahal.

PEMBOROSAN
Pengadaaan aplikasi/piranti lunak yang disertai belanja perangkat keras seperti PC atau server. Inefisiensi terjadi manakala setiap aplikasi menggunakan server sendiri-sendiri dan bukan berbagi resource dengan optimalisasi server.
Penggantian perangkat keras atau pengadaan piranti lunak tanpa kajian mendalam dan hanya berdasarkan “wangsit” termasuk dalam kelompok ini. Secara kasat mata pun jelas hal ini merupakan pemborosan anggaran dan hanya menguntungkan penyedia barang/jasa.

LICENSE TRAP
Banyak aplikasi baik operating system atau tailor made software yang mengakibatkan “ketergantungan”. Hak kepemilikan atas aplikasi yang dibangun seharusnya menjadi milik pemerintah/instansi namun yang sering terjadi adalah rekanan memegang kendali atas hidup matinya aplikasi/proyek. Sepanjang dibayar maka aplikasi/proyek berjalan namun bila sebaliknya maka wassalam..!

AROGANSI
Pembuatan atau pemilihan piranti lunak atau perangkat keras yang didesain agar berjalan hanya dengan spesifikasi yang tinggi. Walaupun belum tentu sesuai kebutuhan pengguna atau didukung oleh layanan purna jual (after sales service) yang handal.
Akibatnya pada saat implementasi massal, membutuhkan belanja yang besar dan pengguna menghadapi berbagai kendala tanpa ada yang mau bertanggung jawab terlebih rekanan sulit pula dihubungi. Jadilah semua hanya bisa menggerutu, itu kan barang yang “jatuh dari langit..!”

COPY DAN PASTE
Aplikasi yang sama/serupa yang sudah pernah diimplementasikan rekanan semisal Sistem Informasi Manajemen (SIM/SI), Rencana Induk Pengembangan, Renstra atau berbagai aplikasi tailor made lainnya namun dijadikan proyek baru di tempat yang berbeda. Syukur kalau hanya dihitung sebagai pekerjaan customized saja, yang “repot” kalau dihitung sebagai pekerjaan baru (dimulai dari awal dan dihitung dari nol) dengan alasan kondisinya sangat berbeda.
Pernahkah dilakukan upaya copy and paste terhadap aplikasi sejenis yang telah ada dan menjadi milik pemerintah/instansi kemudian dimodifikasi, sehingga biayanya akan jauh lebih murah daripada masing-masing membuat sendiri-sendiri..?

JEBAKAN TRAINING
Pelaksanaan training seringkali tidak tepat sasaran dan tidak tepat proporsinya. Bisa jadi pesertanya adalah mereka yang tidak akan menangani kegiatan tersebut atau tujuan training yang terlalu bombastis namun isinya sangat minim. Misalkan “Pelatihan Membangun Database Enterprise” yang ternyata diisi dengan pengenalan piranti lunak database “standar”.
Bisa jadi biaya yang dikeluarkan sangat besar apalagi dilaksanakan di hotel berbintang atau waktu pelaksanaannya yang lama atau penggunaan nara sumber/rekanan yang mahal.
Training yang tepat sasaran dengan tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi tentu akan menambah kompetensi SDM. Namun apakah bermanfaat atau tidak pasca training, belum tentu menjadi topik yang sering dibahas atau dievaluasi.

PERAN SWASTA
Sudah menjadi kewajaran bila rekanan berusaha memasarkan produknya. Berbagai cara ditempuh termasuk mencari “surat sakti” dari pejabat sebagai payung hukumnya. Disinilah moril pejabat diuji dan perlu dilindungi.
Perlu dipastikan bahwa tidak ada unsur memanfaatkan posisi dan jabatan untuk sesuatu “permainan” walaupun dikemas dengan bungkus niat baik. Rekanan pun seharusnya bisa memangkas rantai distribusi barang/jasa (bukan hanya sekedar menjadi calo) atau mengurai paket perangkat keras sesuai fungsinya agar hanya yang dibutuhkan saja yang ditawarkan sehingga biaya pun menjadi jauh lebih murah.

Akhirnya, selain tersebut di atas mungkin saja masih banyak hal-hal lain yang belum diuraikan. Silahkan saja melihat kenyataan di lapangan. Sebagai informasi tambahan, perlu rasanya disampaikan sedikit uraian UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan menjadi :
1. Kerugian keuangan negara;
2. Suap menyuap;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi.
Sementara tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi adalah :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;Saksi yang membuka identitas pelapor.


Tidak ada komentar: