Senin, 07 September 2009

MURID GENDIT “DIPAPUAKAN”

Oleh: Dr. Cris Kuntadi, M.M., CPA.

“Satu tim pemeriksa ditugaskan memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) suatu pemda yang jarak tempuh dari kantor perwakilan minimal tiga hari perjalanan. Jumlah hari pemeriksaan dalam surat tugas bagi penanggung jawab, pengendali teknis, dan tim pemeriksa masing-masing selama 2 hari, 5 hari, dan 25 hari. Dengan keterbatasan waktu pemeriksaan, lokasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berjauhan, dan keamanan yang tidak terjamin, ketua tim dengan sepengetahuan pengendali teknis dan penanggung jawab hanya melakukan pemeriksaan pada Bagian Keuangan.” Gendit memaparkan studi kasus kepada CPNS dalam diklat Auditor Ahli di Balai Diklat Yogyakarta.

“Atas kondisi tersebut, opini apa yang pantas diberikan terhadap LKPD pemda tersebut?” Tanya Gendit.

“Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini akan mendapat bonus nilai dan dijamin lulus mata ajar ini.” Gendit melanjutkan. Seketika itu, kelas ramai karena peserta diklat berusaha mencari dan mereka-reka jawaban. Mereka tertarik dengan bonus yang ditawarkan Gendit.

“Yang bisa menjawab dengan benar, akan ditempatkan di Perwakilan Papua.” Gendit menambahkan iming-iming “bonus” kepada peserta.

Kelas yang tadinya ramai oleh peserta yang sedang merangkai jawaban, mendadak senyap. Para CPNS tidak tertarik dengan “bonus” yang kedua, bahkan terlihat sangat ketakutan dengan “bonus” tersebut. Semua menundukkan kepala makin dalam sambil berusaha mencari tempat persembunyian yang lebih aman untuk jari telunjuknya agar tak terlihat.
“Silakan, siapa yang mau menjawab, Ana, Ari, Dede, Eko, ...?” Gendit berusaha membangunkan satu per satu CPNS yang semuanya tidak bergeming dengan pertanyaan yang diajukan.


“Untuk menjangkau daerah yang diperiksa, pertama kali tim harus naik pesawat DC-9 (diisi sembilan orang, Red). Setelah itu dilanjutkan dengan kapal yang jadualnya dua kali sebulan, charter mobil dan atau ojek.” Gendit berusaha memancing jawaban.

“Saudara-saudara tahu, dalam dua tahun terakhir ini, telah terjadi 15 kali kecelakaan pesawat. Sebelumnya pesawat Merpati menewaskan seluruh penumpang dan awak sebanyak 15 orang. Terbaru, pesawat charter yang mengangkut turis Australia juga hilang pada 10 Agustus 2009 dan belum ditemukan sampai saat ini.” Gendit menambahkan kondisi studi kasus dengan harapan ada peserta yang menjawab.
Tidak ada satupun CPNS yang mengangkat tangan untuk menjawab.

Gendit sengaja membiarkan kelas terus sunyi. Sampai pada menit ke-20, Gendit berteriak, “SEMUA PESERTA TIDAK LULUS.”

Sontak, ramailah kelas dengan pernyataan TIDAK LULUS dari Gendit. Mereka terlihat akan memprotes pernyataan Gendit.

“Kalian sudah menandatangani kontrak dengan BPK tentang kesediaan penempatan di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, hanya dengan ungkapan penempatan di Papua, semuanya terdiam. Saya yakin kalian dapat menjawab kasus ini tetapi sengaja tidak mau menjawab. Padahal Saudara semua tahu, apalah arti statement saya terkait penempatan. Saya belum menjadi Kepala Biro SDM. Apalagi, penempatan pegawai menjadi wewenang Sekretaris Jenderal.” Gendit berusaha mematahkan kemauan protes dari peserta diklat.

“Maaf pak, kenapa Bapak setega itu memperlakukan kami? Kami tidak takut ditempatkan di Papua, apalagi untuk maksimal hanya tiga tahun. Kami bahkan mendengar beberapa pejabat enggan dipindahkan meskipun sudah waktunya dapat dipindahkan. Kami yakin ada “kenikmatan” tersendiri di Papua.” Jawab Agustina ’Lady Rocker’ Sitohang dengan berapi-api.

“Lalu kenapa tidak ada yang berani menjawab?” Gendit juga penuh emosi.

“Kami idak menjawab kasus tersebut karena ingin protes. Ngapo cuma kami yang “diiming-imingi” penempatan di Papua? Yang menandatangani kontrak kesediaan ditempatkan di seluruh Indonesia adalah PNS BPK galo (Red, galo = semua), bukan hanya CPNS. Banyak pegawai, terutama pegawai betino di kantor Pusat yang idak mau mengaudit ke luar provinsi (DKI). Nah kalau dio ditempatkan di daerah, otomatis mereka idak akan ke luar dari provinsi tempat kedudukan. Sesuailah dengan harapan-nyo.” Sergah Thasmia ’Wong Kito Galo’ dengan dialek Palembang yang kental.

“Dari mana kalian tahu ada ibu-ibu yang tidak bersedia ditugaskan memeriksa di luar DKI?” Tanya Gendit bingung.

“Kan Bapak sendiri yang nulis Gendit dan Auditor Perempuan. Ibu-ibu itu saja yang ditempatkan di Perwakilan luar Jawa. Apalagi mereka belum pernah merasakan “nikmatnya” dinas di luar DKI. Dijamin mereka akan krasan.” Titik Puspitasari yang penempatan di AKN II memberikan usulan.

“Boleh juga tuh usulnya. Semoga para pengambil kebijakan membaca tulisan ini dan mempergilirkan pejabat dan auditor yang belum pernah di daerah untuk diberi tempat ”yang layak” di luar Jawa. Ternyata banyak auditor dan pejabat yang sudah belasan tahun tidak pernah mutasi. Dan, kalian murid-muridku yang pintar, penempatan kalian tidak akan ditentukan oleh Gendit. Faham?” Gendit berlalu sambil bersiap-siap menuju bandara Adi Sutjipto dengan diantar pak Kendro yang akan pindah ke Palembang ba’da lebaran. Tak lupa, bu Mamik dan mba Ayudha mengiringi Gendit sampai pintu gerbang MMTC.



2 komentar:

Anonim mengatakan...

Lalu kalau Rasul dituduh hobinya ngawini bocah cilik,mengapa bini2 yang lain
sudah dewasa semua?
Khadijah : janda umure 40 th.
Zainab binti Khuzaimah:janda anake 9,coba tebak umure piro.
Umu Habibah:janda anaknya Abu Sofyan,bertubuh gemuk juga bukan bocah.
Raihana:janda dari Kepala suku Yahudi Bani Quraizah.bukan bocah.
Maria Kiptyah:Persembahan dari Rojo Mesir,sekitar 18 th.Ini blasteran Mesir
Koptik dengan Italy,bukan bocah.
Maimunah:bukan bocah.

keeso mengatakan...

ih122 fake bags online ku286