Kamis, 03 September 2009

KONSULTASI SEKTOR PUBLIK-01

Diasuh oleh Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA
(Redaktur Majalah Akuntan Indonesia & Sekretaris Jenderal IAI KASP)

Redaksi membuka ruang konsultasi sektor publik bagi pembaca majalah Akuntan Indonesia (AI). Pertanyaan yang dapat diajukan meliputi pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan keuangan negara/daerah. Pertanyaan dialamatkan ke cris.kuntadi@iaiglobal.or.id atau alamat redaksi AI. Harap menyatakan nama, alamat lengkap, dan instansi.


Pada rubrik Konsultasi Sektor Publik ini, ada dua pertanyaan yaitu 1) Mendepositokan Sisa Anggaran Pemerintah Daerah, Bolehkah? dan 2) Pengembalian Tunjangan DPRD.

Mendepositokan Sisa Anggaran Pemerintah Daerah, Bolehkah?
Sebagai salah satu PNS pada Pemkot Tangerang, saya merasa sedikit terusik dengan pernyataan Anggota DPRD Kota Tangerang yang dimuat harian Media Indonesia 22 Juni 2009 berjudul ”Tangerang Depositokan Sisa Anggaran.” Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa kalangan DPRD Kota Tangerang merasa prihatin karena sisa anggaran Pemkot Tangerang 2008 didepositokan ke Bank Jabar dan Bank Tabungan Negara (BTN). Pendepositoan tersebut dikatakan sebagai pembohongan publik serta menanyakan pendapatan dari bunga deposito tersebut. Atas berita tersebut, kami ingin menanyakan (a) apakah salah apabila Pemkot Tangerang mendepositokan sisa anggaran? (b) Apakah benar bahwa Pemkot telah melakukan pembohongan publik apabila melakukan pendepositoan tersebut?
Kami mengucapkan terima kasih atas jawabannya. Semoga AI semakin sukses dan menyebar ke seluruh DPRD di Indonesia.

Suwardi,
PNS Pemkot Tangerang

Jawab:
Pak Suwardi yang kami hormati, terima kasih atas doanya untuk AI. Terkait pertanyaan Bapak, perlu kami jelaskan bahwa PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 antara lain menyatakan bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berwenang menyimpan uang daerah. Terdapat sedikitnya tiga jenis simpanan di bank, yaitu tabungan, giro, dan atau deposito. Karena deposito juga merupakan salah satu bentuk penyimpanan uang di bank, maka mendepositokan uang daerah dari sisa anggaran pemerintah daerah juga diperkenankan dan tidak melanggar ketentuan. Mendepositokan dana justru akan memberikan manfaat (pendapatan bunga) yang lebih yang lebih besar dibandingkan simpanan dalam bentuk giro.
Hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan uang pada deposito adalah (a) jangan sampai pendepositoan tersebut mengganggu likuiditas pemerintah daerah karena umumnya deposito mempunyai jangka waktu tertentu. Karena sifat pendepositoan dana tersebut adalah memanfaatkan uang lebih (idle cash) sehingga PPKD perlu mempunyai cash budgeting agar dapat merencanakan kebutuhan uang tunai. (b) Mendepositokan dana Pemda bukan untuk tujuan investasi sehingga harus dipilih deposito jangka pendek. Apabila pendepositoan tersebut untuk tujuan investasi maka perlu terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.
Terkait pertanyaan kedua, dapat kami sampaikan bahwa laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Laporan keuangan tersebut menyajikan aktiva, hutang dan ekuitas dalam neraca serta penerimaan dan pengeluaran dalam laporan realisasi anggaran. Deposito merupakan unsur aktiva (aktiva lancar) dan menurut berita tersebut telah disajikan pada neraca berdasarkan hasil audit BPK. Dengan demikian, Pemkot telah menyajikan dan mengungkapkan secara penuh deposito tersebut sehingga tidak dapat dikatakan melakukan kebohongan publik.
Demikian jawaban kami, semoga dapat memenuhi harapan Bapak.


Pengembalian Tunjangan DPRD

Pak Cris, saya adalah pegawai pada Sekretariat DPRD Kota Pontianak. Saat ini kami menghadapi permasalahan terkait pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Dana Operasional (DO) dari Pimpinan dan Anggota DPRD. Pengembalian dana tersebut terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. PP tersebut mewajibkan Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur menerima TKI dan DO berdasarkan PP No. 37 tahun 2007 harus menyetorkan kembali ke Kas Daerah paling lambat satu bulan sebelum berakhirnya masa bhakti sebagai Anggota DPRD periode 2004 – 2009. Ada dua permasalahan yang ingin kami tanyakan melalui Rubrik Konsultasi Sektor Publik ini yaitu:
a. Bagaimana mengakui penerimaan pengembalian TKI dan DO dalam laporan keuangan Sekretariat DPRD (perlakuan dan jurnalnya). Apakah ada perbedaan perlakuan pencatatan apabila pengembalian uang tersebut langsung disetorkan ke Kas Daerah dan tidak melalui Bendahara Sekretariat DPRD?
b. Bagaimana apabila ada Pimpinan dan atau Anggota DPRD yang tidak mau mengembalikan kelebihan TKI dan DO tersebut?
Demikian pertanyaan kami, atas kebaikan Bapak kami ucapkan terima kasih.

Endang Rusmawati,
Sekretariat DPRD Kota Pontianak

Jawab:
Kami atas nama redaktur AI pantas mengucapkan alhamdulillah dan terima kasih atas perhatian Ibu Endang kepada AI. Atas pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa:
a. Penerimaan pengembalian biaya yang terjadi atas TKI dan DO Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur dibayarkan berdasarkan PP 37 Tahun 2007 dapat dianggap sebagai pengembalian belanja yang tidak biasa karena ’mungkin’ hanya terjadi pada saat itu saja. Oleh karena itu, Sekretariat DPRD harus menggunakan koreksi kesalahan yang tidak berulang seperti dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 10 Paragraf 14 yang menyatakan bahwa: ”Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.
Dari PSAP tersebut, pencatatan penerimaan pengembalian belanja yang terjadi pada tahun sebelumnya akan dicatat pada 2009 sebagai berikut.
Dr. Kas pada Kas Daerah xxx
Cr. Lain-lain PAD yang sah xxx
Pencatatan tersebut adalah standar untuk pencatatan pada Bendahara Umum Daerah (PPKD). Apabila pencatatan dilakukan pada sistem yang terdesentralisasi (masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menyusun laporan keuangan, maka posisi debet (Dr) diganti dengan akun transitoris yang ditetapkan dalam bagan akun standar (BAS) pemda yang bersangkutan seperti akun Hutang kepada Kas Umum Daerah (KUD).
b. Terkait Pimpinan dan Anggota DPRD yang tidak bersedia mengembalikan TKI dan DO, maka Walikota atau Sekretaris DPRD harus melimpahkan permasalahan tersebut ke aparat penegah hukum sesuai dengan SE Mendagri Nomor 700/08/SJ tanggal 5 Januari 2009. Menurut hemat kami, pelimpahan ke penegak hukum diperlukan karena pembangkangan Pimpinan dan Anggota DPRD terhadap kewajiban pengembalian TKI dan DO telah memenuhi unsur indikasi tindak pidana korupsi yaitu melanggar ketentuan perundang-undangan (melawan hukum), merugikan keuangan negara, dan menguntungkan diri sendiri.
Demikian jawaban kami, atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.




1 komentar:

Nanang mengatakan...

Assalamu'alaykum
Pak, sy Nanang dari Pwk Makassar. Saya masih baru mohon bimbingannya,Pak.Yang mau saya tanyakan:
1. Kenapa penetapan materialitas kita hanya berdasar akun belanja ya Pak, tidak mempertimbangkan akun neraca dan pendapatan?.Dan itupun terkadang kami dapati tidak dipatuhi dengan alasan judgement auditor.
2. Apakah di IAI ada panduan terkait penetapan Materialitas Audit Sektor Publik Pak?.
3. Terkadang saya bingung ketika ditanyain teman kampus Pak, dia bilang "Mas,hasil audit BPK yang berindikasi kerugian ditindaklanjuti siapa sich?kog saya tidak pernah mendengar berita di koran lokal(makassar) ada orang disidik kejaksaan karena hasil audit BPK, yang ada hanya BPKP?". Mohon penjelasan Pak sebenarnya gimana mekanisme tindak lanjut yang berindikasi tindak pidana maupun kerugian di BPK?.terima kasih sebelumnya Pak.